Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Si Pengamat Pikiran

2 Juli 2024   06:30 Diperbarui: 2 Juli 2024   11:57 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pikiranmulah sumber kekacauan di bumi ini, oleh karena itu selalu amati pikiran. Lantas, siapakah si Pengamat Pikiran? Pertanyaan ini begitu penting dan mendasar untuk mengungkapkan jati diri.

Pikiran inilah setan sesungguhnya. Namun tanpa ada pikiran kita tersesat, bingung? Banyak orang bertanya, jika pikiran diamati, lantas siapa yang mengamatinya.

Pada umumnya orang tidak sadar bahwa ketika seseorang menyebutkan 'Aku', ia sendiri tidak pernah terpikirkan, siapa 'aku'. Selama ini banyak orang menunjuk namanya sebagai aku. 'Aku Polan, artinya saat itu Aku sedang berperan sebagai Polan. Mari kita kembali ke kalimat pertama, amati pikiranmu. Berarti 'aku' bukan pikiran. 'Aku' lah si pengamat pikiranku.

Penggalian ini sangat penting dilakukan. Apabila dalam kehidupan ini kita tidak menapak di jalan pencaharian jati diri, betapa jauhnya penyimpangan dari tujuan manusia dilahirkan. Inilah kesalahan fatal. Inilah arti ayat dalam satu kitab suci yang diwariskan seorang nabi disebutkan: "......manusia dalam keadaan merugi". 

Tepat sekali pernyataan bahwa merugilah manusia jika dalam kehidupan ini tidak juga memahami makna kata ini. Mereka mengartikan kalimat merugi dengan pemahaman yang sangat berbeda. Bagi saya jelas. Yang disebut merugi adalah tidak memahami tujuan kelahiran kita saat ini.  Dengan kata lain, artinya sang 'aku' tidak bisa kembali menyatu dalam kemurnian Sang Sumber Agung. Permasalahannya sangat jelas.

Semestinya, saat manusia mati, jiwa bisa kembali ke Sang Sumber. Sayangnya 'aku' yang dulunya murni sebagai sempalan atau percikan Sang Sumber Agung masih dibelenggu atau terpenjara dalam pikirannya. Selama 'aku' masih terpenjara dalam emosi, pikiran apalagi kesadaran badan, selama itu pula 'aku' masih harus mengembara di dunia. Banyak sudah para suci turun untuk mengingatkan kemuliaan dari 'AKU'. Tetapi setan pikiran selalu saja menghalangi upaya pencaharian jati diri.

'Aku' harus melepaskan pakaian dunia. Harus lepas dari identifikasi sebagai si A, B, dst sampai Z. Pengaruh lingkungan yang mendidik dirinya sebagai A sampai si Z. Saat lahir saja ia tidak punya agama. Orang tuanya memberikan agama. Ia sendiri tidak bisa memilih. Ia beragama karena pilihan orang tua. Ia tidak memiliki kebebasan memilih. 

Kebanyakan orang tua yang tidak tahu perannya. Karena memang banyak orangtua tidak sadar akan tujuankelahiran. Sehingga bisa memberikan arahan tepat bagaimana pembebasan jiwa sang anak. Si orang tua juga diajari oleh kakek si anak. Tampaknya kesalahan dari lingkungan. Bagaimana bisa terjadi? Semua telah menjadi suatu sistem yang memang dikacaukan Keberadaan. Tapi apa memang demikian?

Tidak juga. Semua sudah menjadi suatu keteraturan alam. Keluhan dan caci makimu tidak akan berguna. Semakin merugikan perjalanan jiwamu. Sekarang pikirkanlah bahwa ada sesuatu energi yang mengatur tatanan sistem yang maha rapi. Pernahkah terpikir oleh kita bahwa dunia ini yang ada hanya perubahan? 

Dan tampaknya perubahan itulah keabadian. Jika saja kita mau melihat bahwa kita sangat tidak berarti di alam jagat raya yang sangat luas ini, kita bisa menundukkan ego.

Adalah berkah Sang Kebaradaan bahwa ada suatu mekanisme quantum sehingga memungkinkan kita yang lupa terlepaskan dari jebakan mati-lahir terus menerus tanpa henti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun