Pada zaman dahulu kala di daerah Jinhan, ada enam buah desa. Keenam desa itu adalah Yangsan, Goheo, Jinji, Daesu, Gari, dan Goya. Menurut cerita, para pendiri desa-desa ini dahulu turun dari langit.
Pada suatu hari, setiap kepala desa memanggil anak laki-lakinya dan mengadakan rapat di atas bukit Alcheon.
"Di antara kita tidak ada raja, sehingga kita tidak bisa memimpin rakyat kita. Oleh karena itu, rakyat bertindak seenaknya dan kita tidak bisa membiarkannya seperti ini. Kita harus mencari orang yang memiliki kebijaksanaan dan mengangkatnya menjadi raja lalu mendirikan ibukota."
Semua menganggukkan kepalanya.
Setelah rapat berakhir, para kepala desa menaiki bukit yang tinggi lalu menatap ke arah selatan.
"Ah, cahaya apakah itu?"
Seorang kepala desa menunjuk sebuah sumur bernama Najeong yang ada di bawah Yangsan. Di sana keanehan terjadi, yaitu cahaya seperti petir menyambar tanah. Selain itu seekor kuda putih juga terlihat sedang duduk berlutut menatap ke sumur.
"Jangan hanya melihat saja, mari kita pergi ke sana dan melihatnya."
Keenam kepala desa dan pengikut-pengikutnya berlari ke arah sumur untuk melihatnya. Akan tetapi di sana ada sebutir telur berwarna ungu yang sedang bercahaya terang. Di sampingnya ada seekor kuda putih yang menatap orang-orang itu lalu menangis sambil menatap ke langit.
Para kepala desa melihat telur itu, lalu telur itu mulai retak dan seorang anak laki-laki keluar dari telur itu. Perawakan anak itu bersih dan indah. Para kepala desa terkejut dan memandikan anak itu di kolam. Dari tubuh anak itu keluar cahaya misterius dan para burung dan binatang buas berkumpul lalu menari. Langit dan bumi bergetar lalu matahari dan bulan semakin bercahaya terang.
Para kepala desa merasa terharu lalu membungkuk kepada anak itu.
Saat itu, seorang kepala desa memberikan saran.
"Raja yang selama ini kita cari talah muncul. Marilah kita sebut dia Hyeokgyeose dan kita angkat dia sebagai raja kita."
Mendengar cerita itu, orang-orang berkumpul dan berbicara satu sama lain.
"Sekarang telah turun putra langit untuk kita sehingga kita harus mencarikan permaisuri untuknya."
Pada hari yang sama, Â di sebuah sumur bernama Aryeong di Saryangni, seekor naga bernama Gyerong muncul. Dari rusuk kiri naga tersebut, lahirlah seorang anak perempuan. Wajah dan tubuh anak itu berkilauan akan tetapi bibirnya berbentuk paruh ayam. Akan tetapi setelah anak itu dimandikan di sungai di sebelah utara Wolsong, paruh anak itu menjadi hilang. Sejak saat itu, daerah itu disebut Balcheon.
Para kepala desa akhirnya membangun istana kerajaan di kaki gunung selatan sebelah barat lalu membesarkan Hyeokgeose dan anak perempuan itu di sana. Hyeokgyeose lahir dari telur dan telur itu berbentuk seperti labu sehingga ia diberi nama Bak (kadang disebut juga Park atau 박 atau 朴) sebagai nama keluarga. Lalu anak perempuan itu diberi nama Aryeong, sesuai dengan nama sumur tempat ia muncul.
Setelah Hyeokgeose dan Aryeong berumur 13 tahun, mereka dijadikan raja dan permaisuri. Kerajaan mereka disebut Seorabeol. Seorabeol juga disebut sebagai Sara atau Saro. Nama kerajaan tersebut selanjutnya berubah dan lebih dikenal sebagai Silla.
Setelah memerintah Seorabeol selama 61 tahun, Hyeokgyeose naik ke langit. 7 hari setelahnya, tubuh Hyeokgyeose tercerai berai jatuh ke bumi dan sang permaisuri pun wafat.
Rakyat Seorabeol ingin mengadakan upacara pemakaman bagi raja dan permaisuri mereka akan tetapi selalu ada ular besar yang muncul untuk mengganggu mereka. Oleh karena itu, mereka tidak punya pilihan selain membuat lima buah makam kerajaan untuk bagian tubuh yang tercerai berai dan mengadakan upacara pemakaman di setiap makam.
Diterjemahkan dari buku Samguk Yusa yang ditulis oleh Ilyeon dan dituliskan ulang oleh Lee Jeong-beom. Diterbitkan oleh Younglim Cardinal Inc tahun 2012.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H