Pada sekitar tahun 1870-an sampai 1890-an, seorang paleontolog Amerika Serikat bernama Othniel Charles Marsh bersaing dengan rivalnya sesama paleontolog bernama Edward Drinker Cope dalam hal Perburuan Dinosaurus Terbesar (The Great Dinosaur Rush). Peristiwa ini juga dikenal dengan peristiwa "Bone Wars (Perang Tulang)".
Otniel Charles Marsh adalah seorang paleontolog dari Amerika Serikat, dia adalah salah satu ilmuwan yang paling unggul di bidangnya pada masanya. Marsh memiliki kontribusi penting dalam penemuan lusinan spesies baru serta teori mengenai asal usul burung. Marsh berasal dari keluarga yang relatif miskin di bagian utara New York, meski pun memiliki paman yang sangat kaya. Setelah lulus dari Yale College, dia berkeliling dunia untuk mempelajari anatomi, mineralogi dan geologi sekitar tahun 1860. Setelah berkeliling dunia, dia kembali ke Yale untuk bekerja sebagai pengajar.Â
Pada sekitar tahun 1870-an, dia bertemu dengan Edward Drinker Cope, seorang yang juga berkebangsaan Amerika dan merupakan seorang yang ahli dalam bidang paleontologi dan anatomi komparatif, serta herpetologis dan juga seorang ahli ikan. Berbeda dengan Marsh, Cope berasal dari keluarga yang cukup berada di Pennsylvania dan ia sudah mampu menerbitkan karya ilmiah di usia 19 tahun. Meskipun ayahnya mencoba untuk mendidiknya sebagai seorang petani, pada akhirnya ia dapat menerima minat ilmiah yang ditunjukkan oleh anaknya.
Pada awalnya Cope dan Marsh adalah rekan kerja yang ramah, mereka bertemu di sebuah proyek penelitian, dimana pada saat itu Eropa Barat bukan Amerika Serikat, menjadi garis terdepan dalam penelitian paleontologi. Bagian dari masalah mereka berasal dari latar belakang mereka yang berbeda. Marsh menganggap Cope memiliki sedikit penggemar, tidak terlalu serius tentang paleontologi, sementara Cope menganggap Marsh terlalu kasar dan tidak tepat menjadi seorang ilmuwan sejati. Persaingan diantara keduanya terlihat semakin sengit ketika mereka sama-sama berlomba mendapatkan fosil dinosaurus terbaik.Â
Segala cara dilakukan, mulai dari melakukan kecurangan, penyuapan, pencurian, dan penghancuran tulang untuk mengalahkan satu sama lain. Setiap pesaing juga berusaha merusak reputasi dan memotong pendanaan, serta melakukan serangan dalam hal publikasi ilmiah. Kedua pria tersebut telah menghabiskan kekayaan mereka untuk mencapai supremasi paleontologis di akhir Perang Tulang tersebut. Cope dan Marsh jatuh secara finansial dan sosial akibat upaya mereka dalam bersaing dan mempertahankan ambisinya untuk mempermalukan satu sama lain.
Ada hal yang penting dapat kita pelajari dari kisah konflik dua ahli paleontologi ini, betapa ambisi manusia seringkali tidak mendatangkan hal yang baik dalam kehidupannya. Apakah memiliki ambisi itu salah? Apakah salah jika kita ingin menjadi yang terbaik? Bisa ya, bisa juga tidak. Perbedaan antara ambisi yang benar dan salah terletak pada tujuan dan motivasi kita, Apakah itu untuk kemuliaan Allah atau untuk kemuliaan diri sendiri. Namun, seringkali ambisi memang mengarah ke sisi yang negatif dan disamakan dengan kesombongan.
Jika kita bisa jujur dengan diri sendiri, kesombongan adalah bagian dari godaan yang susah untuk ditaklukan. Kesombongan itu begitu unik sampai kita sendiri tidak suka bila ada orang lain yang lebih sombong dari kita. Kesombongan itu bukan hanya saat ada sesuatu dalam diri kita atau milik kita yang lebih dari orang lain, tetapi bahkan ketika seseorang tidak punya apapun atau tidak bisa apa-apa, dia tidak akan mau diremehkan. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena memang kehormatan itu ada dalam diri manusia yang diciptakan menurut gambar Allah.Â
Oleh sebab itu kita sangat tidak suka dihina, diremehkan atau direndahkan. Jadi ketika kita mengharapkan pengakuan, penghormatan pada diri sendiri sebenarnya itu tidaklah salah. Tetapi diri kita ini sudah dicemari oleh dosa.
Ketika kita melihat kembali mengenai asal mula dosa, itu juga berawal dari ambisi Adam dan Hawa di Taman Eden. Mengapa mereka jatuh dalam dosa? Apakah karena buah yang sangat menarik mata untuk memakannya? Tidak. Dosa bukan datang dari buah yang kelihatannya menarik yang ada di taman itu, karena tentu saja di Taman Eden tumbuh semua tanaman yang menarik dan baik untuk dimakan buahnya, dan selain itu Allah sendiri yang membuatnya-bukan tangan manusia biasa (Kejadian 2:9). Jadi bisa dibayangkan betapa cantik dan luar biasa indah Taman Eden itu.Â
Tetapi yang membuat Hawa tertarik bukanlah buahnya, tetapi ketika ular berkata kepada Hawa, "kalau engkau memakan buah ini, engkau akan menjadi seperti Allah". Dalam hati Hawa mungkin berpikir, boleh juga tawaran ini: yang awalnya hanya gambar Allah ditawarkan untuk menjadi seperti Allah, yaitu bisa membedakan yang baik dan yang jahat. Hawa kemudian membujuk Adam, dan nampaknya keinginan yang sama juga ada di dalam hati Adam dan akhirnya keinginan itu dibuahi menjadi suatu tindakan, maka jatuhlah mereka ke dalam dosa. Timothy Keller, seorang pastor dari Amerika, menggambarkan dosa sebagai berikut:
"Sin is not just breaking the rules, it is putting yourself in the place of God as Savior, Lord, and Judge just as each son ought to displace the authority of the father in his own life" (dosa bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga menempatkan diri kita pada posisi sebagai Allah sebagai Juruselamat, Tuhan dan Hakim sama seperti seorang anak harus menggantikan otoritas ayahnya dalam hidupnya sendiri).