Kapan Pelajar Butuh Tidur Dan Terjaga?
Pentingnya menyusun Goldilocks Day untuk anak dan remaja usia sekolah di Indonesia
Untuk membuat pelajar menjadi sehat, bahagia dan cerdas, bagaimana baiknya mengatur penggunaan waktu dalam satu hari (24 jam)? Jika sebagian besar waktunya dihabiskan di sekolah, apakah artinya Guru harus banyak mendampingi pelajar menghabiskan waktu duduk belajar di kelas? Lalu apa yang harus dilakukan setelah pulang sekolah?
Dalam satu hari, di mana setiap jamnya digunakan untuk melakukan berbagai aktivitas hidup secara tepat dan proporsional (tidak kurang, tidak lebih, tapi pas) - optimasi penggunaan waktu, disebut sebagai Goldilocks Day.
Banyak riset berusaha mengidentifikasi goldilocks day, dan jawabannya ternyata menggunakan formulasi matematika. Tulisan ini menjelaskan mengapa pendidikan di Indonesia perlu memiliki formula goldilocks day.
Kebutuhan kesehatan pelajar
WHO (2020) telah mengeluarkan panduan umum yang perlu digunakan oleh pemerintah berbagai negara anggota PBB untuk menyusun aturan dan sistem penggunaan waktu optimal bagi masyarakatnya.
Anak dan remaja (usia 5-17 tahun) disarankan bergerak aktif dengan intensitas sedang-berat sekitar 60 menit per hari (misal bermain dengan bergerak dan berlari hingga berkeringat), bergerak ringan selama beberapa jam sehari, dan melakukan aktivitas aerobik tiga kali seminggu (misal main bola, lompat tali), dan mengurangi waktu yang dihabiskan untuk aktivitas pasif atau kurang/sedikit gerak seperti duduk/diam (sedentary). Waktu pasif disarankan dikurangi, dan screentime dikendalikan agar tidak lebih dari 2 jam sehari.
Rekomendasi ini disusun dari hasil riset yang menemukan bahwa anak-remaja aktif akan lebih sehat, rendah resiko mengalami depresi dan gangguan kardiovaskuler, serta lebih fokus belajar.
Panduan goldilocks day juga telah dikembangkan sebelumnya di tingkat negara. Kanada dan Australia telah mengembangkan panduan penggunaan waktu optimal dalam sehari, dari tidur, terjaga dan pelaksanaan aktivitas dalam sehari untuk seluruh tahapan usia (balita, anak hingga remaja, dan dewasa hingga manula). Terkait tidur, anak usia 5-13 tahun disarankan tidur tanpa gangguan selama 9-11 jam, sedangkan remaja usia 14-17 tahun perlu 8-10 jam. Namun agar optimal, tidur harus dilakukan secara rutin; dari jam memulai tidur hingga bangun paginya, juga disertai kebiasaan menghentikan screentime minimal 1 jam sebelum jadwal tidur.
Perlu dipahami juga, jadwal tidur dan terjaga manusia dipengaruhi ada tidaknya cahaya - durasi dan intensitas cahaya yang diterima oleh mata (circadian photoreceptor); sebagai akibatnya manusia akan lebih aktif ketika adanya cahaya dan menjadi lebih mengantuk ketika cahaya kurang/gelap (Dijk dkk. 2002). Orang biasanya akan kepayahan ketika harus merubah jadwal tidur-terjaganya menjadi tidak sesuai dengan jadwal gelap-terang, karena jam tubuh manusia dikendalikan secara biologis.
Formula Goldilocks Day
Di Australia, salah satu kajian di Centre of Research Excellence in Global Adolescent Health yang dipimpin oleh Dot Dumuid dan tim (2022) meneliti lebih dari 1100 remaja usia 11-12 tahun dan berhasil menyusun rumus penggunaan waktu optimal yang efektif meningkatkan belajar, kesehatan dan kesejahteraan psikologis, yaitu: 1,5 jam aktivitas fisik intensitas menengah-berat, 9,7 jam aktivitas sedikit gerak, 2,5 jam aktivitas fisik ringan, dan 10,4 jam tidur per hari.
Mereka juga merumuskan strategi untuk meningkatkan 3 elemen penting dalam hidup remaja: kemampuan berpikir, kesehatan fisik, serta kesehatan mental.
Untuk mencapai optimalisasi kognitif, remaja akan membutuhkan tidur sekitar 9,5 jam, aktivitas sedikit gerak sekitar 12 jam, aktivitas fisik ringan 2 jam dan aktivitas fisik menengah-berat 0,5 jam per hari.
Demi kesehatan fisik optimal, remaja perlu tidur cukup sekitar 10 jam, aktivitas sedikit gerak 9 jam, dan lebih banyak bergerak secara fisik (3 jam instensitas ringan dan 2,5 jam intensitas menengah-berat).
Sedangkan agar kesehatan mental optimal, tidur 11 jam, aktivitas kurang gerak 8,5 jam, aktivitas fisik ringan 2,5 jam dan 2 jam aktivitas fisik intensitas menengah-berat per hari.
Semuanya menunjukkan betapa pentingnya waktu yang cukup untuk tidur dan beraktivitas fisik bagi pelajar.
Tiga formula ini sebenarnya menggambarkan variasi perilaku sehat remaja karena adanya perbedaan fokus capaian. Remaja yang lebih berfokus pada kemampuan kognitif akan menghabiskan waktu duduk belajar lebih banyak tapi kurang aktif secara fisik. Sedangkan remaja dengan orientasi memperkuat fisiknya akan membutuhkan lebih banyak waktu untuk bergerak aktif.
Kesehatan mental remaja juga sangat dipengaruhi oleh kualitas tidur dan aktivitas fisik. Riset Kriminologi oleh Mears (2022) menemukan remaja yang kekurangan atau kelebihan tidur rentan terlibat dengan perilaku kenakalan remaja.
Yang menarik, berbagai riset menemukan penerapan pola hidup aktif tampak signifikan menurunkan resiko gangguan mental dan meningkatkan kesejahteraan psikologis.
Bukan hanya jadwal tidur-terjaga, makanan yang masuk ke tubuh juga penting. Kita memahami bahwa bagaimana seseorang menghabiskan waktu hariannya dan apa makanan yang dikonsumsinya akan sangat menentukan kesehatannya.
Orang yang sehat secara fisik biasanya akan lebih aktif bergerak, tidur cukup, makan buah dan sayur, serta mengurangi mengemil dan minuman manis.
Semua elemen perilaku kesehatan ini saling mempengaruhi satu sama lain (codependent). Ketika seseorang merubah satu aspek perilaku kesehatan, maka akan berdampak pada aspek kesehatan lainnya.
Tapi juga perlu diingat, one size does not fit all. Maka, kita perlu memahami variasi cara mencapai kesehatan.
Dumuid menemukan bahwa untuk mencapai tingkat kesehatan tertentu, perubahan pada satu perilaku dapat dikompensasi dengan penambahan atau pengurangan aspek perilaku lainnya.
Ada beberapa alternatif untuk mengoptimalisasi kesehatan fisik. Misalkan, orang yang tidurnya berkurang harus mengimbangi dengan memperbanyak makanan sehat (kurangi mengemil dan minuman manis); menambah waktu untuk beraktivitas fisik, momen pribadi/saat teduh, dan mengerjakan tugas sekolah; dan mengurangi waktu screentime, bersosialisasi serta merawat diri.
Dari riset ini, mereka juga membuat aplikasi gratis yang bisa digunakan orang untuk merancang perubahan perilaku sehatnya (https://tystan.shinyapps.io/behaviourchange/).
Bagaimana di Indonesia?
Dapat dipahami bahwa formula goldilocks day disusun dengan menggunakan pendekatan riset, juga perlu mengapresiasi variasi perilaku sehat, serta menyesuaikan dengan kondisi dan situasi konteksnya.
Panduan goldilocks day sangat penting untuk bisa dikembangkan saat ini di Indonesia, terutama agar digunakan sebagai pedoman perancangan kegiatan anak-remaja usia sekolah di sekolah dan di luar sekolah (termasuk di keluarga dan komunitas).
Dimulai dari dunia pendidikan, sekolah perlu mampu merancang berbagai aktivitas belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan mempertimbangkan proporsi jam bergerak dan duduk pasif, serta memastikan terpenuhinya variasi gerak dari intensitas ringan, menengah hingga berat.
Selain itu, dunia pendidikan perlu lebih sadar mengakomodasi hubungan yang saling mempengaruhi antara perilaku sehat dengan proses belajar akademik.
Untuk mampu belajar, setiap pelajar bukan hanya membutuhkan kurikulum dan fasilitas belajar, tapi juga perlu didukung dengan pengembangan kemampuan pengelolaan waktu untuk mencapai kesehatan diri-dari pola hidup aktif, tidur sehat, konsumsi sehat, mengurangi screentime, regulasi emosi dan pengelolaan problem psikologisnya.
Selayaknya, pimpinan sekolah, perancang kurikulum pendidikan dan guru mulai mempelajari panduan penggunaan waktu optimal dan penguatan perilaku sehat agar bisa diterapkan di sekolah.
Oleh karena itu, pemerintah perlu segera mengadaptasi panduan global yang telah ada dengan menggunakan pendekatan penelitian ilmiah, lalu menyusun kebijakan publik tentang penggunaan waktu optimal di sekolah.
Karena dibutuhkan lebih dari sekedar niat baik untuk membantu pelajar mampu mengelola waktunya secara optimal.
Penulis: Margaretha, tengah menempuh studi lanjut di the University of Melbourne, dan terlibat sebagai peneliti muda dalam the Centre of Research Excellence Global Adolescent Health dan the Centre for Adolescent Health, Royal Children Hospital Melbourne.
***
Referensi
- Australian National Physical Activity Recommendations for Children and Adolescents. (https://www.health.gov.au)
- Canadian 24-Hour Movement Guidelines for Children and Youth: An Integration of Physical Activity, Sedentary Behaviour, and Sleep. (https://csepguidelines.ca)
- de Lannoy, L., Barbeau, K., Vanderloo, L.M., Goldfield, G., Lang, J.J., MacLeod, O., Tremblay, M.S., Evidence supporting a combined movement behavior approach for children and youth's mental health – A scoping review and environmental scan, Mental Health and Physical Activity (2023), doi: https://doi.org/10.1016/j.mhpa.2023.100511.
- Dijk, D. J., & Lockley, S. W. (2002). Invited Review: Integration of human sleep-wake regulation and circadian rhythmicity. Journal of applied physiology, 92(2), 852-862.
- Dumuid, D., Olds, T., Lange, K., Edwards, B., Lycett, K., Burgner, D. P., ... & Wake, M. (2022). Goldilocks Days: optimising children’s time use for health and well-being. J Epidemiol Community Health, 76(3), 301-308.
- Dumuid, D., Mellow, M. L., Stanford, T. E., Chong, K. H., Sawyer, S. M., Smith, A. E., ... & Olds, T. (2022). Many different roads lead to Rome: equivalence of time-use for activity, sedentary and sleep behaviours and dietary intake profiles among adolescents. Journal of Activity, Sedentary and Sleep Behaviors, 1(1), 6.
- Mears, D. P., Tomlinson, T. A., & Turanovic, J. J. (2022). The goldilocks rule—too little, too much, and “just right”: Curvilinear effects of sleep duration on delinquency. Justice Quarterly, 39(2), 276-303.
- WHO 2020 Guidelines on physical activity and sedentary behaviour. (https://www.who.int/publications/i/item/9789240015128)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H