Seperti titik-titik sebelumnya, Erwin mulai menceritakan sejarah Kandang Macan dan tradisi Rampok Macan. Tradisi ini merupakan tradisi mengadu macan dengan banteng dan biasanya yang mati duluan adalah banteng.Â
Setelah itu, macan akan kelelahan dan saat inilah para warga yang menonton di sekelilingnya bergegas 'merampok' atau membunuh macan dengan tombak.
Bangsal PagelaranÂ
Sekitar sepuluh menit kami berada di Kandang Macan, pukul 10:13 WIB kami melanjutkan tur dengan berjalan ke arah barat dan berhenti di sebelah timur Bangsal Pagelaran. Dibangun pada tahun 1865 tahun Jawa atau 1934 tahun Masehi.
Lebih lanjut, Erwin menceritakan sejarah Bangsal Pagelaran secara arsitektur. Bangsal Pagelaran pernah satu kali mengalami renovasi besar-besaran pada masa Sri Sultan HB VIII karena mewarisi kekayaan Sri Sultan HB VII–Sultan paling kaya dalam keturunannya–yang mempunyai banyak pabrik gula. Bangsal Pagelaran ini difungsikan sebagai tempat untuk menyambut tamu dan mengadakan pertunjukkan.
Masjid Séla dan Permukiman Kraton
Setelah selesai di Bangsal Pagelaran, pukul 10:33 WIB perjalanan masih berlanjut dengan jarak yang agak cukup jauh dari sebelumnya. Kami pun berhenti di Masjid Séla dan Erwin mulai menjelaskan sejarahnya.
Masjid Séla ini dibangun satu era dengan pembangunan Tamansari pada tahun 1709 çaka. "Ada yang udah lahir?" lagi-lagi Erwin berusaha memecahkan suasana dan para peserta pun tertawa. Masjid ini digunakan secara resmi untuk ibadah keluarga Kraton dan tidak dibuka untuk umum pada awal pembangunan.
Kampung Panembahan: Sentra Gudeg Jogja
Pukul 10:55 WIB mulai berjalan lagi untuk melanjutkan di titik selanjutnya, yaitu Kampung Panembahan. Awalnya, nama Kampung Panembahan adalah Kadipaten karena merupakan tempat tinggal Adipati Anom, calon Sultan HB II.