biarkan angin menimang letihku
bersama desis takbir, tahmid, dan tahlilku
mengejar senyum-Mu hingga batas waktu
pada embun kuendapkan doaku
agar ia terbang mengejar dan bersujud di hadirat-Mu
hingga kau jemu
cukuplah kerling mata-Mu
itu pun jika Kau mau
akan kusimpan ia dalam relung kalbu
hingga lindap pada sajadah biru
dari bulu-bulu beludru
di mana kutambatkan kening
pada malam-malam bening
menyungkup bersama hening
dan dalam gerimis kuhamparkan tasbihku
syukurku atas segala rahmat yang tak lekang oleh waktu
tak kuhitung berapa jumlahnya karena aku kerap alpa
dan Kau tak pernah menggunakan kalkulator
untuk menghitung seberapa banyak syukurku
karena Kau juga tak pernah menghitung nikmat-Mu
yang kukunyah saban hari
bersama kerdip mata, embus napas, alir darah, denyut nadi
Tuhanku
ampunku untuk sujudku yang kerap berpacu bersama nafsu
Tanah Kusir, awal Ramadhan 1437H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H