Hal ini mengindikasikan pesan penting bahwa menunaikan ibadah haji tidak bisa sembarangan dilakukan. Meskipun secara geografis bangsa Arab ketika itu mudah sekali menjangkau Mekkah dan Madinah faktanya Rosulullah sudah mewanti-wanti umatnya untuk tidak menganggap enteng ibadah haji. Maka anjuran Rosulullah ibadah haji hanya wajib sekali saja dilakukan.
Namun demikian, seperti apa yang disitir oleh Imam Besar Masjid Istiqlal  Ali Mustafa Yaqub, jamaah haji Indonesia yang pulang ke Tanah Air. Bila mereka ditanya apakah Anda ingin kembali lagi ke Mekkah, hampir seluruhnya menjawab, ''Ingin.'' Hanya segelintir yang menjawab, "Saya ingin beribadah haji sekali saja, seperti Nabi SAW."
Jawaban itu menunjukkan antusiasme umat Islam Indonesia beribadah haji. Sekilas, itu juga menunjukkan nilai positif. Namun apabila kita perhatikan lebih seksama ratusan ribu jamaah haji diberangkatkan oleh pemerintah setiap tahun, akan tetapi sepertinya belum mampu mengangkat martabat bangsa ini dari berbagai keterpurukan sosial seperti korupsi, kemiskinan, dan perilaku amoral lainnya.
Padahal Haji adalah juga sebagai ibadah peralihan (ride de passages) bagi setiap muslim. Haji dianggap sebagai fase peralihan, diharapkan kepada para jamaah setelah menunaikan ibadah haji ada perubahan dalam setiap diri para jemaah haji sepulang dari tanah suci.
Jadi dapat digarisbawahi bahwa berhaji tidak hanya sempurna dalam menyelesaikan manasik hajinya secara sempurna, mulai dari berihram di maiqat yang telah ditentukan, thawaf di keliling baitullah, sa'i antara Shafa dan Marwah, wuquf di 'Arafah, mabit di Muzdalifa. Akan tetapi akan lebih lengkap ketika jamaah haji sepulang dari tanah suci dapat memperbaiki akhlak dan tingkah laku. Sungguh ironis jika setiap tahun ratusan ribu umat Islam berhaji, namun moral bangsa ini tidak kunjung membaik.
Memperbaiki akhlak secara pribadi dan mampu membawa pencerahan bagi lingkungan sekitar inilah sebenarnya puncak dari ibadah haji. Singkatnya ibadah haji akan membentuk perilaku akhlak terpuji dan mulia. Hal ini dapat diukur dengan peningkatan amal-amal kebajikan yang dilakukan, baik terhadap Allah SWT secara vertikal dan hubungan sesama manusia secara horizontal. Bahkan hubungan secara horizontal atau ibadah muta'addiyah (ibadah sosial) yang manfaatnya dirasakan pelakunya dan orang lain amat dianjurkan dalam Islam.
Dapat disimpulkan  memperbaiki akhlak secara pribadi dan sosial di masyarakat setelah menunaikan ibadah haji adalah tugas mulia, keteladanan mereka amat kita nantikan. Oleh sebab itu, mudah-mudahan para jamaah haji kita mampu membawa setumpuk harapan itu dipundaknya dan dapat pulang kembali ke tengah-tengah masyarakat sebagai mishbah (pelita) yang mencerahkan di tengah keterpurukan umat. Amien.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H