Pencegahan primer: Sebelum terjadi
Pendekatan pencegahan yang paling dasar dan paling penting adalah mencegah agar persoalan tidak terjadi sama sekali. Maka yang perlu dilakukan adalah intervensi dilakukan jauh sebelum problem penyalahgunaan zat muncul. Dalam hal ini, pencegahan kecanduan dilakukan dengan melakukan intervensi pencegahan penggunaan dan penyalahgunaan zat yang diberikan sejak masa kanak-kanak. Sejak di bawah usia 15 tahun, sebaiknya anak sudah dilatih untuk tidak menggunakan dan menyalahgunakan zat-zat gerbang, seperti: ganja, rokok tembakau dan alkohol.
Namun perlu dipahami, bahwa pemahaman konteks budaya yang menjadi dasar tujuan intervensi. Di budaya Barat, konsumsi alkohol adalah kebiasaan yang legal di atas usia legal (misalkan: di Belanda boleh minum alkohol di atas usia 18 tahun atau rata-rata 21 tahun di Amerika Serikat); maka artinya yang juga perlu diajarkan adalah strategi agar anak tahu cara menunda minué alkohol, atau agar tidak minum terlalu dini atau di bawah usia legal di negaranya. Orang dewasa lainnya juga diajak untuk mencegah terjadinya perilaku membeli dan mengkonsumsi alkohol oleh anak di bawah umur legal.
Konsumsi ganja di berbagai negara, termasuk di Indonesia, masih tergolong illegal, maka yang perlu dilakukan adalah usaha untuk mengajarkan anak untuk menolak atau tidak menggunakan ganja. Anak juga perlu diajarkan untuk mampu mengelola dirinya agar tidak menggunakan zat gerbang atau apalagi mengkombinasi konsumsi zat-zat tersebut.
Di Belanda, telah dilakukan upaya intervensi untuk mencegah anak mengkonsumsi alkohol dini sejak usia 12 tahun. Intervensi dilakukan di sekolah-sekolah secara wajib untuk semua anak dan juga orang tuanya. Intervensi pada anak ditujukan untuk mengembangkan pemahaman anak mengenai masalah penyalahgunaan alkohol dan cara-cara yang bisa dilakukannya jika berhadapan dengan “tantangan” atau “tawaran” untuk mengkonsumsi alkohol, misalkan: bagaimana cara menghadapi dan menolak ajakan teman sebaya untuk minum alkohol milik orang tuanya di rumah secara sembunyi-sembunyi.
Orang tua juga perlu dibantu agar lebih mampu memberikan kontrol dan pengawasan atas perilaku anaknya agar tidak jatuh dalam masalah konsumsi alkohol dini. Orangtua diajak sadar dan bertanggungjawab dalam perilaku konsumsi alkoholnya karena dapat menjadi contoh bagi anaknya.
Orang tua juga perlu memastikan agar alkohol yang dimilikinya disimpan dengan bertanggungjawab agar tidak dapat diambil anak secara diam-diam, karena hal ini bisa menjadi resiko penggunaan dini pada anaknya. Kedua komponen pendekatan anak dan orangtua ini adalah faktor utama keberhasilan intervensi pencegahan konsumsi alkohol dini pada anak.
Pendekatan serupa dapat diberikan pada anak Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama di Indonesia dalam rangka mencegah perilaku merokok tembakau usia dini. Sasarannya bukan hanya mempersiapkan anak untuk mampu mengelola diri menahan godaan dan pengaruh rekan sebaya untuk merokok, namun juga membekali orangtua agar mampu menjadi panutan anak dalam mengelola perilaku kesehatan dan perilaku rokoknya.
Upaya di sekolah juga harus menyasar agar orangtua bertanggungjawab mengelola rokok tembakau miliknya agar tidak disalahgunakan anak dan terus mengawasi perilaku anaknya agar tidak mengkonsumsi rokok terlalu dini. Dalam rangka mempertahankan keberlanjutan kesadaran dan perilaku anak di sekolah, pendekatan pencegahan juga bisa dikombinasikan promosi hidup sehat, misalkan: membuat poster hidup sehat tanpa rokok di sekolah. Sangat penting untuk melakukan intervensi pencegahan rokok ini sejak usia dini, karena kenyataannya anak-anak di Indonesia sangat rentan menjadi perokok aktif sejak usia kanak-kanak.