Mohon tunggu...
Maria Yohana Kristyadewi
Maria Yohana Kristyadewi Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Hukum dan Perpajakan

Tulisan layaknya petunjuk pertama untuk menguak misteri lebih besar yang terkandung dalam alam pikiran manusia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kontingensi Sebuah Afeksi

3 April 2018   13:21 Diperbarui: 3 April 2018   16:53 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

God created man and, finding him not sufficiently alone, gave him a companion to make him feel his solitude more keenly (Paul Valery)

Aristophanes, dalam teks The Symposium milik Plato, menuturkan sebuah narasi. Ia mengisahkan mulanya wujud manusia berbeda dari yang diketahui. Manusia mempunyai empat buah lengan, empat buah kaki dan dua sisi wajah berbeda yang saling membelakangi. Manusia kala itu terbagi menjadi tiga jenis. Ia bisa terlahir sebagai lelaki, perempuan ataupun gabungan keduanya, disebut Androgini. 

Tiap insan dibekali dua buah alat kelamin yang sama dalam satu tubuh, kecuali sang Androgini, ia memiliki alat kelamin pria dan wanita sekaligus di tubuhnya. Para lelaki adalah keturunan Sang Surya, para wanita adalah putri Sang Bumi dan Androgini merupakan keturunan Sang Bulan- yang juga dilahirkan dari peraduan Matahari dan Bumi.

Manusia dianugerahi dengan kekuatan yang maha dahsyat, terlalu luar biasa hingga membuat Para Dewa ketakutan. Namun Para Dewa enggan memusnahkan makhluk itu, karena manusia memuja dan memberikan persembahan kepada mereka. Sebagai pelajaran agar manusia tetap taat kepada Para Dewa, Zeus, sang penguasa Olimpus, pun menjatuhkan hukuman. Ia memisahkan jiwa dan raga manusia menjadi dua bagian yang berbeda, sehingga seorang manusia hanya mempunyai dua buah lengan, dua buah kaki dan satu sisi wajah yang sama serta satu alat kelamin.

Manusia yang terpisah ini tenggelam dalam kesengsaraan. Mereka merasakan kesedihan yang sangat amat mendalam setelah diceraikan secara paksa dari separuh jiwanya. Oleh karena itu, manusia selalu mencari setengah bagian dari diri asalnya yang hilang. Ketika ia akhirnya menemukan bagian yang hilang itu di manusia yang lain, mereka akan kembali menjadi satu kesatuan. Mereka akan kembali merasa utuh, karena walaupun raga mereka kini terpisah, mereka semula adalah satu insan yang memiliki jiwa yang sama. Inilah asal muasal teori pasangan jiwa, pasangan hidup atau yang kerap disebut jodoh.

Persepsi Imajiner

Teori mengenai keberadaan pasangan jiwa ini adalah sebuah ilusi non realistis yang terlalu menawan untuk jadi kenyataan. Bagaimana tidak? Sebuah ide dimana ada manusia lain "dilahirkan" dan "ditakdirkan" khusus untuk kita adalah ekspektasi yang kurang realistis. Manusia lahir ke dunia sendirian- kecuali apabila ia dilahirkan kembar- sebagai individu, sebagai seseorang, dengan identitas yang tunggal. Insanpun akan meninggalkan dunia ini seorang diri pada waktunya nanti.

Kisah yang dituturkan Aristophanes, mengkhayalkan bahwa setiap manusia di dunia mempunyai "kembaran" jiwa, seperti layaknya kembar identik. Kembar identik atau monozigotik, terjadi saat sel telur yang berhasil dibuahi membentuk satu zigot, namun zigot ini kemudian membelah menjadi embrio yang berbeda. Embrio ini kemudian berkembang menjadi fetusdi dalam kandungan yang sama dan kemudian hari tumbuh menjadi individu berbeda namun berikatan darah.

