Mohon tunggu...
Maria Wardayanti Perdani
Maria Wardayanti Perdani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Belajar menulis sebagai media pelepasan....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Masa Lalu

31 Mei 2022   11:39 Diperbarui: 31 Mei 2022   11:49 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Hai...!"

Aku menyapanya dengan tatapan penuh tanda tanya.

Anak itu membalas sapaanku dengan wajah cemberut yang membuat bibirnya mengerucut. Ingin rasanya aku ambil karet gelang untuk mengikat bibirnya yg monyong itu. 

Keramahanku sirna seketika melihat tatapannya, seolah aku merebut permen atau mainannya.

Tapi, siapa anak ini? Wajahnya terlihat familiar bagiku. 

"Kamu siapa?"

"Mencari siapa di sini? Kamu datang dengan orang tuamu?"

Sambil celingukan aku melihat ke sekitar untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaanku sendiri. Sungguh merepotkan.

Biasanya aku ramah dan baik hati pada siapapun. Apalagi pada anak kecil. Tapi hari ini entah mengapa wajah anak itu membuatku ingin berkata kasar dan mangkal. Wajahnya seakan mengejekku. Apa yang anak itu tau tentang aku?? Anak kecil sudah sok tau!!

Hemm... Kenapa aku ini. Ana sekecil ini saja bisa membolak balikkan hatiku seakan takut gosong terbakar api.

"Hei, siapa namamu?" Sekali lagi aku berusaha mencari tau, memadamkan kekepoan yang sudah memuncak.

Anak itu hanya diam saja. Aku harus memanjangkan ususku untuk sabar. Siapa sih, nih anak??

Semakin kulihat wajahnya semakin aku yakin kalau aku pernah melihatnya. Tapi di mana, ya?

"Dek, kamu ada keperluan apa di sini?"

Pertanyaanku itu ternyata merubah wajah cemberutnya menjadi biasa. Manis juga wajahnya.

Anak itu mengangkat tangannya dan menunjuk ke sebuah kamar yg ada di situ.

Lho? Itu kamarku. Apa dia ngantuk?

"Dek, itu kamar saya. Saya pemilik kamar itu."

Mendengar jawabanku, anak kecil itu tersenyum manis, lalu menggandeng tanganku jalan menuju kamar itu.

Sampai di kamar dia menutup pintu. Aku semakin heran. Dan yang lebih mengherankan adalah aku mau saja ditarik tarik kembali ke kamarku oleh orang yang tidak kukenal. Maaf ralat. Bukan orang. Tapi ANAK KECIL.

===

"HH..HAAI!"

"AKU TAU KAU SUDAH MELUPAKANKU... AKU KE SINI KARENA MERINDUKANMU... AKU INGIN KAU KEMBALI MENGINGATKU

KITA SUDAH SEPAKAT KAN UNTUK MENULIS INI?

(Anak itu mengeluarkan selembar kertas warna dengan corak semburat hijau kuning bergambar jerapahh, binatang favoritku)

KAPAN KAMU AKAN MEWUJUDKANNYA? BUKANKAH SUDAH WAKTUNYA?

KAU TELAH BERJANJI PADA KITA...

AKU SANGAT MARAH MELIHATMU BERJALAN MELENCENG DARI APA YANG TELAH KAU TULIS...

KENAPA???"

Aku pusing...

Seketika bumi seakan berputar lebih kencang dari biasanya... Aku merasakannya, yaa... Aku merasakan putarannya.

Gelap...

Tapi, terdengar suara yang bergema...

"HAI!!

KAMU INGIN MENGHINDARIKU? BANGUUNNN!!!

BANGUUUNNNNN!!!!"

===

Kukerjabkan mataku sampai penglihatan ku jelas kembali... Rasanya badanku sangaaat lelah... Seperti telah berlari jauh, terengah engah...

Keringat bercucuran... Di mana aku? Oh iya, ini kamarku...

Kamar yang akhirnya kutempati kembali setelah 10 tahun kutinggalkan...

Oiya, anak itu...

Di mana dia? 

===

Mentari sudah turun meredup ke ufuk Barat...

"Mbak, sini!"

Ibuku tampak girang sekali sore ini. Entah ada angin apa tiba-tiba mengajakku duduk di depan Tv. 

Dibukanya bufet di sebelah TV tabung kuno yang menemani ibuku sejak dahulu, sampai gambarnya tinggal di tengah juga tetap sayang untuk diganti. 

Dala bufet itu banyak terdapat album-album foto keluarga kami. Ibu mengambil salah satu dan kembali duduk di sampingku.

"Mbak, tadi ibu ketemu sama budemu. Bude yang di seberang sana. Jadi inget ketika kamu kecil, serring ibuk titipin di sana. Jadi kangen sama kamu pas kecil. Ceriwissssnya itu lho seperti radio rusak."

"Kok radio rusak, Bu?"

"Lha iya, wong ibuk gak ngerti kamu ngomong apa. Hahahaa"

Ibu membuka album foto lama itu yang ternyata itu adalah kumpulan foto masa kecilku. 

Bayi kecil lucu yang gemuk. Ternyata aku pernah selucu itu. 

"Mbak, dulu kamu itu gualakk pol. Judes, tukang nyokoti. Ning nggemeske. Semua temen ibuk nek liat kamu Ki pengen mbawa pulang, dibungkus. Sek, sek, mana Yo fotomu yang nggemeske itu?" (Album itu dibolak-balik oleh ibuku, sampai berbunyi kriet-kriet karena sudah saling menempel satu sama lain. Saking lamanya tidak dibuka.)

"Nah, ini!"

"Ini lho mbak. Kamu ituu jaannn (ibu tertawa renyah).

"Mana, buk?"

Sambil kucondongkan tubuhku ke samping.

"ANAK ITU!!!"

===

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun