Mohon tunggu...
Mardiatul zahra
Mardiatul zahra Mohon Tunggu... Psikolog - psychology

seorang perempuan yang memiliki tekad yang kuat untuk menggapai masa depannya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak broken home terhadap psikis anak saat dewasa

17 Januari 2024   22:51 Diperbarui: 17 Januari 2024   22:59 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DAMPAK BROKEN HOME TERHADAP PSIKIS ANAK SAAT DEWASA

 

Mardiatul Zahra 

Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA

Abstrak

            Jumlah perceraian terus meningkat dan berdampak terhadap anak-anak  terkadang keputusan bercerai diambil demi kebaikan individu masing-masing.    Dampak yang diberikan kepada anak sangat fatal dan memiliki dampak yang berkepanjangan. Dampak yang terjadi seperti kesejahteraan psikologis, ganguan saat belajar maupun gangguan sosial anak. Selain itu dapat menciptakan stres, tekanan, dan memiliki efek pada perubahan fisik dan mental. Pada usia 15-19 tahun merupakan masa transisi anak dimana perubahan dari anak-anak menuju dewasa. Keadaan yang tidak diharapakan seorang anak dimana tidak ada keharmonisan lagi didalam keluarganya.  Hal ini memiliki dampak yang signifikan terhadap psikologis anak. Efek psikologis ini dapat bertahan hingga dewasa dan memengaruhi banyak aspek kehidupan, termasuk hubungan pendidikan, pekerjaan dan kehidupan di masa depan. Artikel ini membahas penyebeb broken home, dampak yang diterima pada anak meliputi psikis, kecemasan dan berbagai solusi yang harus dilakukan orang tua terhadap anak yang mengalami dampak broken home seperti memberikan hal -hal yang positif, tidak bertengkar didepan anak.

Kata kunci: Broken home, dampak, Solusi

 

PENDAHULUAN

Peningkatan jumlah perceraian adalah masalah internal dan eksternal yang dihadapi oleh kedua belah pihak. Perceraian sering kali dianggap sebagai keputusan yang diambil demi kebaikan kedua belah pihak, tanpa mempertimbangkan dampak yang akan dirasakan oleh anak-anak sebagai korban utama. Keputusan ini berdampak fatal terhadap kesejahteraan psikologis anak-anak yang terlibat, terutama karena mereka sering kali tidak memahami makna dari perceraian tersebut saat mereka masih kecil. Selain itu, orang tua cenderung menutupi keadaan sebenarnya dari anak-anak mereka yang menjadi korban perceraian tersebut (Mistiani, 2020).

Menurut Mistiani (2020), pada usia yang relatif sensitif, sekitar 15 hingga 19 tahun, masa transisi dari remaja ke dewasa dapat memiliki dampak signifikan terhadap kesejahteraan psikologis seorang anak. Pada periode ini, anak dapat terpengaruh baik atau buruk, tergantung pada respons dan Perhatian yang diberikan oleh orang tua. Dalam beberapa keadaan, telah terbukti bahwa keluarga yang mengalami perpecahan (broken home) dapat menimbulkan implikasi yang signifikan. yang sangat merugikan pada kesejahteraan psikologis anak. Kondisi di mana rumah tangga terpecah memiliki dampak negatif yang signifikan pada kesejahteraan mental anak, contohnya adalah penurunan prestasi belajar, yang dapat terlihat dari banyaknya peserta didik yang mengalami hal tersebut. penurunan prestasi akibat pengaruh langsung dari situasi keluarganya.(Massa et al., 2020; Wahid et al., 2022).

  • Kondisi "broken home" Situasi keluarga yang rusak, Ketika orang tua mengalami perceraian atau berpisah, hal tersebut bisa berdampak secara psikologis pada anak. Anak-anak yang berada dalam situasi ini mungkin mengalami stres, kebingungan,dan kecemasan. Efek psikologis ini dapat bertahan hingga dewasa dan memengaruhi banyak aspek kehidupan, termasuk hubungan, pekerjaan, dan kehidupan di masa depan (Indah, 2022). Pada artikel ini akan dibahas terkait dampak broken terhadap psikis anak saat dewasa.

