Reiersol dan Skeid (2006) menjelaskan bahwa orang-orang yang punya persoalan perilaku seksual yang melanggar hak orang lain dan menimbulkan penderitaan, bisa jadi disebabkan karena pelakunya juga memiliki persoalan psikologis lainnya, misalkan: Gangguan Kepribadian (personality disorders) atau Gangguan kendali impuls (impuls control disorders).
Orang dengan gangguan kepribadian antisosial bisa memanipulasi, merugikan orang lain demi mencapai tujuannya dan dilakukan tanpa/kurang rasa bersalah.
Orang juga bisa melanggar hak orang lain karena adanya ketidakmampuan pengelolaan dorongan atau impuls dirinya, sehingga bertindak impulsif (Reiersol & Skeid, 2006). Tidak semua perilaku pelanggaran terkait seksualitas disebabkan penyimpangan seksual, namun karena rendahnya kemampuan kelola diri pelakunya.
Akan tetapi, banyak kasus fetisisme yang muncul ke publik dan mendapat penanganan kesehatan mental ketika pelaku ditemukan melakukan pelanggaran atau tengah berhadapan dengan hukum. Akibatnya, muncul kesalahan berpikir bahwa orang yang melakukan fetisisme adalah pelanggar peraturan. Hal ini tidak tepat, karena bisa mengarahkan pada kriminalisasi seksualitas.
Temuan pada populasi pelaku penyimpangan seksual yang melanggar hukum tidak bisa digeneralisasi ke seluruh populasi orang-orang dengan fetisisme begitu saja. Tidak tepat melihat fetisisme sebagai penyebab yang akan mengarahkan orang melakukan tindakan pelanggaran hukum.
Mengelola Fetisisme
Fetisis yang mengalami persoalan mental karena perilaku seksualnya bisa mengakses layanan psikiatri dan psikologi untuk mengelola seksualitasnya.
Pendekatan Psikoanalisa, Kognitif-Perilaku dan Konseling Pasangan, adalah cara-cara yang digunakan untuk membantu fetisis yang mengalami persoalan psikologis, untuk dapat memiliki kendali atas seksualitasnya dan tidak hanya tergantung pada fetis untuk mencapai pemenuhan kepuasan seksnya. Pengobatan medis obat juga bisa digunakan jika diperlukan untuk mengontrol libido.
Simpulan
Setiap kasus perlu dipahami benar apa gejala dan akar masalahnya. Fantasi dan perilaku seksual yang melibatkan fetis belum tentu adalah gangguan mental fetisisme. Pelaku fetisisme juga sebaiknya tidak disalahartikan selalu sebagai pelaku pelanggaran. Ketika terjadi manipulasi dan pelanggaran, perlu dilihat juga apakah pelaku memiliki persoalan kepribadian atau kendali impuls sehingga bertindak impulsif dan akhirnya melanggar aturan dan menimbulkan penderitaan bagi orang lain.
Referensi:
Kafka, M. P. (2010). The DSM diagnostic criteria for fetishism. Archives of Sexual Behavior, 39, 357-362.
Pfaus, J.G., Kippin, T.E., Coria-Avila, G.A., Gelez, H., Afonso, V.M., Ismail, N., & Parada, M. (2012). Who, What, Where, When (and Maybe Even Why)? How the Experience of Sexual Reward Connects Sexual Desire, Preference, and Performance. Archives Sexual Behavior, 41, 31-62.
Ramachandran, V. S. (1994). Phantom limbs, neglect syndromes, repressed memories, and Freudian psychology. International Review of Neurobiology. 37, 291-333.