Tak terasa malam sudah datang. Rakyat Kerajaan Mantang sibuk mempersiapkan acara kremasi bagi sang raja. Para pendeta kerajaan berdoa dan membakar kemenyan dan dupa di sekitar lokasi persemayaman jasad raja.
Keluarga raja pun duduk bersimpuh mengelilingi jasad raja yang ditaruh di atas dipan berukir kayu jati. Setelah itu mereka beristirahat sambil menunggu pagi tiba.
Pagi pun tiba. Suara kokok ayam bersahutan dan suasana pagi sangat cerah. Alun-alun kerajaan sudah dipenuhi ribuan rakyat Kerajaan Mantang yang datang setelah mendengar pengumuman mengenai mangkatnya sang raja.
Jasad sang raja diletakkan di atas tempat pembaringan terakhir yang dibuat dari tumpukan kayu-kayu yang disiapkan untuk mengkremasi jenazah raja. Di sekelilingnya, sesajen berupa buah beraneka jenis seperti apel, rambutan, pisang diletakkan. Ada juga badan babi yang diguling, ayam hitam sudah disiapkan. Tidak lupa canang yang terdiri dari bunga berbagai rupa disiapkan.
Pendeta yang sejak raja meninggal masih terus membaca doa dengan harapan arwah sang raja senang di alamnya yang baru dan masuk nirwana.
Keluarga kerajaan, menteri, para panglima kerajaan sudah berkumpul dan bersiap dilakukan pengkremasian.
Setelah melalui prosesi keagamaan, istri Raja Santana Ambarwati bersama Putri Faradila membawa kayu yang ujungnya terbakar api dan menyulutnya ke tumpukan kayu tempat jenazah Raja Santana berada.
Air mata keduanya dan keluarga kerajaan lainnya tak terbendung. Mereka menyaksikan bagaimana sang raja yang dihormati sudah kembali menghadap Tuhan.
Selesai dikremasi, keluarga pun menggumpulkan abu sang raja dan menaruhnya dalam kendi yang sudah disiapkan khusus. Setelah itu, keluarga diiringi keluarga kerajaan membawa kendi tersebut ke air terjun Aik Bukaq dan menabur abu pada aliran air yang mengalir deras. Dari alam kembali menyatu dengan alam. (BERSAMBUNG)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H