Mohon tunggu...
Mardiana
Mardiana Mohon Tunggu... Penulis - Menulislah, walau sebait kata

Menuangkan segala dibenak menjadi tulisan yang bermanfaat bagi orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perjuangan Seorang Ibu

15 November 2020   07:26 Diperbarui: 15 November 2020   07:42 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disebuah rumah yang tak terlalu reyot untuk dihuni, seorang Ibu yang tak terlalu tua. Usianya di perkirakan 50 lebih, selalu siap dengan alat tempur memasaknya.

Dirinya seorang Janda yang baru setahun di tinggal mati oleh suaminya, berjuang mencari nafkah untuk biaya kehidupan sehari-hari dan biaya anaknya yang masih kuliah dan sekolah SMA.

Setiap pagi dirinya selalu sibuk dengan pesanan kue orang-orang, si sulung yang selau membantu promosikan dagangannya via online ataupun offline.

Si sulung merasa iba dengan kondisi Ibunya, karena kaki bunya sakit dan membuat dirinya merasa kesulitan untuk berjalan. Tetapi Ibunya yang tak mengenal lelah dan pantang menyerah, selalu ingin bekerja walau hanya membuat kue dirumah.

Alhamdulillah, setiap hari kuenya di minati oleh pembeli walau kadang tak pernah habis, tapi tak menyurutkan kemauannya untuk  selalu membuat kue lagi keesokan harinya.

Hingga suatu hari, si sulung mengatakan pada Ibunya agar malam itu untuk istirahat dan libur membuat adonan kue, karena mereka baru selesai pengajian dirumahnya.

Si sulung tak mau Ibunya menjadi sakit, karena kecapaian. Tetapi Ibunya masih juga ingin membuat adonan malam itu. Si sulung yang tidur cepat malam itu, tak ingat untuk mempromosikan jualan Ibunya.

Keesokan harinya, satupun kue Ibunya tak ada yang laku. Ada rasa bersalah si Sulung terhadap Ibunya, ada rasa iba melihat usaha yang dilakukan Ibunya menjadi sia-sia.

Si sulung menangis dalam hati dengan hari penyesalannya, dia tak tau mungkin Ibunya juga merasakan hal yang sama. Mereka mencoba untuk menutupi kesedihan masing-masing.

Namun, Ibunya mengatakan kue itu akan di bawa ke tempat saudaranya yang sedang punya hajatan dihari itu juga.

Ah, andai saja malam itu si Sulung tidak terlalu capat tidur, mungkin hari itu tak akan ada tangisan dalam hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun