“Oke...oke...” katanya sembari membereskan batu-batu akiknya dan memasang dua cincin berbatu hijau dan merah di jari manis tangan kanan dan kirinya.
“Sekarang Mama mau ke mana? Papa siap mengantar. Makan di luar kita hari ini? Ke Puncak? Ke mana saja Papa siap mendampingi...”
“Nah gitu dong.”
*
Dua hari menjelang ikut lomba batu akik di sebuah mall di Jakarta, Sardan mengalami malam serupa seperti malam-malam sebelumnya.
Sosok dengan pakaian serbaputih dan berambut panjang itu memasuki kamarnya nyaris tanpa suara setelah Meiske terlelap.
Rasa ingin tahunya membuat Sardan membiarkan sosok serbaputih itu melayang keluar. Sardan mengikutinya. Memasuki kamar kosong di sebelah kamarnya.
Betapa terkejutnya Sardan ketika sosok serbaputih yang ternyata seorang perempuan itu langsung berada di hadapannya ketika ia membuka pintu.
Sardan tergeragap. Tak bisa berkata apa-apa.
Sesaat kemudian sosok perempuan itu sudah menyambar tangannya dan menggenggamkan seraup batu akik di tangannya.
“Bawa ini ke lomba nanti. Kamu akan menang,” katanya. Suaranya seperti desiran. Tapi jelas di telinga Sardan.
Sardan belum berkata apa-apa, tahu-tahu sosok perempuan dengan pakaian serbaputih itu sudah tak ada lagi di hadapannya.
*
Lomba batu akik di sebuah mall di Jakarta berlangsung meriah. Para pakar batu akik, penggemar batu akik, membaur dengan para peserta. Panitia pun semringah melihat begitu banyak penonton yang melihat batu-batu akik yang dipamerkan.
Tahap demi tahap diikuti Sardan didampingi istrinya. Delapan batu akiknya selalu lolos dan terus meningkat ke babak selanjutnya.