Mohon tunggu...
margie tumewu
margie tumewu Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kontemplasi AHY dalam Merawat Kebhinnekaan

18 Januari 2018   20:35 Diperbarui: 18 Januari 2018   21:28 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini, sosok Agus Harimurti Yudhoyono atau yang sering disapa AHY, kerap menjadi perbincangan di kalangan anak muda, pasca majunya AHY di pertarungan Pilkada DKI 2017 lalu. Ada beberapa point yang menjadi perbincangan mereka, selain usianya yang masih terbilang muda, perawakannya yang gagah dan ganteng, dan istrinya yang berparas cantik.

Yakni, karir militernya yang cemerlang dan sayang untuk dilepas; bagian dari trah Yudhoyono; dan sikapnya yang tidak pernah terjejak dalam mencibir pihak lain, termasuk kepada lawan-lawannya dalam ajang Pilkada DKI kemarin.

Bahkan sebaliknya, dirinyalah yang kerap dicibir, dibully dan mendapat perlakuan tak adil dari orang yang bisa kita sebut sebagai lawan politik AHY. Masih segar dalam ingatan, bagaimana lawan-lawan politiknya ikut mendelegitimasi dirinya yang berpasangan dengan Sylviana Murni dengan menghadirkan mantan Ketua KPK, Antasari Azhar.

Juga bagaimana lawan politiknya berusaha menjegal sepak terjangnya, dengan memainkan lembaga kepolisian untuk memeriksa suami dari Sylviana Murni, walau kasusnya saat belakangan ini terhenti tak tentu rimbanya.

Upaya lawan-lawan politiknya jelas mempengaruhi elektabilitas AHY yang di awal-awal meraih elektabiltas cukup tinggi. AHY-Sylviana Murni harus rela beroleh suara 17%. Hasil yang saya yakin, membuatnya shock. Tampak sekali gesture tubuhnya, juga raut wajahnya yang memperlihatkan bagaimana seorang AHY terpukul dengan perolehan suara yang diraih.

Hal itu terlihat tatkala pada sore hari pencoblosan, di saat quick count menampilkan siapa pemenang Pilkada DKI, AHY dengan gentle mengakui kekalahannya lewat pidato politiknya, dan mengucapkan selamat kepada sang pemenang.

Banyak pihak yang menilai, pidato politik AHY adalah langkah berani yang banyak mendapat pujian, karena jarang dilakukan para kandidat yang bertarung.

Pasca pidato politiknya itu, dirinya sempat menghilang. Dan publik kemudian dikejutkan dengan ramainya pemberitaan AHY, yang mengisi kuliah umum di beberapa kampus di Sumatera, dengan mengusung tagline "Indonesia Emas 2045". Terlihat nyata, ada perubahan dalam dirinya.

Kematangan sikapnya makin terlihat dengan kehadirannya di Istana Negara, menemui Presiden Joko Widodo dan putranya, Gibran Rakabuming Raka pada Kamis, 10 Agustus 2017. Di situ, AHY hadir dalam rangka meminta restu Jokowi, untuk menghadiri peluncuran The Yudhoyono Institute. Lembaga sosial yang dinakhodai langsung dirinya.

Selain Presiden Jokowi, Gibran merupakan salah satu tamu undangan. AHY juga mengundang putra-putri Presiden RI, seperti Tommy Soeharto, Guruh Soekarnoputra, dan Yenny Wahid, yang didatangi AHY secara bertatap muka langsung.

Untuk melihat apa visi, misi, program dan aktivitas The Yudhoyono Institute, bisa kita lihat di http://theyudhoyonoinstitute.org

Selepas itu, publik terus diramaikan dengan pemberitaan AHY di sejumlah media terkait kehadirannya dalam kuliah umum di sejumlah kampus di pelosok negeri. Yang pasti, kemunculan lembaga tersebut membuat langkahnya semakin fleksibel menjangkau anak muda di berbagai kampus, untuk ikut membangkitkan semangat pemuda dalam menggapai "Indonesia Emas 2045".

Bagi saya, lewat The Yudhoyono Institute, AHY mampu 'memoles' dirinya tidak saja menjadi lebih matang, namun juga lebih terukur.

Tolak ukurnya saat publik kembali dikejutkan dengan kehadirannya dalam pelantikan Gubernur dan Wakil gubernur terpilih, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno di Istana Presiden (16/10/2017). Di situ, AHY tegar mengucapkan selamat kepada keduanya. (Lihat: Agus Yudhoyono Ucapkan Selamat Kepada Anies-Sandi )

Langkah catur AHY tidak hanya itu. Publik kembali dikejutkan saat AHY menemui Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, sehari setelah kehadirannya di pelantikan Anies-Sandi (17/10/2017). (Lihat: Temui Ahok di Mako Brimob, Agus Yudhoyono Berbagi Cerita dan Doa )

Dari dua langkah tersebut, apa yang diraih AHY? Pujian terhadap dirinya kembali bergema. Publik merespon dengan memberi applause terhadap langkah briliant AHY, yang dianggap berhasil move on dari sepak terjang Pilkada DKI yang mengharu biru, dan masih terasa hingga kini.

AHY dipuji karena membawa 'suasana dingin' usai panasnya pertarungan Pilkada DKI yang menggunakan segala daya upaya dan cara untuk saling menjegal. Termasuk memainkan isu SARA yang bahkan hingga kini masih terasa. Dan AHY dianggap sebagai salah satu simbol yang menjadi pemersatu.

Tak heran jika sikap dan langkah yang diambil AHY itu, Kantor Berita Politik Rakyat Merdeka Online (RMOL) mengganjar AHY dengan "Democracy Award", lewat acara bertajuk "Malam Budaya Manusia Bintang" pada 29 Juli 2017 lalu.

Kantor Berita Politik RMOL menilai, AHY sebagai tokoh muda di dunia politik telah berkontribusi penuh mewujudkan demokrasi Indonesia yang baik di Pilkada DKI Jakarta.

Dalam pidato politiknya pada acara tersebut, AHY mengutip sebuah kalimat bijak dari Mahatma Gandhi tentang keberagaman: "Our ability to reach unity in diversity will be the beauty and the test of our civilization".

'Kalimat itu dapat dimaknai bahwa sesungguhnya kemampuan kita untuk dapat bersatu dalam perbedaan dan kemajemukan, akan menentukan seberapa tinggi peradaban bangsa Indonesia, hari ini dan selamanya," urainya malam itu.

Masih menurut AHY, Bangsa Indonesia ditakdirkan sebagai bangsa besar yang sangat majemuk. Sulit mencari bandingannya: 17 ribu lebih pulau, terbagi ke dalam tiga zona waktu, tergelar dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau Miangas sampai Pulau Rote, di mana dihuni oleh 250 juta jiwa dengan beragam latar belakang suku, etnis, agama dan budaya. Itu semua tentu melahirkan kemajemukan dalam perspektif atau cara pandang dan keyakinan atau belief.

Menurut AHY, kemajemukan seperti dua sisi mata pedang: di satu sisi, kebhinnekaan secara natural akan menjadi sumber komplikasi dan persoalan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; di sisi lain, jika kebhinnekaan tersebut dapat dirawat dan dikelola dengan baik, maka ia akan menjadi sumber kekuatan yang dahsyat.

Usai pidato tersebut, peserta yang hadir menghadiahinya dengan standing applause.

Namun yang nyata, dari sikap dan perilaku yang diambilnya sejak proses Pilkada DKI hingga saat ini, wajar jika saya menilai bahwa AHY adalah salah satu pihak yang ikut berperan dalam merawat kebhinnekaan.

Semoga Tuhan Yang Maha Pemurah terus melindungi republik ini dari gangguan dan ancaman terhadap kebhinnekaan...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun