PERHATIAN pemerintah terhadap kaum berkebutuhan khusus masih jauh dari harapan, termasuk di olahraga dan terutama di balap sepeda. Padahal, di banyak negara, termasuk di sejumlah negara Asia Tenggara, balap sepeda bagi kaum difabel makin gencar dilakukan.
Disabilitas fisik mestinya memang tak jadi penghambat bagi seseorang untuk berprestasi, termasuk di balap sepeda. Sayangnya, paracycling di Indonesia bisa disebut belum disentuh sama sekali.
“Mestinya itu tugas kita semua untuk mulai bergerak, memberi mereka ruang untuk menunjukkan bakat dan jati diri. Mereka juga bisa mengibarkan bendera Merah Putih di kancah internasional,” kata mantan pebalap sepeda Puspita Mustika Adya. “Karena itu, kini saya siap membidani lahirnya Indonesia Paracycling.”
Di Asia, Paracycling baru dipertandingkan pada Asian Paragames 2010 di Guangzhou, China. Lalu, Kejuaraan Asia Paracycling juga mulai digelar pada 2016 di Jepang. Di Olimpiade Rio 2016, paracylcing juga akan dipertandingkan. Namun, sejauh ini, peserta dari Asia baru China, Jepang, Korea, dan Malaysia.
Di tingkat ASEAN, SEA Games Kuala Lumpur 2017 akan mempertandingkan paracycling. Selain Malaysia, Singapura, Brunei, dan Filipina, Indonesia juga mengisyaratkan akan mengutus wakilnya. Namun, hingga kini, pembinaannya belum nampak. Padahal, di Asian Games 2018, paracycling juga termasuk cabang olahraga yang wajib dipertandingkan.
Menurut Puspita, setelah SEA Games 2017 di Kuala Lumpur, lanjutannya adalah Asian Paralympic Games di Indonesia pada 2018 dan Paralympic Games di Tokyo 2020.
Karena itu, sebagai pemegang lisensi kepelatihan UCI (Uni Balap Sepeda Internasional), Puspita mendapat dukungan Asian Paralympic Committee untuk membentuk Indonesia Paracycling. Dukungan juga akan diberikan ketika Indonesia harus menyiapkan atlet ke SEA Paralympic di Kuala Lumpur.
Asian Paralympic Committee (APC) sendiri diresmikan International Paralympic Committee sejak 2006 dengan presidennya Dato’ Zainal Abu Zarin dari Malaysia. Dato’ Zainal juga Presiden ASEAN Para Sports Federation (APSF) dan Dewan Paralympic Malaysia (PCM). APC tergabung dalam organisasi serupa di Eropa, Amerika Serikat, Afrika, dan Oceania.
APC kini memiliki 48 National Paralympic Committee (NPC), termasuk Indonesia.
NPC Indonesia (setingkat KONI) saat ini diketuai Senny Marbun sebagai Presiden NPC berkedudukan di Solo. “Nah, yang belum dibentuk itu induk organisasi di bawah NPC,” kata Puspita.
“Majelis Sukan Negara Malaysia (MSN) dan APSF sudah berkomitmen akan memberikan bantuan dua buah sepeda tandem kepada NPC Indonesia agar Indonesia membentuk Indonesia Paracycling sekaligus melatih pebalap paracycling,” kata Dato’ Zainal kepada Puspita di Kuala Lumpur beberapa waktu lalu.
Pada tahap pertama, menurut Puspita, peraih sertifikat UCI high level di Swiss pada 2006 ini, atlet paracyling Indonesia akan berlatih tandem bersama pebalap normal. Selain itu, setidaknya akan ada dukungan bagi pebalap sepeda wheelchair.
Selain dukungan dari Malaysia, Puspita juga mendapat dorongan dari Senny Marbun untuk segera mewujudkan berdirinya Indonesia Paracycling. Dukungan serupa datang dari Rajasapta Oktohari, Ketua Umum PB ISSI. Dan, tentu saja Kemenpora yang mestinya sangat bertanggung jawab terhadap pembinaan bagi seluruh atlet, termasuk bagi kaum difabel.
“Setelah SEA Games 2017 dan Asian Games 2018, Indonesia bertekad sudah bisa tampil di Paralympic Games di Tokyo 2020,” tandas Puspita, peraih medali emas SEA Games 1991 ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H