 

PEMBAHASAN

Apa Itu Broken Home?

Broken home merujuk pada keadaan keluarga di mana salah satu dari kedua orang tua telah bercerai, seperti yang digambarkan dalam istilah Bahasa Indonesia. Istilah "broken home" menggambarkan situasi di mana perceraian telah dialami oleh salah satu dari orang tua dalam sebuah keluarga atau lingkungan rumah tangga. Keluarga yang mengalami hal tersebut  sering kali menjadi lingkungan yang tidak harmonis, sering terjadi konflik dan pertengkaran yang akhirnya Situasi ini dapat mengakibatkan perpisahan (Aisyah et al., 2022). Keadaan ini mungkin timbul Ketika satu dari dua orang tua tidak hadir dalam situasi tersebut. lingkungan keluarga atau rumah tangga,baik itu karena perceraian, kematian, meninggalkan keluarga, dan sebab lainnya (Kartini et al., 2019). Definisi broken home mencakup kondisi keluarga yang tidak harmonis, sering kali penuh dengan konflik, dan mungkin berakhir dengan perceraian (S. Willis, 2015).

            Penyebab dari broken home meliputi beberapa faktor, seperti:

  • Perceraian yang terjadi
  • Kurangnya kedewasaan dalam sikap dan tanggung jawab orang tua
  • Jarak yang terjauhkan dari nilai-nilai keagamaan
  • Kendala ekonomi
  • Permasalahan dalam bidang pendidikan. Salah satu contoh perilaku kurang matang dari orang tua dapat tercermin dalam sikap egois dan egosentris yang mereka tunjukkan.
  • Broken home bisa berasal dari beberapa faktor, salah satunya:
  • Perceraian orang tua
  • Kekurangan dalam kematangan sikap dan tanggung jawab orang tua
  • Jauhnya hubungan dengan nilai-nilai keagamaan
  • Kendala ekonomi
  • Masalah dalam pendidikan. Salah satu contoh dari ketidakdewasaan sikap orang tua adalah perilaku egois dan egosentris yang mereka tunjukkan (Adaptasi dari Aisyah et al., 2022; Kartini et al., 2019; S. Willis, 2015  

Dampak Broken Home Terhadap Psikis Saat DewasaBroken home memberikan dampak psikis pada anak hingga anak tersebut tumbuh dewasa (Aisyah et al., 2022). Menurut Rahmat & Alawiyah (2020) terdapat dua aspek dalam psikis diantaranya aspek emosi dan aspek kognitif. Aspek emosi meliputi perasaan senang sedih atau malu sedangkan pada aspek kognitif mencakup kemampuan berpikir, konsentrasi, dan pengambilan keputusan.Kondisi keluarga yang mengalami perpisahan ini sering kali tidak mencerminkan keharmonisan seperti yang diharapkan dalam sebuah keluarga (Massa et al., 2020). 

Dan keadaan ini dapat membawa dampak negatif pada kesejahteraan mental anak-anak. terbukti dengan banyaknya peserta didik yang mengalami penurunan prestasi belajar karena dipengaruhi oleh kondisi keluarganya, dan dampak ini cenderung berlanjut hingga anak-anak Menjadi dewasa (Mistiani, 2020). Hal ini sejalan dengan pandangan Moh. Shochib yang menyatakan bahwa perceraian dan perpisahan dapat membawa dampak negatif. terhadap perkembangan kepribadian anak. (Shochib, 1998).

Kejadian broken home dalam keluarga selalu memiliki konsekuensi yang signifikan. Dapat menciptakan stres, tekanan, dan memiliki efek pada perubahan fisik dan mental. Keluarga seharusnya menjadi lingkungan yang memberikan contoh perilaku positif bagi anak-anak, membimbing mereka dalam pertumbuhan yang baik, serta menjadi sumber kasih sayang dan rasa aman. Kekurangan ini karena perceraian memiliki dampak yang beragam pada perkembangan psikologis remaja, terutama bagi mereka yang mengalami masalah temperamen dan kekurangan dalam kemampuan sosial..Dampak dari perceraian bisa mencakup persoalan psikologis seperti gangguan kepribadian, kesulitan dalam prestasi akademis, serta masalah perilaku di luar diri (seperti perilaku yang kurang terkendali dan kenakalan remaja) atau masalah internal (seperti kecemasan dan depresi), serta kesulitan dalam mengembangkan hubungan dekat. Anak-anak yang terpengaruh juga mungkin mengalami aktivitas seksual dini, konsumsi narkoba, pergaulan dengan teman yang berisiko, rendahnya rasa percaya diri, serta kesulitan dalam membuat keputusan. Selain itu, remaja yang kehilangan tempat tinggalnya mungkin mencari keamanan dan kenyamanan di lingkungan lain, seperti dengan teman-teman, tetangga, atau rekan sebaya yang menawarkan rasa nyaman dan kedamaian bagi mereka (Ndari, 2016).

Dampak broken home pada psikis anak salah satunya adalah pada kemampuan mereka dalam berinteraksi sosial. Menurut (Mistiani, 2018)Saat anak berada dalam lingkungan rumah yang tidak stabil, mereka mengalami rasa malu, kurangnya kepercayaan diri, dan kekhawatiran atas ketidakamanan.Anak-anak dari keluarga yang tidak harmonis sering menghadapi kesulitan dalam interaksi sosial, merasa malu, serta kekurangan kepercayaan diri.Anak-anak dari keluarga broken home sering merasakan tingkat stres yang tinggi, seperti depresi dan kecemasan, karena kurangnya dukungan dari lingkungan teman yang bisa mereka andalkan.Ketidakharmonisan dalam rumah tangga justru dapat membuat anak merasa tidak nyaman dalam situasi tersebut.Banyak anak merasa sangat khawatir karena mereka melihat perubahan atau keretakan pada orang yang mereka cintai dan di tempat tinggal mereka.Jika anak merasa curiga atau tidak puas dengan perilaku orang tua mereka dan merasa tidak didengar atas kebutuhan atau pendapat mereka, hal ini dapat memicu perasaan memberontak dan berusaha melarikan diri.

Solusi Untuk Mengatasi Dampak Broken Home pada psikoligis anak

            Beberapa anak dari keluarga broken home ditemukan mampu memiliki prestasi yang baik dan mampu tumbuh menjadi positif. Mereka mampu membangun resiliensi dalam menghadapi permasalahan keluarganya. Sebagimana terlihat dari keterangan informan dengan dorongan motivasi dari diri sendiri, prestasi belajarnya dapat ditingkatkan. Lebih lanjut, kita perhatikan pada subbagian duan dalam pembahasan, temuan ini sedikit kontradiktif. Hasil studi Abrantes & Casinillo (2020), Okafor & Egenti (2021) mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara prestasi akademik siswa dari rumah orang tua tunggal dan dua orang tua. Juga ditemukan bahwa masalah yang dihadapi oleh siswa dari rumah orang tua tunggal tidak mempengaruhi studi dan sikap belajar mereka.          

Hal yang harus diterapkan oleh orang tua untuk mengurangi dampak broken home terhadap anak:

  • Melakukan hal-hal positif seperti mendukung cita-cita atau kegiatan yang sedang dilakukan anak
  • Memberikan motivasi atau afiliasi bahwa kejadian ini bukan salah anak
  • Berusaha tetap melalukan tugas orang tua dengan memberi kasih sayang yang sama seperti saat orang tua masih bersama
  • Berusaha menjadi tempat curhat atau mengutarakan perasaan gelisah yang mereka alami.
  • Jangan pernah melibatkan masalah perpisahan orang tua kepada anak.

PENUTUP

  • Kesimpulan

            Dapat disimpulkan Perceraian atau keretakan rumah tangga memberikan dampak psikologis yang serius pada anak, yang dapat memengaruhi hubungan sosial dan kesejahteraan psikis mereka saat dewasa. Terdapat beragam dampak psikis pada anak yang terpengaruh oleh broken home, termasuk kesulitan dalam berinteraksi sosial, gangguan mental, kecemasan, prestasi pendidikan yang menurun, dan perasaan benci atau pemberontakan terhadap orang tua. Solusi dan Pendekatan yang dapat diterapkan untuk membantu anak-anak mengatasi dampak psikologis dari broken home, seperti memperbaiki hubungan dan komunikasi keluarga, serta tidak membatasi kegiatan yang bersifat positif, kreativitas dan ekspresi anak.

Daftar Pustaka

Aisyah, S. H., Bahiyah, K., Prasetiya, B., & Kusumawati, D. (2022). Dampak Psikologi Terhadap Kehidupan Anak Korban Broken Home. Al-ATHFAL: Jurnal Pendidikan Anak, 3(2), 75--81. https://doi.org/10.46773/alathfal.v3i2.485

Dagun, S. M. (2002). Psikologi Keluarga(cetakan kedua). Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Hasanah, M., & Maarif, M. A. (2021). Solusi Pendidikan Agama Islam Mengatasi Kenakalan Remaja Pada Keluarga Broken Home. Attadrib: Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, 4(1), 39--49. https://doi.org/10.54069/attadrib.v4i1.130

Indah, N. (2022). Membuang hawa negatif dengan teknik self care pada keluarga broken home: studi kasus Rasanggaro Timur, Desa Matua. UIN Mataram.

Kartini, I. I., Listiawaty, T. N., & Rosita, T. (2019). Gambaran Motivasi Belajar Siswa Yang Mengalami Broken Home. FOKUS (Kajian Bimbingan & Konseling Dalam Pendidikan), 2(1), 9. https://doi.org/10.22460/fokus.v2i1.2971

Khusniyah, N. L. (2018). Peran orang tua sebagai pembentuk emosional sosial anak. Qawwam, 12(1), 87--101.

King, L. A., & Stott, D. E. (2011). The science of psychology: An appreciative view. McGraw-Hill New York.

Massa, N., Rahman, M., & Napu, Y. (2020). Dampak Keluarga Broken Home Tehadap Perilaku Sosial Anak. Jambura Journal of Community Empowerment, 1--12.

Mistiani, W. (2020). Dampak Keluarga Broken Home Terhadap Psikologis Anak. Musawa: Journal for Gender Studies, 10(2), 322--354. https://doi.org/10.24239/msw.v10i2.528

Ndari, P. (2016). Dinamika Psikologis Siswa Korban Broken Home di Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Sleman. Skripsi: Universitas Negeri Yogyakarta, Fakultas Ilmu Pendidikan, http ....

Rahmat, H. K., & Alawiyah, D. (2020). Konseling traumatik: Sebuah strategi guna mereduksi dampak psikologis korban bencana alam. Jurnal Mimbar: Media Intelektual Muslim Dan Bimbingan Rohani, 6(1), 34--44.

Rajagukguk, S. R. J., Sibagariang, S., Sinaga, N. R., Sitompul, H. Y., & Widiastuti, M. (2022). Dampak Keluarga Broken Home Terhadap Peserta Didik Yang Mengalami Kesulitan Berkosentrasi. Jurnal Pendidikan Sosial Dan Humaniora, 1(4), 383--402.

Rizky, A. A. (2021). Studi Dampak Psikologis Pada Siswa Beprestasi Rendah Yang Mengalami Broken Home Di SMA Negeri 1 Alalak. Universitas Islam Kalimantan MAB.

S. Willis. (2015). konseling keluarga (family counseling. Alfabeta.

Shochib, M. (1998). Pola asuh orang tua: untuk membantu anak mengembangkan disiplin diri. Rineka Cipta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun