Sepanjang tahun 2021, tercatat 6547 kasus kekerasan seksual pada anak (Kementerian PPPA dari Manatelan, 2022). Trend kasus kekerasan pada perempuan dan anak ditemukan meningkat. Walaupun demikian, laporan kasus kekerasan seksual seperti fenomena gunung es; dimana jumlah kasus tercatat hanyalah sedikit daripada jumlah persoalan yang terjadi sebenarnya di masyarakat.
Disahkannya Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual tahun 2022 (UU no 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual) ini diharapkan mampu memberikan pencegahan, perlindungan, serta akses keadilan dan pemulihan korban kejahatan seksual di Indonesia.
Namun, dalam rangka pencegahan dan penanganan kasus kejahatan seksual pada anak, penting difokuskan siapa target dan bagaimana intervensi efektif yang harus dilakukan. Secara khusus, perlu dipahami bagaimana mencegah pengulangan kejahatan.Â
Secara khas kekerasan seksual ditemukan terjadi secara berulang/jamak (korban jamak atau perilaku kekerasan berulang).Â
Oleh karena itu, strategi pencegahan terulangnya kejahatan seksual harus menjadi prioritas. Pemilihan intervensi dan kebijakan penanganan pelaku kejahatan seksual harus didukung oleh riset ilmiah di Indonesia agar upaya penanganannya menjadi lebih efektif dan kontekstual.
Artikel ini mengulas siapa pelaku dewasa kejahatan seksual pada anak (di bawah usia 18 tahun) dengan menggunakan referensi utama dari Penelitian Payung Kekerasan dari Fakultas Psikologi Universitas Airlangga tahun 2019-2020.Â
Lalu, relevansi hasil penelitian ini pada penanganan kekerasan seksual dan pencegahan residivisme kejahatan seksual pada anak juga akan didiskusikan.
Riset Kekerasan
Pada tahun 2019-2020 dilakukan penelitian pada 173 narapidana kejahatan seksual dari 5 Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia (detail data menghubungi tim peneliti).Â
Sekitar 111 narapidana (65%) ditemukan adalah pelaku kejahatan kekerasan seksual pada anak (61 narapidana atau 35% adalah pelaku kasus kejahatan seksual pada korban dewasa).Â
Tujuan penelitian ini adalah pembuatan profil pelaku kejahatan seksual yang telah mendapatkan pidana di Indonesia dengan mengukur berbagai faktor risiko statis (faktor diri dan demografis yang menetap/tidak bisa diubah) dan faktor risiko dinamis (faktor diri dan psikososial yang masih bisa berubah).Â