Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Betulkah Para Suci, Rasul, ataupun Nabi Bisa Tanpa Belajar?

24 Februari 2024   06:30 Diperbarui: 24 Februari 2024   08:42 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepertinya tidak....

Adalah suatu pemahaman yang kurng tepat (bagi saya), bila ada yang bisa secara tiba-tiba......

Mungkin banyak orang percaya ada seorang yang sakti atau kebal mendadak, sayangnya hal ini tidak selaras dengan proses alam. Tidak satu pun di alam ini muncul dengan tiba-tiba. Demikian juga para suci yang berhubungan dengan kekuatan-kekuatan alam, sakti atau bisa melakukannya keajaiban.

Kita untuk bisa belajar membaca dan menulis saja harus belajar. Jangankan membaca dan menulis, untuk bisa jalan pun kita mesti ada yang mengajari. Lain dengan hewan, mereka tidak perlu belajar. Begitu lahir langsung bisa berdiri dan berjalan. Kita manusia? Perlu belajar dulu. Inilah proses alami sebagai manusia.

Para sufi atau para Guru di wilayah India atau Nusantara juga mesti melalui tahapan belajar. Bahkan mungkin melalui beberapa kali kehidupan. Proses lahir dan mati merupakan cara belajar di sekolah semesta. Janganlan berpikir bahwa mereka tidak belajar pada setiap kehidupan. Segala pembelajaran di satu kehidupan tidak akan hilang. Mereka tersimpan secara rapi di file memori. Ketika di kelahiran berikutnya, mereka tinggal melanjutkan ke kelas yang lebih tinggi. Alam semesta ini bagaikan gudang penyimpanan file setiap pikiran atau mind. Tidak satu pun yang hilang dari file pikiran seseorang. makanya begitu lahir kembali, terkadang kita sering belajar atau mendengar sesuatu tidak heran. Pengalaman saya sendiri pun demikian. Oh ya, dan saya bisa menerima. Dengan kata lain, sesungguhnya kita pernah belajar di masa lalu atau mungkin bisa dikatakan kita sudah memiliki referensi, sehingga kita dengan mudah menerimanya.

Sekarang tergantung kita sendiri, mau atau tidak melanjutkan sesuatu yang pernah kita pelajari pada kehidupan berikutnya di masa kehidu[pan sekarang. Menurut pendapat saya pribadi, hanya ketika kita memiliki tubuh/otak kita bisa meningkatkan pembelajaran ke tingkat yang lebih tinggi. Dengan pemahaman ini, bukan kah berkah dari alam semesta kehidupan yang diberikan saat ini? Suatu peluang emas untuk meningkatkan kelas yang lebih tinggi. Inilah sebabnya mesti ada seorang pembimbing Guru yang hidup untuk menjadi penuntun atau mentor dalam perjalanan spiritual. 

Mengapa dibutuhkan seorang pemandu?

Pada bagian depan sudah saya singgung bahwa untuk cebok pun. kita mesti belajar. Apalagi untuk melakoni perjalanan spiritual. Mungkin ada yang menjawab, 'Kita bisa berhubungan dengan Guru yang ada di dalam diri kita'kan'

Sayangnya, perkataan ini muncul dari pikiran. Dan segala sesuatu yang muncul atau berasal dari pikiran adalah ego. Dan sifat ego adalah 'merasa' paling pintar. Inilah jebakan dunia maya......

Betul kah kita bisa mendengar suara NURANI? Sama sekali tidak bisa, karena pikiran kita penuh sampah sehingga tidak bisa mendengar dengan jernih. Ibarat danau yang keruh, pikiran kita juga keruh dengan sampah emosi, sehingga tidak bisa melihat jernih dasar danau yang sesungguhnya banyak mutiara dan batu berharga. Belum percaya?

Silakan saja tutup mata, dan amati pikiran kita. Apa yang kita lihat? Butuh keberanian untuk membuka diri.....

Segala hal yang persah kita lihat di bumi ini. Dengan kata lain, kita tidak mampu melihat mutiara di dasar dana pikiran. Bahkan terkadang sulit untuk menutup mata sekejap pun. Karena kita takut pada saat menutup mata ada yang melakukan ini dan itu. Kegelisahan saat menutup mata hanyalah bukti kita tidak memiliki kemampuan untuk melihat Dia yang ada dalam diri kita. Dia tidak ada di luar, sesungguhnya Dia berada menyatu dengan diri kita, kala tidak ada Dia Hyang Maha Hidup, memang kita bisa hidup? 

Pikiran kita adalah hijap atau pembatas pertemuan dengan Sang Aku yang tidak pernah terpisahkan. Dengan kata lain, sesungguhnya kita sudah manusnggal. Yang dibutuhkan adalah menyadari kehadiran-Nya. Untuk itu, ego memang harus dibunuh. Ego tewas, Dia eksis. Ini juga pesan para Sufi dan Nabi atau Rasul...........  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun