Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kenali Stres, Kemudian Dikelola

5 Juli 2024   06:30 Diperbarui: 5 Juli 2024   06:31 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama ini kita sering abai terhadap stres. Tanpa adanya stres, tidak akan ada rumah dan lainnya. Bagaimana bisa terjadi stres?

Stres terjadi disebabkan adanya dua gesekan. Gesekan antara keinginan atau harapan dan hasil. Jadi stres adalah energi atau api yang berasal dari gesekan dua hal. Saya ibaratkan bagaimana api bisa terjadi atau muncul?

Api adalah energi yang terjadi karena gesekan dua benda padat. Akibat gesekan ini, timbul percikan api. Demikian juga terjadinya stres; kita ingin sesuatu atau merasa tidak nyaman lagi dengan suatu keadaan yang bisa saja berkaitan dengan kenyamanan. Misalnya : zaman dulu orang tinggal di goa. Dengan keinginan yang semakin berkembang, mereka kemudian memiliki keinginan untuk tinggal lebih nyaman. Akhirnya jadi rumah sebagaimana kita kenal sekarang.

Dengan kata lain, stres adalah energi yang harus dikenal dan kemudian kita mesti mengelolanya. Bila kita bisa mengelola dengan baik, kita akan hancur ditelah stres. Misalnya kita qmengharapkan seorang wanita untuk dijadikan pacar atau pasangan hidup. Dan ternyata cinta kita ditolak. Antara harapan dan kenyataan tidak terwujud, timbul stres. Bila kita tidak mengenal energi ini, kita terbawa oleh kekecewaan karena harapan tidak terpenuhi, kita menuju depresi. Terbawa emosi kekecewaan yang bisa menghancurkan kita.

Bila kita bisa mengenali bahwa energi sebagai sumber energi, maka kita bisa bangkit menggunakan energi tersebut untuk bangkit memberdayakan diri. Sulit?

Memang demikian. Saya menyadari hal ini juga setelah saya belajar dari seorang Guru, Bapak Anand Krishna. Dari beliau saya kenal bahwa stres tidak atau jangan dihilangkan. Yang menjadi petunjuk/inspirasi saya adalah tentang kisah anakan atau bayi salmon. Saat si pedagang membawa ke pasar, banyak anakan salmon mati, lebih dari 30%. Suatu ketika tanpa disengaja ada anakan, hiu kecil terbawa. Si anakan salmon berlarian agar tidak dimangsa si hiu. Sampai tujuan/pasar, salmon yang mati kurang dari 30%. Akibat berraria menghindari anak hiu, salmon kecil tetap hidup.

Oleh karena itu dibutuhkan kesadaran untuk mengenali adanya stres/energi ini. Bila kita bisa mengenalinya, baru kita bisa mengelola untuk menggapai sesuatu yang lebih baik. 

Kita bisa membuat alat komunikasi sebagaimana kita kenal saat ini juga melalui proses panjang. Awalnya juga dari keinginan untuk berkomunikasi dengan orang lain karena adanya jarak. Pada awalnya tercipta telepon rumah, kemudian dorongan stres untuk berhubungan lebih jauh tanpa kabel, tercipta telepon genggam yang sudah kita gunkan saat ini.

Adanya rasa cemas karena takut terhadap sesuatu yang mungkin terjadi, menimbulkan stres. Bila kita bisa menyadari hal ini, kita akan mengelola energi stres untuk berupaya agar kita bisa menghindarinya. Janganlah abai terhadap perasaan cemas, adanya rasa cemas atau khawatir merupakan energi yang mesti dikelola untuk menghindari agar rasa khawatir tidak terjadi. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah : 'Darimana muncul perasaan cemas atau khawatir?'

Rasa cemas atau khawatir terjadi dari pengalaman masa lalu. Adanya memori buruk ini, bisa dari pengalaman sendiri atau mendengar dari pengalaman orang lain memicu munculnya perasaan tersebut. Inilah yang sebutkan "Sampah Emosi".

Sampah emosi bisa masuk atau direkam dalam memori kita karena pergaulan atau dari yang kita lihat, dengar, atau sentuhan dengan orang lain. Semuanya tersimpan tanpa disadari di dalam memori kita. Saya pernah mengulasnya dalam artikel sebelumnya tentang kemampuan air menyerap atau menyimpan segala hal yang pernah tersentuh. Kaitkan bahwa asal nasal kita adalah sperma dan sel telur. Keduanya merupakan cairan, sehingga tidak mengherankan bahwa manusia memiliki kemampuan menyerap segala emosi. Pikiran yang sebagian besar cairan memiliki kemampuan menyerap sangat besar.  

Pemahaman tentang kemampuan untuk menyimpan segala hal yang sangat mungkin tidak kita butuhkan mesti kita sadari. Agar cara berpikir kita bisa lebih jernih, maka segala sampah yang merugikan harus dibersihkan. Cara pembersihannya dengan latihan meditasi, bukan meditasi. Karena yang saya kenal dengan meditasi adalah hidup secara sadar. Dalam arti bahwa jangan sampai perbuatan kita menyakiti orang lain. 

Ingatlan pesan para suci : 'Perlakukan orang atau makhluk lain sebagaimana dirimu ingin diperlakukan.' Dengan cara ini, pelatihan meditasi, kita baru bisa merasakan empati, bukan simpati.

Empati adalah bisa mengerti kebutuhan orang lain. Dengan memahami hal tersebut, kita baru bisa memberikan bantuan yang dibutuhkan orang tersebut.

Simpati kita terlarut daam emosi seseorang, bahayanya yang kita berikan bisa merugikan orang tersebut. Karena kita merasa kasihan, bukan kasih.  

https://www.kompasiana.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun