Pengaruh sistem hukum akibat adanya pengaruh positivisme di Indonesia
Pada praktik penegakan hukum di Indonesia, positivisme hukummerupakan aliran yang sebagian besar digunakan oleh hakim dalam mengambil keputusan. Sistem civil law merupakan sistem yang dianut dan diterapkan di Indonesia karena sesuai dengan karakter hukum Indonesia. Undang-undang berperan sebagai dasar utama dalam penegakan hukum, yang dibentuk oleh pemerintah atau penguasa atau dapat dikatakan bahwa, implementasi dalam penegakan hukum memprioritaskan penggunaan asas legalitas.
Positivisme hukum pada kenyataanya sangat memengaruhi kebiasaan hukum hakim, yang mengutamakan penyelesaian kasus tindak pidana dari sisi tertulis Undang-undang, dengan menekankan pada penegakan kepastian hukum tanpa melihat keadilan berdasarkan sisi hukum yang lainnya, seperti: berdasarkan pertimbangan rasionalitas; kejujuran; objektivitas; tidak condong kepada salah satu sisi (imprasiality); tanpa diskriminasi, dan; berdasar pada keyakinan hakim sebagai bentuk perspektif hakim berdasarkan keadilan substantif dalam proses penegakan hukum tindak pidana.Â
Sebagian besar hakim di Indonesia yang memiliki haluan berpikir dalam kerangka positivisme hukum, cenderung menjatuhkan putusan berdasarkan peraturan tertulis. Hakim dengan skema pikir positivistik dikuasai oleh pandangan pengutamaan hukum (legalisme). Menjadikan hukum sebagai sistem yang ekslusif dengan hanya mengabsahkan dan membenarkan hukum tertulis (formalisme), dan memberikan suatu pemaparan dan pengaturan hukum positif yang berlaku (dogmatisme), dengan bertumpu pada bunyi peraturan semata yang terkadang mengesampingkan rasa keadilan masyarakat (substantive justice).
Semua produk peraturan yang dibentuk pemerintah yang berkuasa dianggap kebenaran yang mutlak, sehingga harus diterapkan sebagaimana mestinya. Putusan-putusan hakim dengan pola pikir positivistik dapat memunculkan kekakuan-kekakuan hukum. Apabila dihadapkan pada problematika kehidupan masyarakat yang rumit dan tidak tepat diakomodasikan, maka akan terjadi ketidakadilan dalam putusan hakim.
Penegakan hukum secara keadilan substantifÂ
Menurut Gustav Radbruch (2000), ada tiga tujuan hukum atau nilai dasar hukum yang berjalan beriringan, yaitu: a). kepastian hukum (rechmatigheid) merupakan alat hukum negara yang memberikan kepastian perlindungan kewajiban dan hak bagi setiap warga negara;
 b). keadilan hukum (gerechtigheid), merupakan wujud penegakan hukum secara nyata, sama, dan merata pada setiap lapisan masyarakat tanpa memandang status sosial, jabatan, latar belakang, maupun tingkat kekayaan setiap individu, dan; c). kemanfaatan hukum (zwech matigheid atau doelmatigheid), ketika hukum yang ditegakkan mampu memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat. Hukum tidak semata-mata demi kepastian hukum berdasarkan peraturan atau Undang-undang.
Pelaksanaan kepastian hukum yang tidak mengikuti perubahan zaman sering kali menjadikan esensi keadilan yang tumbuh dan mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat menjadi terabaikan. Oleh karena itu, hukum di samping nilai kepastian harus diorientasikan bagi keadilan sehingga, dalam penegakkannya hukum dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
Proses penegakan hukum membutuhkan keadilan yang terkandung dalam kepastian hukum sehingga memberikan k e ma s la h a t a n a t a u manfaat untuk orangorang yang terlibat dalam proses kehakiman. Hukum dibentuk demi kesejahteraan dan keteraturan hidup manusia. Oleh karena itu, apabila hukum yang diterapkan tidak mampu memanusiakan-manusia, hukum tersebut tidak layak untuk diterapkan.
Para penegak atau lembaga sistem peradilan pidana pada praktiknya, memilki kecenderungan berpikir dalam kerangka positivisme atau legisme. Asas legalitas formal, yang ditulis dalam Pasal 1 Ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) memprioritaskan kepastian hukum (legal certainty), diasumsikan menjadi satu-satunya titik awal penegakan hukum pidana. Akibatnya, hasil yang didapatkan hanya keadilan formal prosedural di atas permukaan, dimulai dari investigasi, penggugatan, hingga penghukuman dalam proses peradilan pidana di Indonesia.Â