3. Flashing, atau menunjukkan dada/payudara atau alat kelamin dengan mengangkat atasan atau pakaian dalam.
4. Reflectoporn, yaitu menampilkan foto telanjang seseorang yang diambil dari bayangan jatuh di atas suatu benda yang memiliki daya reflektif seperti kaca, stainless; lalu memasangnya di internet agar bisa dilihat orang banyak.
Perilaku menampilkan alat kelamin ini bisa memicu munculnya respon terkejut dan jijik dari orang yang melihatnya (korban eksibisionisme), dan inilah yang memunculkan hasrat seksual bahkan pemuasan seksual bagi pelaku eksibisionisme.Â
Namun, beberapa temuan klinis menemukan, selain mendapatkan kepuasan dari melihat reaksi jijik dan terkejut dari korbannya, sebenarnya pelaku eksibisionisme juga membayangkan jika korbannya mau melanjutkan interaksi seksual dengannya setelah melihat alat kelaminnya tersebut (victims to partake in further consensual intercourse with them).Â
Bahkan ditemukan pula, pelaku eksibisionisme tidak mempedulikan reaksi korbannya; artinya kepuasan seksualnya tercapai hanya dengan melakukan eksibisi alat kelaminnya tersebut (sumber Affirmotive Sex Addiction Australia).
Gangguan Penyimpangan Seksual Eksibisionistik
Dulu dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV (DSM IV tahun 2000) gangguan ini dikenal sebagai Eksibitionisme (exhibitionism).Â
Namun sejak digantikan dengan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders V (DSM V tahun 2013), berubah namanya menjadi Gangguan Eksibisionistik. Gangguan Eksibisionistik dikategorikan sebagai salah satu bentuk Parafilia dalam Gangguan Penyimpangan Seksual (sexual disorders).
American Psychiatric Association (APA) menjelaskan bahwa Parafilia adalah sekelompok gangguan yang mencakup ketertarikan seksual terhadap objek yang tidak wajar atau aktivitas seksual yang tidak pada umumnya.Â
Parafilia juga terkait dengan ketertarikan secara seksual pada individu atau obyek seksual yang tidak tepat atau tidak berdasarkan kesepakatan (non-consensual); serta perilaku seksual yang menyimpang dari norma sosial-budaya yang diakui dalam budaya secara umum.Â