Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketika Jejak Uang Bicara tentang Sex Trafficking

4 Juni 2021   22:55 Diperbarui: 7 September 2021   21:32 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari berbagai kasus, walaupun masalah finansial sering ditemukan sebagai akar masalah, namun uang tidak selalu menjadi motivasi pelaku dan perantara yang berasal dari kalangan keluarga. Pelaku bisa saja berpikir bahwa apa yang dilakukannya hanyalah untuk membantu keluarganya, membantu korban. Mereka ingin menjadi pahlawan dengan membantu mencarikan kerja dan pemasukan finansial keluarga (Wijaya, 2020). Pada beberapa kasus, bahkan ditemukan korban meminta pelaku untuk memasukkannya dalam bisnis ilegal ini.

Kurangnya pemahaman tentang apa dan bagaimana perdagangan manusia, membuat kasus juga jarang dilaporkan dan diproses secara hukum. Bahkan beberapa keluarga berusaha menutupi kasus, misalkan: berbohong - usia anaknya yang sebenarnya masih di bawah umur dirubah seakan-akan telah melampaui usia 18 tahun agar bisa dikirim/bekerja di luar rumah. Proses penyelidikan juga terhambat, karena keluarga menyangkal atau menutupi kondisi korban. Tidak jarang, keluarga menganggap eksploitasi sebagai pekerjaan sebagai sumber penghasilan ekonomi keluarga yang harus dipertahankan. Korban justru diminta terus bekerja dan tereksploitasi.

Pada level bisnis besar, banyak orang memiliki kepentingan untuk mempertahankan perdagangan manusia tetap berlangsung, terutama pelaku dan perantara yang akan melakukan apapun untuk tetap terlindungi melakukan kejahatannya. Sebagai akibatnya, korban bisa semakin terpuruk, karena rendahnya bantuan untuk keluar dari jeratan perdagangan manusia.

Mengapa perlu melacak uang?

Dengan kesulitan penyelidikan yang biasa ditemui, maka penegak hukum perlu mencari cara efektif untuk membongkar kasus. Salah satunya adalah melacak transaksi keuangan terkait bisnis eksploitasi seksual.

Sebagai contoh, di tahun 2019, badan intelijen keuangan Australia menuntut sebuah bank di Australia untuk segera memperbaiki sistemnya yang dianggap gagal melaporkan transaksi keuangan yang telah menunjukkan indikasi kejahatan perdagangan manusia-eksploitasi seksual (Butler, 2019). Awalnya, pihak otoritas di Filipina mendeteksi pola transaksi keuangan aneh sejak tahun 2013 hingga 2019, dimana ada beberapa warga negara Australia yang mengirimkan uang dengan jumlah kecil secara berulang ke orang di Filipina, yang tidak memiliki hubungan pertemanan atau keluarga dengannya. Lebih lanjut, warga negara Australia tersebut diketahui melakukan perjalanan ke Filipina secara berkala. Hingga ditemukan, ternyata uang selama ini dikirim kepada orang di Filipina yang memiliki riwayat kejahatan perdagangan anak dan eksploitasi seksual anak (membuat show seks dengan obyek anak dan disiarkan secara live lewat internet). Dari temuan ini, intelijen keuangan Australia melakukan analisa transaksi keuangan, dan menemukan kejahatan eksploitasi seksual pada anak yang dilakukan oleh pengirim uang dari Australia dan penerima uang di Filipina. Kasus ini menunjukkan bahwa pengungkapan kasus kejahatan bisa berasal dari analisa transaksi keuangan.

Biarkan uang yang berbicara (let the money talks)
Penyelidikan di Indonesia masih sangat bergantung pada laporan dan penyidikan berdasarkan pengakuan korban dan saksi. Namun, dengan analisa transaksi keuangan, maka penyelidikan dan penyidikan bisa dimulai dari melacak aktivitas keuangan yang berindikasi kejahatan perdagangan manusia. Hal ini juga sangat membantu proses penegakan hukum, terutama jika korban atau saksi sulit dimintai keterangan. Profiling dan penggalian data dari korban dapat dilakukan setelah atau bersamaan dengan proses analisa transaksi keuangan.

Transaksi keuangan tercatat juga bisa “berbicara” tentang darimana uang berasal, ke mana uang dikirim, siapa saja yang menerima uang, bagaimana uang digunakan, dimana transaksi bisnis terjadi, dan berapa besar jejaring bisnis eksploitasi manusia ini. Beberapa indikator transaksi mencurigakan yang sering dikaitkan dengan kejahatan eksploitasi seksual, seperti:

  1. Adanya transaksi transfer uang berulang/berpola dalam jumlah kecil-sedang ke orang yang tidak punya hubungan khusus dengannya.
  2. Adanya riwayat baik pengirim atau penerima terlibat dalam kejahatan seksual/eksploitasi seksual.
  3. Terjadi beberapa kali perjalanan yang dilakukan pengirim ke lokasi penerima uang.
  4. Perjalanan dilakukan menuju negara/kota/lokasi beresiko tinggi kejahatan eksploitasi seksual/ (lihat daftar GSI).
  5. Bukti booking hotel, sewa transport dan jasa.

Indikator-indikator ini sebenarnya bisa mudah dimasukkan dalam sistem deteksi/screening awal kejahatan di institusi keuangan seperti bank. Selayaknya, bank dan institusi keuangan lainnya mendukung penuh upaya deteksi transaksi mencurigakan agar dapat ditindaklanjuti oleh badan intelijen keuangan dan penegak hukum.

Bisa terjadi transaksi dilakukan dengan uang cash. Namun, dengan dukungan tim penegak hukum, maka badan intelijen keuangan tetap bisa mengupayakan untuk melacak orang-orang dan transaksi yang terkait dalam bisnis-kejahatan eksploitasi seksual.

Menganalisa transaksi keuangan seperti melacak jejak-jejak kejahatan. Uang dapat berbicara tentang siapa yang terlibat. Hal ini akan sangat membantu untuk menemukan pelaku dan perantara yang terlibat dalam kejahatan perdagangan manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun