Mohon tunggu...
mardi yanto
mardi yanto Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menulis, ,Membaca, Berpikir

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Antusiasme Berhaji dan Keterpurukan Bangsa

29 Juni 2024   18:38 Diperbarui: 29 Juni 2024   18:38 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh: Mardiyanto*

 

Dalam setiap ibadah haji selalu saja mengemuka sebuah pertanyaan yang sekaligus harapan. Sanggupkah mereka menyandang gelar haji mabrur dan membawa perubahan ditengah-tengah masyarakat yang kian terpuruk dengan degrarasi moral?      

Menurut Imam Masjid Istiqlal, Ali Mustafa Yaqub Ibadah haji masuk kategori ibadah qashirah (ibadah individual) yang bersifat individual artinya manfaat hanya dirasakan pelakunya dan bukan termasuk ibadah muta'addiyah (ibadah sosial) yang manfaatnya dirasakan pelakunya dan orang lain.

Pendapat tersebut tentunya masih bisa diperdebatkan, memang ibadah haji sebagai ibadah bersifat individual, akan tetapi tidak kemudian lepas begitu saja, sebab ada beban sosial terhadap gelar H (Haji) yang kemudian melekat pada namanya. Sehingga pada tataran tertentu ibadah haji sebenarnya bisa dimaknai juga sebagai ibadah muta'addiyah.

            Dengan demikian ibadah haji juga menekankan dimensi sosial kemasyarakatan. Oleh sebab itu, betapa sungguh berat ibadah haji itu dilakukan secara sempurna. Bukan hanya fisik yang diuji oleh Allah, akan tetapi kesabaran, tutur kata, dan sikap perilaku sekembali dari tanah suci haruslah menjadi sosok yang saleh. Bila lolos, gelar haji mabrur itulah yang dapat disandangnya.

Lalu, apa haji mabrur itu sebenarnya, salah seorang Ulama Hadis Al Hafidh Ibn Hajar al' Asqalani dalam kitab Fathul Baarii, syarah Bukhori Muslim menjelaskan: "Haji mabrur adalah haji yang maqbul yakni haji yang diterima oleh Alah SWT."

Pendapat lain yang saling menguatkan dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam syarah Muslim: "Haji mabrur itu ialah haji yang tidak dikotori oleh dosa, atau haji yang diterima Allah SWT, yang tidak ada riyanya, tidak ada sum'ah tidak rafats dan tidak fusuq."

Selanjutnya oleh Abu Bakar Jabir al Jazaari dalam kitab, Minhajul Muslimin mengungkapkan bahwa: "Haji mabrur itu ialah haji yang bersih dari segala dosa, penuh dengan amal shaleh dan kebajikan-kebajikan."

Berdasarkan rumusan yang diberikan oleh para Ulama di atas tentang pengertian haji mabrur ini, maka dapat kita simpulkan bahwa haji mambur adalah haji yang dapat disempurnakan segala hukum-hukum berdasarkan perintah Allah dan Rasulullah SAW. Sebuah predikat haji yang tidak mendatangkan perasaan riya' bersih dari dosa senantiasa dibarengi dengan peningkatan amal-amal shalih, tidak ingin disanjung dan tidak melakukan perbuatan keji dan merusak.

Karena beratnya ibadah haji itulah belum semua orang bisa mudah mendapat gelar haji mabrur. Bahkan ketika ada seorang sahabat Rosulullah SAW bertanya kepada beliau, "Ya Rosulullah, apakah ibadah haji itu wajib dilakukan setiap tahun?". Ketika itu rosulullah hanya diam saja, sampai kemudian orang tersebut bertanya untuk ketiga kalinya dengan pertanyaan yang sama persis rosulullah baru menjawabnya. "Andai Aku tadi menjawab "YA", sungguh kalian tidak akan sanggup untuk melakukannya", begitulah jawaban Rosulullah.

            Hal ini mengindikasikan pesan penting bahwa menunaikan ibadah haji tidak bisa sembarangan dilakukan. Meskipun secara geografis bangsa Arab ketika itu mudah sekali menjangkau Mekkah dan Madinah faktanya Rosulullah sudah mewanti-wanti umatnya untuk tidak menganggap enteng ibadah haji. Maka anjuran Rosulullah ibadah haji hanya wajib sekali saja dilakukan.

Namun demikian, seperti apa yang disitir oleh Imam Besar Masjid Istiqlal  Ali Mustafa Yaqub, jamaah haji Indonesia yang pulang ke Tanah Air. Bila mereka ditanya apakah Anda ingin kembali lagi ke Mekkah, hampir seluruhnya menjawab, ''Ingin.'' Hanya segelintir yang menjawab, "Saya ingin beribadah haji sekali saja, seperti Nabi SAW."

Jawaban itu menunjukkan antusiasme umat Islam Indonesia beribadah haji. Sekilas, itu juga menunjukkan nilai positif. Namun apabila kita perhatikan lebih seksama ratusan ribu jamaah haji diberangkatkan oleh pemerintah setiap tahun, akan tetapi sepertinya belum mampu mengangkat martabat bangsa ini dari berbagai keterpurukan sosial seperti korupsi, kemiskinan, dan perilaku amoral lainnya.

Padahal Haji adalah juga sebagai ibadah peralihan (ride de passages) bagi setiap muslim. Haji dianggap sebagai fase peralihan, diharapkan kepada para jamaah setelah menunaikan ibadah haji ada perubahan dalam setiap diri para jemaah haji sepulang dari tanah suci.

Jadi dapat digarisbawahi bahwa berhaji tidak hanya sempurna dalam menyelesaikan manasik hajinya secara sempurna, mulai dari berihram di maiqat yang telah ditentukan, thawaf di keliling baitullah, sa'i antara Shafa dan Marwah, wuquf di 'Arafah, mabit di Muzdalifa. Akan tetapi akan lebih lengkap ketika jamaah haji sepulang dari tanah suci dapat memperbaiki akhlak dan tingkah laku. Sungguh ironis jika setiap tahun ratusan ribu umat Islam berhaji, namun moral bangsa ini tidak kunjung membaik.

Memperbaiki akhlak secara pribadi dan mampu membawa pencerahan bagi lingkungan sekitar inilah sebenarnya puncak dari ibadah haji. Singkatnya ibadah haji akan membentuk perilaku akhlak terpuji dan mulia. Hal ini dapat diukur dengan peningkatan amal-amal kebajikan yang dilakukan, baik terhadap Allah SWT secara vertikal dan hubungan sesama manusia secara horizontal. Bahkan hubungan secara horizontal atau ibadah muta'addiyah (ibadah sosial) yang manfaatnya dirasakan pelakunya dan orang lain amat dianjurkan dalam Islam.

Dapat disimpulkan  memperbaiki akhlak secara pribadi dan sosial di masyarakat setelah menunaikan ibadah haji adalah tugas mulia, keteladanan mereka amat kita nantikan. Oleh sebab itu, mudah-mudahan para jamaah haji kita mampu membawa setumpuk harapan itu dipundaknya dan dapat pulang kembali ke tengah-tengah masyarakat sebagai mishbah (pelita) yang mencerahkan di tengah keterpurukan umat. Amien.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun