Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tubuhmu Mulia, Mengapa?

16 November 2021   21:27 Diperbarui: 6 September 2022   07:46 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika dalam suatu hubungan tidak terdapat tujuan kebahagiaan yang sama dan ada pihak yang tidak diperlakukan setara, sehingga menciptakan perasaan tidak aman, tidak nyaman dan merasa tidak dihargai, maka ini adalah hubungan yang tidak sehat.

Jika dalam relasi ada satu pihak yang menggunakan kekuasaannya untuk mengenakan perilaku seksual yang sebenarnya tidak diinginkan/tidak disetujui (baik secara eksplisit maupun implisit) bahkan melanggar hak pribadi pihak lain, maka ini adalah kekerasan seksual. Misalkan, bila suami merasa memiliki hak menguasai tubuh istrinya dan meminta pelayanan seksual walaupun berlawanan dengan keinginan istrinya, maka ini adalah bentuk kekerasan seksual.

Dalam hubungan tidak sehat, tidak akan tercipta kebahagiaan. Jika di dalamnya, seksualitas dilakukan tanpa persetujuan dan melanggar hak pribadi salah satu pihak, maka tidak akan tercapai kebahagiaan.

Sayangnya, masih ada orang yang menolak pengejawantahan kesetaraan hak dalam hubungan antar manusia, yang pada akhirnya menghambat penanganan persoalan kekerasan seksual di masyarakat kita.

Alangkah baiknya, jika sejak muda, anak laki-laki dan perempuan diajak berpikir bahwa kita semua setara dan boleh menyuarakan hak pribadi untuk mencapai kebahagiaan. Bahwa kebahagiaan sewajarnya timbal balik, yang dilandaskan saling memberikan perasaan aman, nyaman dan menghargai satu-sama lainnya.

Dengan dasar kesetaraan dan sikap saling menghargai, antar manusia akan terbiasa bertanya persetujuan satu sama lain sebelum melakukan tindakan yang akan berdampak atas satu dan lainnya. Saling bertanya dan menghargai jawaban satu sama lain seharusnya berkembang menjadi budaya yang alamiah. Ya atau Tidak perlu difasilitasi untuk diekspresikan, dan kita perlu belajar dewasa menerima jawaban.

Dengan pasangan hidup sekalipun, kita akan terbiasa berdialog membangun perencanaan menuju kebahagiaan bersama, berusaha membangun perasaan aman dan nyaman bersama, serta selalu memperbaiki diri dalam menunjukkan sikap saling menghargai satu sama lain.

Relasi seksual yang tidak dilandasi perasaan aman, nyaman dan sikap saling menghargai; bahkan disertai pemaksaan/tanpa persetujuan dan pelanggaran hak pribadi salah satu pihak harus dilihat sebagai pelanggaran kekerasan seksual. Ini adalah kejahatan.

Lalu bagaimana dengan bias gender dalam diri saya saat ini?

Bila secara pribadi kita menyadari bahwa masih ada bias gender dalam memahami persoalan kekerasan seksual, baiknya kita segera membekali diri dengan wawasan dan keterampilan tentang seksualitas sehat dan penanganan kekerasan seksual di masyarakat kita.

Dunia terus berubah, hal ini menuntut pergerakan dan pengembangan horison pemahaman kita.

Janganlah kita menjadi batu penghambat menghalangi korban mendapatkan hak pemulihan dan keadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun