Mohon tunggu...
Mardi Sirait
Mardi Sirait Mohon Tunggu... Lainnya - Administer Social Justice

Menulis adalah pengabdian bagi keabadian dan menyuarakan kebenaran.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Integritas dan Kompetensi: Penjual Pisang Goreng

8 Oktober 2020   14:42 Diperbarui: 8 Oktober 2020   15:12 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Integritas melapangkan seseorang untuk berjalan ke depan dan tanpa harus dihambat kasus yang menyanderanya. Integritas juga meleluasakan seseorang untuk melakukan yang benar tanpa harus dihalangi track record (jejak rekam) yang bermasalah sebelumnya.

Tentang kompetensi, kemampuan seseorang untuk menciptakan karya. Kompetensi memberikan kapasitas untuk menoreh berbagai prestasi terlebih untuk kemaslahatan dan hajat orang banyak di ruang publik.

Dunia kerja yang profesional membahas berbagai topik, dari bahasan etos kerja, bahasan reward-penghargaan atas suatu pencapaian, bahasan tentang punishment-hukuman atas pelanggaran aturan, bahasan atas insentif atau bonus, bahasan penilaian capaian kinerja (Key Performance Indicator) dan banyak topik-topik lain. Namun, secara prinsip dan nilai-nilai, bahasan di atas bukanlah hal yang asing ditengah-tengah hidup keseharian setiap orang-orang diberbagai kalangan.

Tidak lantas konsep, prinsip dan nilai bahasan diatas menjadi hal yang baru bagi mereka yang tidak dalam dunia kerja yang profesional. Secara teori bisa jadi kita tidak memahaminya, tetapi nilai-nilai tersebut menjadi hal yang umum bagi setiap orang dalam praktik mencapai tujuan, target dan karakter diri.

... Lihat saja dari sepenggal cerita di bawah.

Masa itu, kita di-breafing- (dikasi arahan singkat) di meja panjang tempat kita sarapan, sebelum pergi ke sekolah.

Pisang goreng yang harus dijual, dibungkus dan diserahkan masing-masing kepada kami. Jumlah pisang goreng per bungkus-an itu sekitar 30 sampai 40 dan biasanya ditambah 5 lagi sebagai bonus untuk dijual dan hasilnya untuk pribadi. Di banyak kesempatan kita juga menerima bonus atau tambahan atas penjualan yang laku luwes setiap harinya dan biasannya disertakan laporan harian: jumlah gorengan yang dibawa ke sekolah, laku berapa, sisa berapa. Biasanya, setiap malam kita duduk bersama melapor hasil penjualan hari itu.

Singkatnya, kita diberangkatkan ke sekolah sebagai anak yang harus belajar dan sebagai penjual goreng pisang yang harus menjual habis semua dagangan yang dibawa.

Di masa sekolah, waktu rehat (masa istirahat) ada dua sesi: di pagi hari setelah kira-kira 2 s/d 3 mata pelajaran dan di siang hari sebelum 1 s/d 2 mata pelajaran sebelum pulang sekolah.

Hal mendasar setelah sampai di sekolah, biasanya langsung mengeluarkan bungkusan gorengan dari tas dan memasukkan nya ke dalam laci. Karna beberapa kasus, pagi setelah sampai dikelas, lupa mengeluarkan bungkusan gorengan tersebut, akhirnya di sesi istirahat saat mengeluarkan bungkusan goreng tersebut panas, keringatan dan jadilah pisang yang lepuh siap sedia untuk ditawarkan.

Di masa sesi istrahat I. Setelah akhir pelajaran menuju istrahat I, segera mengeluarkan tumpukan plastik hitam berisi gorengan. Durasi istirahat pertama menjadi acuan untuk menjajakan ke guru-guru dan teman-teman sekolah sebanyak dan sebisa mungkin.
Istirahat I menjadi acuan untuk menjual total gorengan hari itu, sehingga di sesi istrahat ke II lebih mudah menjual yang sisa hingga habis.

Lonceng masuk kembali berbunyi, artinya kembali masuk belajar sembari membungkus sisa goreng yang dijajakan dan memasukkan ke laci meja.
Kembali setelahnya, memasuki sesi istrahat kedua yaitu sesi terakhir sebagai penentu kita berhasil menjual habis gorengan hari ini atau dengan sedih membawa kembali pulang dengan kepastian tidak mendapat bonus atas penjualan yang laku semua.

Sepulang sekolah, kita harus membuat perhitungan pribadi dengan format yang dibuat. Kita kembali ke rumah, ganti pakaian dan langsung ke ladang. Makanan untuk santapan makan siang selalu mama bawa ke ladang dipagi harinya, hal ini juga semacam cerita panjang kisah lain. Kenapa makanan yang menjadi santapan makan siang selalu sudah dibawa ke ladang?

Tak lain tak bukan, agar setiap pulang sekolah dengan naluri lapar tidak lagi main-main keluyuran kesana-kemari, tetapi langsung pergi ke ladang. Hubungannya langsung ke ladang dan makan diladang, tak lain tak bukan, ternyata agar kami harus datang ke ladang segera dan segera mungkin setelah makan, kerja diladang.

Ternyata tujuan makanan yang menjadi santapan makan siang dibawa ke ladang adalah dengan sendirinya mengaharuskan kami ke ladang tiap hari untuk kerja.

Sore di rumah, kita akan dimandikan dengan gosokan kain yang dipenuhi buih-buih sabun yang tebal. Membersihkan setiap sisi badan yang kotor, masi teringat dan terasa keras juga kuat gumpalan kain itu ditancapkan ke bagian tubuh yang kotor. Terutama telinga akan dikucek habis, hingga terasa sakit dan berwarna merah hingga bersih dan tampilan kita tidak pernah kotor dan kumuh, kita diajarkan demikian. Selalu jaga kebersihan dan selalu rapi, beliau mendidik begitu.

Setelah makan malam bersama, sebelum menyelesaikan PR dari sekolah, kita memberikan laporan penjualan hari itu.
Yang penjualannya laku habis, mama akan hadiah kan bonus uang tambahan semacam penghargaan beliau dan dorongan untuk bergiat.
Tak jarang gorengan itu tidak laku, tapi seumur-umur waktu itu, sangat ingat dengan jelas kalau beliau tidak pernah memarahi sekali pun, hanya karena gorengan tidak laku.

Kita melaporkan hasil jualan, dibawa berapa, laku berapa, sisa berapa. Setelah saya melaporkan, beliau memberikan penghargaan atau dorongan kalau tidak laku.

Berlanjut dengan mitra saya (dalam hal penjualan), dia melaporkan dan tak jarang perhitungannya bermasalah. Goreng habis uang tidak kelihatan, atau gorengan tidak laku tapi tidak sesuai dengan sisa gorengan yang tidak laku.

Sampai kalau di hari minggu, karena kita jualan juga, tambahan menu: mie, goreng godok-godok dan goreng pisang menjadi aturan yang lain lagi.
Kalau pagi hari, mama yang jaga saat kami harus pergi ke gereja untuk sekolah minggu dengan adek saya.

Setelah pulang sekolah minggu, mama akan mengajari kami untuk membuat porsi satu bungkus mie dan harga-harga juga ketentuan lainnya.
Menarik, disebelah rumah, tetangga punya televisi yang waktu itu sangat jarang dimiliki banyak orang. Sehingga, kita mau menonton apalagi mama lagi tidak ada, tapi satu sisi kita dipesankan untuk menjaga dirumah dan jualan.

Akhirnya, teringat jelas saya dan adek saya membagi tugas. Kita harus nonton dan kita harus jualan juga.

Akhirnya, kita gantian, berganti menjaga jualan dan berganti untuk menonton. Patokannya sederhana masa itu, dua kali iklan kita ganti peran, satu menonton dan satu jualan, sebalinya 2 iklan kedepan berganti, yang satu jualan dan satu menonton, hingga mama pulang dari gereja sekitar jam 12 - jam 1 an.
Hari-hari dalam kehidupan itu mengajarkan perjuangan dan pergulatan dalam hidup seperti itu.
Secara prinsip tentang bahasan diawal memang tidak dipahami, tetapi sudah menjadi bagian hidup yang tak terpisah dari praktek sehari-hari.

Menutup cerita di atas, tidak mengingat persis kapan itu dimulai dan kapan berakhir, tetapi yang nyata dan pasti kehidupan di masa kecil dan masa sekolah dasar.Ibu Basaria Simbolon sekaligus tante kalau diluar sekolah, mungkin mengingat sedikit dan jadi saksi hidup cerita penjualan pisang tersebut, *kalau tidak salah ingat bersama Alm. Ibu Saragih dari Parapat, Ibu Sitanggang dan lainnya.

Cerita itu sudah lama, tetapi itu membekas dan menata karakter dan kedirian menjalani kedewasaan, ""Sekiranya menjadi orang yang takut akan Tuhan, menghormati mama, mencintai sesama dan berkarya bagi masyarakat dn menjadi berkat bagi orang banyak ditengah-tengah bangsa"", menjadi doa yang selalu dipanjatkan kepada yang Ilahi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun