Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Terlalu Muda untuk Dipidana (II)

27 Juni 2020   15:22 Diperbarui: 7 Oktober 2021   18:00 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kapan usia yang lebih tepat mulai menerima pertanggungjawaban atas pelanggaran pidana

Sambungan dari Terlalu muda untuk dipidana (Bagian I) https://www.kompasiana.com/margaretha55702/5ea7ea84097f3631f60a8143/terlalu-muda-untuk-dipidana

Masukan dari Psikologi Perkembangan: Apa yang dimaksud dengan kematangan mental?
Ahli psikologi perkembangan remaja dari American Psychological Association (APA), Laurence Steinberg, dalam amicus brief-nya di hadapan pengadilan di Amerika Serikat, mengatakan bahwa kapasitas pertanggungjawaban tindakan kriminal remaja sangatlah berbeda dengan orang dewasa. Remaja jauh lebih impulsif dan lemah mengantisipasi konsekuensi tindakannya (Tisdale dkk. 2019). Belum sempurnanya perkembangan otak, kekurangmatangan psikologis dan sosial membuat anak-remaja lebih rentan membuat perilaku salah.

Peradilan anak di Amerika Serikat telah menggunakan hasil riset neurosains dan psikologi dalam membuat pertimbangan putusan pidana anak. Putusan pidana anak tidak boleh disamakan dengan proses putusan pidana bagi dewasa, misalkan: peradilan akan sangat berhati-hati dan menghindari membuat putusan pidana maksimal atau seumur hidup bagi anak.

Konsep pertanggungjawaban pidana harus didasarkan pada adanya kapasitas individu untuk bertanggung jawab atas pikiran, tindakan dan dampak perilaku pelanggaran yang telah dilakukannya. Menurut Pryde (1999), untuk menentukan kapasitas pertanggungjawaban pidana, maka diperlukan komponen psikologis berikut:

1.Bahwa individu mampu memahami perilakunya (baik sebagian atau seluruhnya) merupakan tindakan kriminal, atau tindakan yang melanggar hukum sehingga dapat dihukum.

2.Bahwa individu paham, ia dapat memilih untuk merespons secara berbeda dalam situasi tersebut. Kejahatan artinya, walaupun ia tahu perilakunya tergolong salah, namun ia tetap mengambil keputusan untuk melakukan tindakan pelanggaran.

Dapat dilihat bahwa komponen penting dalam pertanggungjawaban kriminal adalah kapasitas penalaran dan pengambilan keputusan. Kedua hal ini bisa dijelaskan dengan konsepsi perkembangan kognitif dan perkembangan moral.

Perkembangan kognitif dan psikososial
Penalaran (reasoning) adalah suatu kapasitas kognitif yang digunakan untuk memahami informasi dari lingkungan untuk digunakan dalam berpikir tentang konsekuensi tindakan dan akhirnya memutuskan perilaku yang akan dilakukan.

Dalam perkembangan kognitif, manusia rata-rata mencapai kemampuan berpikir abstrak, mampu berpikir dari berbagai sisi, serta mampu menyusun hipotesa sejak masa kanak-kanak akhir (usia 10 hingga 12 tahun). Menurut Jean Piaget, ahli perkembangan kognitif manusia, fase operasional formal telah berkembang di usia 12 tahun, yang diindikasikan munculnya kemampuan berpikir logis, penalaran deduktif, ingatan jangka panjang dan jangka pendek, serta pemrosesan informasi. Komponen-komponen kognitif inilah yang akan dibutuhkan manusia untuk membuat penalaran atas perilakunya.

Namun, pada usia 12 tahun, kapasitas penalaran sosio-emosional belumlah matang. Manusia masih membutuhkan lebih banyak wawasan, pengalaman hidup, serta melatih penalarannya, terutama pada hal-hal yang bersifat sosial dan emosional. Misalkan: perlu pengalaman untuk mampu mengenali berbagai macam orang di sekelilingnya, cara berinteraksi dengan teman sebaya dan merespon berbagai aturan interaksi sosial dalam konteks sosial-budaya tertentu (termasuk aturan hukum berperilaku, baik aturan normatif atau hukum positif).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun