Sang ibu, Nuwar binti Malik, menyusul di belakangnya. Tak kurang kesedihannya daripada putranya. Ingin sekali dia melihat putranya berangkat sebagai mujahid bersama kaum lelaki yang lain di bawah panji-panji Rasulullah. Ingin sekali dia menyaksikan putranya mengantikan kedudukan ayahnya yang telah tiada.
Rasulullah memandangi pemuda kecil itu. Diam-diam beliau merasa kagum bercampur gembira. Diraihnya bahu anak itu, ditepuk dengan penuh kasih sayang, sambil dihiburnya, mengingat dia harus dikembalikan karena masih terlalu muda.
Begitu juga ketika perang Uhud, Nabi Sallallahu A’laihi Wasallam masih  melarang sekelompok anak muda berkuda termasuk Zaid di dalamnya. Tetapi dua anak muda yang tubuhnya cukup kekar dan mempunyai keahlian tertentu Nabi Sallallahu A’laihi Wasallam mengijinkannya, yakni Rafi bin Khudaij dan Samurah bin Jundub. Keduanya berusia limabelas tahun. Zaid bin Tsabit sendiri baru terjun dalam pertempuran dalam perang Khandaq  pada tahun ke 5 hijriah. Setelah itu, ia hampir selalu menyertai berbagai pertempuran yang dilakukan Nabi Sallallahu A’laihi Wasallam.
Jumardi Salam
Samarinda, 9 Januari 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H