Tapi tenang saja, mimpi buruk penagihan pajak bagi Wajib Pajak yang memiliki tagihan hutang pajak tidak akan berlangsung selamanya, karena ternyata proses penagihan juga memiliki daluwarsa, dimana jika ini yang terjadi, maka DJP tidak bisa lagi melakukan penagihan pajak terhadap wajib pajak/penanggung pajak.
Hal ini sejalan dengan pasal 22 UU KUP, daluwarsa penagihan pajak adalah 5 tahun sejak penerbitan dasar penagihan pajak. Jangan senang dulu,ada catatan kecil yang wajib dicatat bahwa daluwarsa tersebut dapat tertangguh apabila terbit surat paksa, ada pengakuan hutang dari wajib pajak secara langsung maupun tidak, diterbitkan SKPKB dan SKPKBT, serta dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Saran saya bagi wajib pajak yang sedang dilakukan Tindakan penagihan oleh DJP sebaiknya bersikap kooperatif saja dan tunjukkan itikad baik untuk melakukan pelunasan hutang pajak dan wajah memelas Anda, siapa tau Kepala Kantor Pajak atau Pihak berwenang DJP yang menangani tagihan Anda kasihan dan memberikan keringanan seperti mengabulkan permohonan angsuran terhadap utang pajak yang ditagihkan kepada Anda, atau bahkan mungkin dengan dialog dan komunikasi yang baik antara Wajib Pajak dengan DJP bunga atau sanksi atau biaya atas penagihan yang ditambahkan ke hutang pajak Anda bisa dibantu untuk dikurangi bahkan dihapuskan.Â
Usaha dan itikad baik tersebut jauh lebih membantu menyelesaikan masalah tagihan pajak Anda, karena jika Anda tidak melakukannya maka DJP bisa saja melakukan pemblokiran rekening, pencegahan, ataupun penyanderaan yang tentunya dapat membatasi gerak gerik Anda dan keluarga. Tidak mau kan tiba-tiba nama baik Anda tercemar apabila DJP melakukan pengumuman di media massa.
Koordinasi yang baik dan kooperatif dari Wajib Pajak saat proses penagihan inilah adalah hal yang lebih diinginkan oleh Ditjen Pajak, tentu saja sejalan dengan misi DJP yaitu menjamin penyelenggaraan negara yang berdaulat dan mandiri dengan: Mengumpulkan penerimaan berdasarkan kepatuhan pajak sukarela yang tinggi dan penegakkan hukum yang adil.
Namun tentu saja pertimbangan subjektif dan objektif kepada wajib pajak oleh Pihak DJP yang menagih Anda bisa jadi pisau bermata dua, dapat membantu Anda dan dapat memberatkan Anda, jadi ketika proses penagihan dengan berbagai tindakan penagihan pajak mulai dijalankan, saat itu Wajib Pajak seolah-olah nasibnya ditentukan oleh Penguasa Pajak yaitu DJP. Ini juga bisa jadi celah damai antara Pihak DJP dengan Wajib Pajak terkait.
Dengan alasan agar penagihan dapat berjalan cepat, tepat dan hemat biaya serta pencapaian target pajak, maka DJP bisa-bisa saja memuluskan penagihan pajak dengan kesepakatan menghilangkan bunga, denda, dan biaya lain dengan barter tertentu untuk kepentingan pribadinya.Â
Ya walaupun sekarang reformasi dan transparansi di Badan DJP jauh lebih baik, namun tetap saja ini celah yang tidak baik dari sisi kemungkinan korupsi. Jadi ingat kata Bang Napi yang ditelevisi jaman dulu " Kejahatan terjadi bukan hanya karena niat pelakunya, tetapi juga karena ada kesempatan."
Source : PMK Nomor 189/PMK.03/2020Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H