Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

"New Normal" Setelah Krisis Pandemi

6 Mei 2020   14:42 Diperbarui: 6 Mei 2020   21:20 3571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumen pribadi | Pasar Victoria kosong selama total shut down di Melbourne.

Untuk mencapai hal ini, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan: 

  • Mampu memahami dan menggunakan teknologi yang bisa memfasilitasi kerja jarak jauh. 
  • Berpikir kreatif untuk bisa melakukan kerja/belajar jarak jauh. 
  • Mampu mengelola/managemen waktu untuk bisa menyelesaikan tugas profesional kerja dan tugas rumah.

Tentu saja, ada pekerjaan yang tidak bisa dilakukan jarak jauh, misalkan: tenaga kesehatan di rumah sakit harus memberikan layanan secara langsung. Makna tuntutan kerja masa depan akan berbeda buat mereka.

Namun, secara umum, bagi yang tidak bisa menyelesaikan tantangan bekerja fleksibel jarak jauh ini, akan kesulitan menyesuaikan diri dengan perubahan dan tuntutan kerja masa depan.

3. Pergeseran bentuk interaksi sosial. 

Saat ini berjarak 1.5 meter antara satu dengan yang lain adalah tuntutan, normal. Kita bisa berbicara dengan orang lain, namun dengan jarak dan minimal kontak fisik. Lingkaran sosial kita pun menjadi terbatas dengan bertemu keluarga atau orang-orang yang satu rumah saja.

Perilaku bertetangga bergeser, dari kunjungan dan komunikasi langsung menjadi lebih banyak komunikasi dengan alat bantu komunikasi (telepon atau sosial media).

Hal-hal ini menyebabkan perubahan mendasar dalam interaksi sosial antar manusia, kita akan membutuhkan dan terbiasa dengan adanya jarak dalam interaksi sosial. Terburuk, hal ini bisa berdampak pada berkurangnya interaksi sosial. 

Sayangnya, ini bisa menjadi new normal kelak. Kurangnya interaksi sosial akan lebih dipermaklumkan. Jika dulu, kurangnya interaksi sosial dianggap masalah yang perlu diselesaikan; mungkin ke depan nanti akan lebih diterima, tidak dianggap sebagai masalah.

Terbatasnya interaksi bisa berdampak pada menurunnya kesempatan belajar empati. Sebagai akibatnya, generasi yang terdampak COVID-19 sejak muda, akan lebih sulit melakukan interaksi sosial dan berempati pada orang lain. Perlu dicari cara-cara kreatif lainnya untuk memfasilitasi belajar emosi dan empati. 

Saya ingat, sebelum pandemi, saya terbiasa menyapa orang yang berpapasan dengan saya di jalan. Namun sekarang, orang akan berusaha berjalan menjauh, juga berusaha mengabaikan kontak mata. Beberapa masih terlihat kikuk, karena harus berpura-pura tidak melihat orang di dekatnya.

Namun, pada titik tertentu, perubahan ini bisa berdampak positif. Manusia yang telah mengalami dibatasi interaksi sosialnya, akan berubah menjadi lebih menghargai hubungan sosial yang dimilikinya. Walaupun jumlah interaksi semakin terbatas, namun ia akan lebih berupaya menjaga hubungan-hubungan sosial yang bermakna bagi hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun