Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Sehat Mental dan Mampu Beradaptasi Selama Krisis Pandemi

29 April 2020   19:41 Diperbarui: 8 Juli 2020   20:05 2091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Misalkan: bekerja dari rumah selama sebulan membuat diri merasa kurang produktif karena sering teralihkan dengan tugas-tugas di rumah, sehingga muncul perasaan bersalah dan stress, maka upaya kendali emosinya adalah berusaha menyukai rutinitas baru di rumah dan tidak menganggapnya sebagai hambatan kerja. 

Sering juga ditemukan kedua gaya coping ini digunakan oleh masing-masing orang, tergantung pada persoalan apa yang tengah dihadapi dan konteks situasinya. 

Kemampuan mengelola stres adalah cara mencapai resiliensi. Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menghadapi stress di masa krisis adalah sebagai berikut:

1.Membuat pola/rutin baru dengan kondisi yang tengah dihadapi. 
Manusia adalah mahluk yang menyukai kebiasaan (homo habitus). Rutin membuat kita bisa mengantisipasi apa yang akan terjadi kemudian sehingga memberikan perasaan lebih tenang.

Dalam kondisi krisis, semua rutin awal kita jadi berantakan, kita akan menjadi lebih stress. Maka, sekarang waktunya membentuk rutin baru dalam kondisi kritis. Dimulai dengan membentuk rutinitas tidur, pola makan, pola gerak atau olah raga, pola belajar dan seterusnya. Buatlah diri kita nyaman dengan terbiasa dengan pola baru ini. 

2. Jadikan stress berguna untuk kita
Stress kurang disukai dan cenderung dihindari. Namun, kenyataannya menghindari stress justru menghabiskan energi mental kita untuk menyangkal stress yang tengah kita alami.

Tidak bisa menjadi bahagia hanya dengan menyangkal atau menghindari stress. Jika kita mengalami stress, sampaikan pada diri kita bahwa “tidak apa-apa”. Stress perlu dipeluk dan dipahami, karena ia akan mengarahkan pada sesuatu yang perlu dihadapi dan dikelola.

Namun perlu dipahami, bahwa ada berbagai jenis sumber stress: ada stress yang bisa langsung diselesaikan, ada stress yang harus menunggu waktu dulu baru bisa diselesaikan, dan ada pula stress yang tidak bisa dihentikan namun kita yang perlu menyesuaikan diri hidup dengan stress. 

Jadi kenali stress anda. Jika bisa dihadapi dan diselesaikan, maka carilah cara-cara produktif dan kreatif menyelesaikannya. Jika perlu diterima, maka kita perlu merubah cara berpikir atau emosi kita terhadap sumber stress tersebut. Kita akan bisa menerimanya juga kelak. 

3. Berinteraksi sosial yang bermakna dan konsisten. 
Dukungan sosial dalam situasi krisis adalah sangat penting. Berbicara secara rutin dengan orang-orang yang mengasihi kita, seperti keluarga, atau teman dekat. Interaksi sosial justru perlu dilakukan secukupnya dan lebih sering. 

Jika tidak bisa berkomunikasi secara langsung, maka telepon atau media sosial lainnya bisa digunakan. Perasaan hangat dan nyaman bisa menjadi obat atau penyangga emosi kita dalam menghadapi masa krisis ini. Ingat social distancing bukanlah social isolation! Kita juga bisa berperan sebagai pemberi dukungan bagi orang lain di sekitar kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun