Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Electra Complex dan Perkembangan Psikoseksual Perempuan

17 Desember 2021   23:14 Diperbarui: 1 Januari 2023   09:10 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.fnp.com/blog/how-does-a-daughters-role-change-over-time

3. Resolusi: ketika anak perempuan belajar bahwa ia harus menerima kondisinya sebagai perempuan (tidak ada yang bisa ia lakukan atas kondisinya sebagai perempuan), maka anak perempuan akan kembali mendekat pada Ibu. Anak perempuan menyadari bahwa Ibu adalah figur perempuan yang paling dekat dengannya; tempatnya belajar dan bertanya tentang bagaimana menjadi perempuan, mengetahui cara-cara menyelesaikan persoalan dan memahami nilai-nilai moralitas yang selama ini telah disampaikan Ibu padanya. Jika Ibu cepat menyadari terjadinya fase kembali ini, ia akan menerima anaknya tanpa sisa rasa permusuhan dari fase sebelumnya. Namun, jika ibu kurang mampu mengelola emosinya, sehingga anak secara berkepanjangan bermusuhan dengan Ibunya (prolonged hatred), hal ini bisa memicu munculnya persoalan psikologis anak di masa perkembangannya kelak.

Jika terjadi persoalan dalam struktur keluarga, misalkan perpisahan sehingga figur ibu kosong/absen di rumah; anak perempuan biasanya akan terpanggil menggantikan peran Ibunya. Sebagai akibatnya, ia akan mengalami kematangan semu (pseudo-maturity) atau dewasa terlalu cepat.

Relasi Ayah dan anak perempuan
Pada kondisi tipikal di masyarakat patrilineal, anak perempuan melihat Ayahnya sebagai figur yang berkuasa, memberikan perlindungan dan aturan di rumah (father as the first god). Maka ketika masuk masa phallic, dalam pengasuhan perbedaan jenis kelamin mulai diperkenalkan dan anak perempuan mulai menyadari bahwa dia diperlakukan berbeda karena dia perempuan. Laki-laki dewasa seperti ayahnya diberikan kekuasaan lebih, maka ia sangat tertarik pada ayahnya. Anak perempuan jadi menginginkan ayahnya (incestuous desire) serta apa yang dimiliki ayahnya sebagai laki-laki.

Fase menjauh dari Ibu dan mendekat pada ayah adalah penting dalam perkembangan psikoseksual heteroseksual anak perempuan. Ayah perlu tampak menjadi figur yang menarik minat anak perempuan, karena inilah yang kelak akan membuka jalan baginya untuk mempelajari feminisme dari Ibunya. Kelak fase menjauh dari Ibu perlu diresolusi dalam fase mendekat kembali dengan Ibu - artinya Ibu juga perlu konsisten hadir bagi anak perempuannya sepanjang dinamika relasi cinta-benci.

Namun, jika Ibu menghalangi fase menjauh dari Ibu (tidak terjadi triangulasi Ibu-Anak-Ayah, atau membuat anak perempuan selalu lekat dengan Ibunya), maka anak perempuan bisa menjadi sangat tergantung pada Ibu dan kesulitan individuasi. Sebaliknya, jika identifikasi dengan ayah terjadi terlalu kuat jika dibandingkan dengan fase kembali ke Ibu, anak perempuan bisa berkembang menjadi perempuan dominan, over-intelek, mengagungkan kekuatan maskulin yang dirasa dimilikinya.

Keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak perempuan juga sangatlah penting. Ayah perlu hadir dan menjadi realistis dalam hidup anak perempuannya. Dalam kondisi absen, anak akan menciptakan fantasi tentang ayahnya; dan idealisasi ayah yang terlalu ekstrim bisa membuat anak lebih kuat membenci keterbatasan dirinya dan Ibunya sebagai perempuan. Jika terjadi kondisi dan perasaan lemah berkepanjangan, anak perempuan bisa berkembang dewasa menjadi pribadi yang submissive, merasa tidak berdaya jika tidak ada yang memberikan bantuan dan perlindungan, serta terjebak dalam patriarki dimana ia berpikir hanya laki-laki yang bisa berkuasa dan bisa membantunya sebagai perempuan.

Simpulan
Ketidakhadiran Agamemnon dalam hidup Electra, membuat Electra mengembangkan idealisasi dan cinta semu tentang ayahnya. Fiksasi kebencian Electra pada Ibunya, menunjukkan relasi yang kurang baik antara Ibu dan anak perempuannya. Dari mitos ini, kita bisa memahami dinamika relasi orang tua dan anak perempuan. Saya belum menemukan padanannya di mitos Indonesia.

Dalam konsepsi Psikodinamika, relasi antara Ibu dan anak perempuannya akan mengalami dinamika relasi cinta-benci, lekat-menjauh-mendekat kembali yang terjadi secara alamiah. Kuasa lebih yang dimiliki laki-laki dewasa, membuat anak perempuan berminat mendekat pada ayahnya dan menjauh dari Ibunya yang dianggap lebih lemah. Fase menjauh dengan Ibu diharapkan akan diresolusi dengan fase kembali mendekat pada ibu. Transisi fase-fase ini dianggap penting bagi anak perempuan untuk belajar minat heteroseksual dari ayah, serta belajar menjadi pribadi matang dan identitas feminim dari Ibu.

Perlu dipahami konsepsi Psikodinamika ini hanyalah salah satu cara memahami perkembangan seksualitas dan pribadi perempuan, dan tidak disarankan dijadikan cara utama memahami manusia. Terlepas dari berbagai kontroversi dan kritik pada teori perkembangan psikoseksual yang dikembangkan Sigmund Freud dan pengikutnya, namun Psikodinamika telah memberikan wawasan mengenai dinamika kejiwaan mendalam seseorang, dalam prosesnya menjadi pribadi yang unik.

Referensi:
De Beauvoir, S. (2010). The second sex. Knopf.
Halberstadt-Freud, H. C. (1998). Electra versus Oedipus: femininity reconsidered. International Journal of Psychoanalysis, 79, 41-56.
Pfaus, J. G., Quintana, G. R., Mac Cionnaith, C., & Parada, M. (2016). The whole versus the sum of some of the parts: toward resolving the apparent controversy of clitoral versus vaginal orgasms. Socioaffective Neuroscience & Psychology, 6, 32578.
Wikipedia (2021). Oresteia diakses November dari https://en.wikipedia.org/wiki/Oresteia#The_Eumenides

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun