Mohon tunggu...
Maria NIM 55521120026
Maria NIM 55521120026 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S2 Mercubuana

Kampus UMB Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak Jurusan Magister Akuntansi Mata Kuliah Akuntansi Perpajakan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penagihan Pajak di Indonesia Proses dan Celah

9 November 2022   22:43 Diperbarui: 10 November 2022   00:21 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut Pasal 1 angka 9 UU nomor 19 tahun 1997 yang mana terakhir diubah dengan UU nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) disebutkan bahwa Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak segera melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, sampai dengan menjual barang yang disita.

Dasar hukum Tindakan pajak yang dilakukan oleh DJP tersebut adalah Pasal 18 UU nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) terakhir diubah dengan UU nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), urutan dasar penagihan pajak adalah Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), SKPKB Tambahan, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar oleh seorang wajib pajak bertambah. Jika DJP telah menerbitkan produk -- produk diatas, berarti lonceng atas proses penagihan pajak dimulai.

Sebenarnya dari proses Panjang penagihan pajak tersebut dapat kita bagi tiga kategori besar yakni penagihan pasif/persuasif, penagihan aktif, dan penagihan seketika dan sekaligus yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 189 tahun 2020. 

Nah apa itu Penagihan pasif?  Penagihan Pasif yaitu penagihan saat diterbitkannya dasar penagihan pajak hingga jatuh tempo dasar penagihan pajak tersebut, contoh 1 bulan dari saat terbit untuk SKPKB. Lalu apabila Wajib Pajak/Penanggung Pajak masih belum juga melunasi hutang pajaknya, penagihan aktif dimulai dengan mengirimkan surat teguran paling cepat 7 hari setelah jatuh tempo tersebut. Kemudian dalam waktu paling cepat 21 hari kemudian, jurusita pajak KPP tempat Wajib Pajak terdaftar akan mendatangi wajib pajak untuk mengirimkan surat paksa yang memiliki hak eksekutorial.

Dengan adanya surat paksa, berarti telah timbul biaya penagihan pajak, dan semakin lama Anda menunggak pajak maka akan semakin berat konsekuensi yang diterima atas biaya tersebut.

Lalu disaat inilah penagihan pajak dapat bermacam-macam bentuk pelaksanaannya. Dimana sangat tergantung pada pertimbangan subjektif dan objektif wajib pajak. Perlakuan terhadap wajib pajak dapat berupa penyitaan, pengumuman di media massa, pemblokiran, pencegahan, hingga penyanderaan. 

Ya lebih seram dari pada Penagihan Pinjol (Pinjaman Online) yang Anda baca di berita-berita, namun tentu saja ada bedanya, lebih sopan dan penagihan yang ini ada dasar hukum sebagai tamengnya.

Jika sampai dilakukan penyitaan terhadap aset wajib pajak, maka aset tersebut berpotensi akan dilakukan lelang demi melunasi hutang pajaknya. Dan catatan penting bagi wajib pajak bahwa proses penagihan aktif ini dapat berlangsung sangat lama yang tentunya dapat mengganggu keberlangsungan hidup dan usaha wajib pajak.

Ada lagi  jenis yang ketiga adalah penagihan seketika dan sekaligus. Penagihan jenis ini akan dijalankan oleh jurusita pajak terhadap wajib pajak/penanggung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pelunasan pajak, yang meliputi seluruh hutang pajak. 

Seram bukan kedengarannya? Lalu apa penyebabnya bisa sampai ke tahap ini, seperti kita ketahui sesuai dengan yang tercantum pasal 8 PMK 189 2020, beberapa penyebabnya adalah ketika penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia selamanya, memindahtangankan aset yang dimiliki atau dikuasai untuk mengecilkan kegiatan usaha, terdapat tanda bahwa wajib pajak badan akan dibubarkan atau dilakukan perubahan bentuk, aset penanggung pajak disita pihak ketiga, atau terdapat tanda - tanda kepailitan. 

Dengan kata lain, jenis penagihan ini adalah penagihan yang dianggap sangat diperlukan dan wajib segera dijalankan oleh DJP dengan kekhawatiran mereka demi mengamankan aset wajib pajak sebelum aset tersebut berada di luar jangkauannya, sehingga nantinya malah membuat hutang pajak tidak dapat ditagih.

Tapi tenang saja, mimpi buruk penagihan pajak bagi Wajib Pajak yang memiliki tagihan hutang pajak tidak akan berlangsung selamanya, karena ternyata proses penagihan juga memiliki daluwarsa, dimana jika ini yang terjadi, maka DJP tidak bisa lagi melakukan penagihan pajak terhadap wajib pajak/penanggung pajak.

Hal ini sejalan dengan pasal 22 UU KUP, daluwarsa penagihan pajak adalah 5 tahun sejak penerbitan dasar penagihan pajak. Jangan senang dulu,ada catatan kecil yang wajib dicatat bahwa daluwarsa tersebut dapat tertangguh apabila terbit surat paksa, ada pengakuan hutang dari wajib pajak secara langsung maupun tidak, diterbitkan SKPKB dan SKPKBT, serta dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

Saran saya bagi wajib pajak yang sedang dilakukan Tindakan penagihan oleh DJP sebaiknya bersikap kooperatif saja dan tunjukkan itikad baik untuk melakukan pelunasan hutang pajak dan wajah memelas Anda, siapa tau Kepala Kantor Pajak atau Pihak berwenang DJP yang menangani tagihan Anda kasihan dan memberikan keringanan seperti mengabulkan permohonan angsuran terhadap utang pajak yang ditagihkan kepada Anda, atau bahkan mungkin dengan dialog dan komunikasi yang baik antara Wajib Pajak dengan DJP bunga atau sanksi atau biaya atas penagihan yang ditambahkan ke hutang pajak Anda bisa dibantu untuk dikurangi bahkan dihapuskan. 

Usaha dan itikad baik tersebut jauh lebih membantu menyelesaikan masalah tagihan pajak Anda, karena jika Anda tidak melakukannya maka DJP bisa saja melakukan pemblokiran rekening, pencegahan, ataupun penyanderaan yang tentunya dapat membatasi gerak gerik Anda dan keluarga. Tidak mau kan tiba-tiba nama baik Anda tercemar apabila DJP melakukan pengumuman di media massa.

Koordinasi yang baik dan kooperatif dari Wajib Pajak saat proses penagihan inilah adalah hal yang lebih diinginkan oleh Ditjen Pajak, tentu saja sejalan dengan misi DJP yaitu menjamin penyelenggaraan negara yang berdaulat dan mandiri dengan: Mengumpulkan penerimaan berdasarkan kepatuhan pajak sukarela yang tinggi dan penegakkan hukum yang adil.

Namun tentu saja pertimbangan subjektif dan objektif kepada wajib pajak oleh Pihak DJP yang menagih Anda bisa jadi pisau bermata dua, dapat membantu Anda dan dapat memberatkan Anda, jadi ketika proses penagihan dengan berbagai tindakan penagihan pajak mulai dijalankan, saat itu Wajib Pajak seolah-olah nasibnya ditentukan oleh Penguasa Pajak yaitu DJP. Ini juga bisa jadi celah damai antara Pihak DJP dengan Wajib Pajak terkait.

Dengan alasan agar penagihan dapat berjalan cepat, tepat dan hemat biaya serta pencapaian target pajak, maka DJP bisa-bisa saja memuluskan penagihan pajak dengan kesepakatan menghilangkan bunga, denda, dan biaya lain dengan barter tertentu untuk kepentingan pribadinya. 

Ya walaupun sekarang reformasi dan transparansi di Badan DJP jauh lebih baik, namun tetap saja ini celah yang tidak baik dari sisi kemungkinan korupsi. Jadi ingat kata Bang Napi yang ditelevisi jaman dulu " Kejahatan terjadi bukan hanya karena niat pelakunya, tetapi juga karena ada kesempatan."

Source : PMK Nomor 189/PMK.03/2020 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun