Mohon tunggu...
Maria Ulfa Nurjanah Nurcholis
Maria Ulfa Nurjanah Nurcholis Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Saya suka membaca sambil mendengarkan musik dengan suasana santai

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Positivisme dalam Putusan Hakim terhadap Hukum Tindak Pidana di Indonesia

31 Desember 2022   22:21 Diperbarui: 31 Desember 2022   22:22 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sehingga, keadilan materiil atau substantif yang memuat nilai keadilan yang mendasar atau setidaknya mendekati intisari keadilan, sulit untuk diperoleh. Contoh kasus Nenek Minah (55 tahun) perbuatan memetik tiga buah biji cokelat di tanah perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA), menjadi masalah besar yang mengantarkan pada hukuman jeruji besi. Mediasi sempat terjadi namun, kasus ini berbuntut panjang hingga dilaporkan ke polisi. Nenek Minah didakwa sebagai pelaku pencuri karena melanggar Pasal 362 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencurian, hanya karena tiga buah biji cokelat. 

Adapun kasus kakek Samirin yang mendekam dalam jeruji besi selama 2 bulan 4 hari, karena dakwaan telah melanggar Pasal 107 huruf d UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang perkebunan. Kakek Samirin mengais sisa getah karet seberat 1,9 kg dan bernilai Rp. 17.480,00 yang menempel di pohon karet milik perkebunan PT Bridgestone SRE Dolok Maringir. Kasus pencurian kecil dengan nilai kerugian yang sangat minim begitupun dengan tanggapan masyarakat setempat yang menganggap perbuatan memetik tiga buah biji kakao oleh nenek Minah dan memungut sisa getah karet oleh kakek Samirin merupakan hal wajar dan bukan pencurian. 

Namun, di mata positivisme hukum perbuatan ini tetap merupakan suatu perbuatan hukum yang dapat dituntut, didakwa, diadili dan dipidana. Pemikiran paradigma positivisme atau legisme dalam sumber hukum positif digunakan hakim dalam menyelesaikan perkara pidana. Peran hakim menerapkan hukum bukan menciptakan hukum (rechtsforming), hakim terbelenggu pada asas legalitas formal. Sehingga, posistivisme hukum jelas bertentangan dengan rasionalitas dan keyakinan hakim ketika menyinggung kasus yang berhadapan dengan nilai kepastian hukum yang dibandingkan dengan nilai keadilan dan moralitas.

Kelebihan dan kelemahan aliran positivisme 

Positivisme hukum dalam praktiknya memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (1) Timbulnya keteraturan dalam masyarakat. Paham positivisme hukum telah dianut oleh beberapa negara, seperti: Perancis; Belanda; Jerman; Swiss, dan; beberapa negara lainnya. Bahkan hingga sekarang, Indonesia masih menggunakan kode turunan dari kolonial Belanda yang diambil dari hukum Perancis. Positivisme hukum menciptakan sistem hukum yang rapi, teratur dan kuat. 

Hukum diciptakan oleh pemerintah dengan kewenangan dan diatur dalam hukum perundang-undangan, adanya perlindungan dan pengakuan hak-hak warga negara secara hukum, menjadikan hukum mudah dikenali dan dipahami; (2) Hadirnya kepastian hukum. Hukum hadir untuk memastikan hak-hak seluruh warga negara, seseorang yang merasa bahwa hak-haknya dilanggar dapat menggugat secara hukum.

Konsep positivisme pada keabsahan hukum negara bersifat mutlak (absolut) sehingga dapat dicari ketentuannya dalam Undang-undang tertulis, dan; (3) Adanya jaminan keadilan secara hukum. Hukum diciptakan secara keseluruhan tanpa memandang agama, ras, suku, golongan, status sosial maupun gender. Paham positivisme hukum dalam hukum tertulis dibentuk dan disahkan oleh negara sebagai jaminan keadilan merata untuk semua orang dalam artian bahwa setiap subjek mendapatkan akses yang sama dalam hukum. 

Positivisme hukum dalam penerapannya juga memilki beberapa kelemahan, seperti: (1). Keadilan sosial sulit tercapai. Keadilan sulit tercapai karena kondisi masyarakat Indonesia yang plural dan heterogen. Kesejahteraan ekonomi, sosial, dan pendidikan yang tidak merata menjadi bukti belum tercapainya rasa keadilan. Keadilan sosial dalam kerangka positivisme hukum terkadang bertentangan dengan keadilan yuridis dan kepastian hukum. Hukum tertulis terkadang tidak mampu menyesuaikan dengan kondisi masyarakat pada kenyataannya.

Positivisme hukum yang menggiring ke arah hukum positif hanya berlaku pada saat dan wilayah tertentu sehingga, sering disebut ius contitutum yang tidak menjangkau pada keseluruhan aspek masyarakat; (2). Interpretasi masyarakat dibatasi oleh sistem hukum positif yang tertutup. Adanya batas pemisahan jelas antara moral dan hukum yang tertera tegas dalam sistem hukum positif.

Interpretasi hukum tertutup yang dilakukan oleh badan yudikatif sering menuai permasalahan karena dirasa tidak sesuai dengan nilai keadilan dalam masyarakat, dan; (3). Kekuasaan politik suatu negara dapat memengaruhi sistem hukum. Hukum positif dibentuk oleh lembaga pemerintah yang berwenang, sehingga dalam pembangunannya, hukum sangat dipengaruhi oleh kekuasaan yang berwenang dalam pembentukan Undang-undang tersebut. Akibatnya, sering terjadi pelanggaran hukum demi kepentingan pribadi penguasa. 

Upaya dalam menegakkan hukum dalam putusan hakim terhadap hukum tindak pidana di Indonesia 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun