Saya dulu tidak memahami makna istilah, 'Mati Sakjroning Urip'; "Matilah Semasa Masih Hidup' Bagaimana mungkin?
Setelah saya mengikuti meditasi di Anand Ashram yang didirikan oleh Guruji Anand Krishna sejak tahun 2001, saya sedikit demi sedikit memahami pepatah Jawa di atas.Â
jangan begitu terganggu dengan istilah Guruji. Karena ini merupakan istilah untuk penghormatan, artinya : 'Tuan Guru' atau Bapak Guru. Itu saja, bukan merupakan panggilan istimewa. Karena memang saya juga mengerti tentang arti Guru dari beliau. Guru berarti seorang yang memberikan penerangan, baik dalam istilah pengetahuan maupun dalam hal lain. Butuh kah kita seorang Guru?
Wah sangat butuh. Sejak kecil bila tidak ada yang mengajari bagaimana cara cebok, kita tidak akan bisa sendiri. Membaca pun kita butruh seorang guru untuk mengajari. Bahkan berjalan pun harus ada yang memberitahu. Beda dengan hewan, mereka bisa jalan tanpa bantuan seseorang. Apalagi untuk mendapatkan PENGETAHUAN SEJATI; pengetahuan tentang diri sejati. Mungkin ada yang membantah, kita ga butuh pengetahuan sejati.
Sayangnya, hanya seseorang yang tidak mau terjebak dalam dunia benda yang butuh seorang Guru Sejati. Bagi saya, bila tidak ada seorang Guru Sejati, maka saya akan terjebak dalam dunia benda yang serba ilusif. Semua benda tidak bersifat abadi, sesaat ada di saat lain akan lenyap.Â
Pengetahuan tentang diri sejati sangat dibutuhkan oleh mereka yang memahami identifikasi kepalsuan diri. Banyak orang yang sangat mengidentikan dirinya dengan gelar. Ia bisa memburu gelar sepanjang hidup. Banyak pengetahuan yang dikumpulkan, namun semuanya bisa hilang dalam sekejap. Mungkin banyak yang tidak percaya, bagaimana bila orang tersebut mengalami benturan di bagian kepala yang mengganggu syaraf otak? Semua pengetahuan yang diperoleh dari bangku kuliah bertahun-tahun terlupakan semuanya.
Demikian pula segala harta benda, kecantikan, dan ketampanan bisa hilang dalam sesaat. Bayangkan bila kita memburu materi sepanjang hidup, ada senang karena terpenuhi, saat barang tersebut hilang, kita menderita. Keterikatan terhadap suatu benda atau meteri bisa membuat kita menderita.
Dengan memahami pengetahuan sejati, kita bisa tetap fokus kepada Hyang Maha Membahagiakan, Tuhan Rahmat Alam Semesta yang memberikan kehidupan.
Percikan Dia yang bersemayam dalam setiap manusia yang membuat kita hidup. Keinginan yang digerakkan dari pikiran serta perasaan membuat kita menderita. Keinginan untuk membandingkan antara kita dan tetangga membuat kita irihati atau marah atau cemas, da lain sebagainya. Perasaan seperti ini membuat kita hidup daam penderitaan.
Dari mana muncul keinginan?
Dari pikiran dan perasaan; inilah yang sebutkan sebagaimana MIND, pikiran dan perasaan. Bagaimana keterkaitanna dengan 'Matilah Semasa Masih Hidup?'
Sangat mudah, matikan keinginan. Dengan kata lain, kita harus melampaui MIND. Mungkin kah?
Sesering mungkin kita hidup dengan cara tidak terikat pada materi. Dengan kata lain, kita berupaya mengurangi pergaulan dengan mereka yang hanya memikirkan materi. Ternyata pergaulan ini sangatlah penting. Karena adanya pergaulanlah, kita terhubung. Dengan kata lain, kita dalam frekuensi yang sama.
Bergaul lah dengan mereka yang memahami tentang kesejatian diri. Saya tahu, memang sulit bila belum memahami tujuan kehidup an atau kelahiran. Namun demikian, bila tidak mau hidup dalam pederitaan, ya hanya dengan cara 'Matikan keinginan semasa masih hidup.'
Ini yang akan membuat kita terbebaskan dari keterikatan. Ketika sang dewa kematian tiba, kita masih banyak obsesi atau keinginan ataupun kepemilikan terhadap dunia, wah membuat kita menderita sekali. Mungkin sekali, perasaan sakit saat akan meninggal disebabkan perasaan keterikatan ini. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H