Serupa dengan kembar identik dimana zigot membelah menjadi dua embrio yang berbeda (atau lebih), dalam konsep "kembaran" jiwa Aristophanes, para dewa membelah manusia menjadi dua insan yang berbeda tidak berhubungan darah namun berasal dari satu raga dan jiwa yang selaras. Mereka merupakan individu berbeda yang memiliki pemikiran, identitas dan raga fisiknya masing-masing.

Kembaran jiwa ini nantinya akan 'menyatu' dan saling melengkapi rasa kehilangan yang mereka rasakan. Mereka akan kembali "utuh" dan bersatu. Konsep pasangan hidup menurut Aritophanes ini merupakan akar dari pandangan monogami, dimana setiap manusia hanya ditakdirkan untuk satu orang yang lain di dunia, atau yang kerap disebut "The One". Ide adanya "The One" ini sebenarnya merupakan produk imajinasi manis yang ditawarkan oleh media dan industri hiburan. 

Media dan dunia hiburan mengindoktrinasi melalui bacaan, tontonan maupun produk hiburan lain yang kerap mengutamakan keromantisan. Berkat indoktrinasi tersebut muncul sebuah persepsi imajiner dimana jodoh adalah cerminan diri. Manusia menganggap dirinya memiliki "kesamaaan" dengan pasangan hidupnya, hal ini berupa kemiripan jasmani, tingkat kedewasaan mental, persamaan latar belakang baik keluarga, lingkungan atau pendidikan bahkan keserupaan sifat, sikap dan tabiat. Namun, proposisi  bahwa jodoh adalah cerminan diri ternyata dapat dijelaskan secara ilmiah.

Pasangan Hidup Merupakan Cerminan Diri ?

Sigmund Freud dalam esai berjudul On Narcissism: An Introduction, menuturkan teori psikologis, dasar manusia dalam memilih pasangan. Pendiri aliran psikoanalisis asal Austria ini menyebutkan adanya teori pilihan objek afeksi. Manusia terbagi menjadi tipe Anaclitic atau Attachment dan tipe Narcissistic,tipe kepribadian inilah yang menentukan pasangan pilihan manusia.

Tipe Anaclitic/Attachment cenderung memilih objek afeksi yang memiliki ketergantungan emosional kepadanya dalam sebuah hubungan. Lelaki tipe anacliticatau attachmentcenderung memilih wanita yang menyediakan kebutuhan mereka (kebutuhan jasmani, rohani maupun emosional), sedangkan wanita tipe ini cenderung memilih pria yang melindungi mereka. Pasangan yang dipilih oleh manusia tipeAnaclitic atau Attachment merupakan cerminan dari sosok orang yang membesarkan mereka. Tipe ini memiliki tendensi Oedipal. Mereka mencari citra seorang ibu atau ayah dari sang pasangan. Sosok orang tua merupakan wujud pemberi afeksi yang tulus, yang peduli terhadap kebutuhan sang anak sekaligus protektif terhadap sang anak.

Lain halnya dengan tipe Narcissistic.Tipe ini cenderung memilih objek afeksi yang bukan merupakan gambaran dari orang lain, namun dari cerminan diri mereka sendiri. Mereka mencari keberadaan "diri" dalam pasangan. Ada beberapa kriteria pemilihan objek afeksi oleh tipe Narcissistic, yakni:

  1. Objek afeksi tersebut merupakan cerminan diri si Narcissistic di masa sekarang;
  2. Objek afeksi tersebut merupakan cerminan diri si Narcissistic di masa lalu;
  3. Objek afeksi tersebut merupakan perwujudan dari "pribadi" yang dicita-citakan/di idam-idamkan si Narcissistic (Si Narcissistic mempunyai keinginan untuk menjadi seperti orang tersebut);
  4. Objek afeksi tersebut adalah seseorang yang pernah menjadi bagian dari diri si  Narcissistic.

Tipe Narcissistic mencari 'ego-ideal' di dalam pasangannya. Ego ideal ini dibentuk dari kombinasi berupa pribadi impian dari diri si Narcissistic (orang yang memiliki segala kehebatan yang diinginkan si Narcissistic namun kehebatan itu tak bisa dimiliki olehnya) yang berintegrasi dengan pribadi orang-orang yang dihormati oleh si Narcissistic. Ketika sang objek afeksi memiliki kesesuaian dengan kriteria si Narcissistic, maka ialah yang akan dipilih menjadi objek afeksi.

Kecenderung manusia memilih pasangan yang 'serupa' dengan dirinya, dapat dijelaskan juga secara biologis. Dalam buku berjudul Anatomy Of Love : A Natural History of Mating, Marriage and Why We Stray, Helen Fisher menemukan bahwa pilihan partner hidup manusia didasari oleh konstelasi sifat dan kepribadian manusia. Personalitas ini berasosiasi secara spesifik dengan sistem kerja otak manusia. Terdapat empat jenis sistem kerja otak yang mendasari kepribadian manusia dan mempengaruhi cara manusia memilih pasangan, yakni sistem dopamine, serotonin, testosterone dan estrogen oxytocin.

Para pria dan wanita yang memiliki kepribadian berkaitan dengan sistem kerja dopamine, cenderung mengalami ketertarikan terhadap orang lain yang juga memiliki sifat dan kepribadian seperti mereka. Pemilik kepribadian ini disebut Explorers atau 'Penjelajah' karena sifat mereka yang kreatif, selalu tertarik akan hal baru, spontan, enerjik dan berpikiran terbuka. Manusia dengan tipe 'Penjelajah' akan mencari pasangan yang juga bertipe 'Penjelajah', karena mereka memerlukan seseorang yang memiliki visi untuk menikmati dunia secara bebas tanpa batasan.

Begitu pula dengan manusia yang memiliki kepribadian berkaitan dengan sistem kerja serotonin, mereka cenderung berpasangan dengan orang lain yang memiliki tipe kepribadian yang sama. Tipe kepribadian ini disebut Buildersatau 'Pembangun', ciri khas tipe ini adalah sifat tradisional, selalu tenang menghadapi segala situasi, dan konvensional. 

Mereka taat terhadap aturan, menghormati otoritas, dan mencintai rutinitas yang terjadwal. 'Pembangun' akan mencari teman hidup yang selaras dengan visi mereka dalam menjalani hidup yakni tipe yang mencintai kepastian dalam hidup, karena mereka menghindari ketidakpastian dalam hidup. Tipe pasangan yang cocok untuk sang 'Pembangun' hanyalah 'Pembangun' yang lain.

Namun ternyata tidak selamanya, manusia memilih pasangan yang merupakan cerminan diri. Secara biologis, terdapat tipe kepribadian yang cenderung memiliki ketertarikan terhadap orang yang 'berbeda' dari dirinya, atau kerap disebut 'opposite attract', ketertarikan yang berlawanan. Dalam 'opposite attract'timbul daya tarik karena adanya perbedaan, layaknya dua kutub magnet yang berbeda, malah saling tarik menarik satu sama lain. 

Orang yang memiliki kepribadian berkaitan dengan sistem kerja testosteronesdan estrogenmerupakan contoh nyatanya. Tipe kepribadian dimana testosterones mendominasi, disebut Directors atau 'Pengarah', dengan sifat dasar skeptis, suka ,menganalisis kompetitif, berpendirian kuat dan berani.  Tipe ini memiliki kemampuan spasial dan matematika di atas rata-rata. Sang 'Pengarah' cenderung mencari pasangan yang memiliki kepribadian berlawanan dari dirinya.

Sebagian besar 'Pengarah' tertarik kepada orang lain yang memiliki kepribadian berkaitan erat dengan sistem kerja estrogen dan neurokimia oxytocin. Kepribadian ini disebut Negotiators atau 'Perunding', karena sifat mereka yang visioner dan berpikiran ke depan, pengertian, pintar berbicara, imajinatif dan ekspresif secara emosional. Sama halnya dengan 'Pengarah', tipe 'Perunding' juga lebih tertarik terhadap tipe kepribadian yang berbeda dari dirinya.

Hal ini membuktikan bahwa tak selamanya jodoh adalah cerminan diri. (MYK)

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun