Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Berlindunglah pada Yang Berkuasa

20 Maret 2024   06:30 Diperbarui: 20 Maret 2024   06:52 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : https://greatmind.id/

Inilah inti dari nasihat yang disampaikan oleh leluhur Nusantara Dalam buku Niti Sastra, Serat Niti Sastra dituliskan oleh Sultan Agung mengandung petal yang tidak lekang jaman. 

Dalam buku yang berjudul Kebijaksanaan Klasik Bagi Manusia Modern by Anand Krishna, salah satu buku yang bertujuan untuk mereaktualisasikan kebijaksanaan klasik dari Serat Niti Sastra, dituliskan sebagai berikut: 

Seorang manusia tak dapat hidup tanpa sahabat;

bila harus mencari perlindungan, berlindunglah pada yang berkuasa.

Menarik sekali........

Anand Krishna memberikan makna yang amat sangat berbeda pada kata '......yang berkuasa'

Karena bila mengacu pada pemahaman umum, yang dimaksudkan dengan seseorang yang berkuasa, adalah mereka yang memiliki kekuatan untuk mengatur segala hal. Mungkin berkuasa mengatur ini dan itu dengan sumberdaya yang dimilikinya. Misalnya berkuasa karena jabatan atau harta benda. Banyak kita ketahui dari sekitar kita. Mereka yang berkuasa menentukan peraturan karena duduk dalam suatu sistem. Atau berkuasa karena hartanya berlimpah sehingga bisa menentukan kebijakan tertentu sesuai keinginannya.

Seperti itulah kata 'yang berkuasa' secara umum....

Bagi seorang Anand Krishna : 'Kata "berkuasa" di sini haruslah diartikan sebagai "kekuasaan yang adil dan beradab".

Yang dimaksudkan dengan seseorang yang berkuasa adalah mereka yang sudah bisa menguasai segala nafsu dalam dirima sendiri, barulah seseorang memiliki kemampuan untuk berbuat atau bertindak dengan adil. Karena mereka yang bisa menguasai nafsu yang menjadi musuh bagi manusia, yang pertama dilakukan Adalah mengadili diri sendiri. Inilah sifat seorang pemimpin yang ideal.

Sifat kepemimpinan seperti ini membuktikan bahwa dia telah berada pada ranah pikiran dengan alat neocortex, intelegensi/budhi. Mereka mengutamakan atau mengedepankan kemanusiaan dalam menentukan tindakannya. Senantiasa memikirkan kepentingan umum daripada kepentingan kelompok atau golongannya.

Perbuatan adil muncul dari orang yang berkuasa mengendalikan keinginan, ia bertindak berdasarkan kebutuhan, bukan berlandaskan keinginan. 

Para suci bisa memiliki sifat kasih dalam segala pikiran, ucapan sert tindakan disebabkan mereka berkuasa untuk mengendalikan segala nafsu keinginannya. Mereka sadar akan adanya hukum alam 'SEBAB-AKIBAT' yang diimplementasikan dalam tindakan berlandaskan : 'Perlakukan orang lain sebagaimana dirimu ingin diperlakukan.'

Sifat Kasihlah yang membuat seseorang menjadi adil dan juga memiliki adab. Mungkin sederhananya; bila kasih kita maknai dengan memberi, akan lebih mudah dipahami. Rela berbagi atau memberi segala hal, termasuk mengorbankan/memberikan kepentingannya sendiri, demi sesuatu yang memberikan manfaat bagi masyarakat umum. 

So, yang dimaksudkan dengan 'yang berkuasa' adalah kuasa dalam mengendalikan nafsu angkara murka demi kenyamanan indrawi. Seseorang yang demikianlah yang disebut penguasa yang sesungguhnya, bukan karena memiliki harta berlimpah dan power atau kekuatan yang dianggap luar biasa. 

Keberlimpahan harta dan kekuatan untuk 'menguasai' orang hanya membuktikan bahwa mereka sesungguhnya masih miskin dan ingin pengakuan. Singkat kata, mereka masih lapar pujian dan sanjungan.

Sungguh warisan budaya luhur dari leluhur Nusantara, buku sejenis inilah yang mestinya diulas dan digunakan sebagai dasar pendidikan di sekolah-sekolah negeri ini. Buku yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan sehingga bisa membentuk manusia yang berkarakter dan unggul di masa depan.

Bumi ini bisa tetap dilestarikan oleh mereka yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan dalam segala perbuatannya. 

  

https://greatmind.id/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun