Mohon tunggu...
Mardiana
Mardiana Mohon Tunggu... Penulis - Menulislah, walau sebait kata

Menuangkan segala dibenak menjadi tulisan yang bermanfaat bagi orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kekasih Ayah adalah Guruku

4 November 2020   07:06 Diperbarui: 4 November 2020   08:18 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak terasa kami sudah sampai di depan rumahnya. Kemudian Ia mengajakku mampir untuk sekedar minum teh, sebagai ucapan terimakasih karena telah mengantarkannya.

Sengaja Ku tolak tawarannya, karena Aku berharap suatu saat nanti Ia pasti akan menawarkan kembali, dan Aku bisa lebih dekat lagi dengan dirinya.

***

Suara mobil berhenti di depan rumah, mungkin Ayah pulang dari luar kota. Lalu ku intip dari kaca jendela kamar yang posisi kamarku menghadap ke teras rumah, jadi Aku lebih tau duluan siapa saja yang keluar masuk dari rumah ini.

Sebentar lagi pasti akan ku dengar suara ledakan dari dalam kamar orang tua ku, seperti itulah setiap kali Ayah pulang dari luar kota. Biasanya saat perang terjadi, ku nyalakan musik di kamarku agar telinga ku tak sakit saat bom akan meledak.

Tak lama kemudian, ku lihat ayah masuk ke dalam mobil, kemudian nampak Ibuku sambil memegang sesuatu dan melemparkannya ke arah Ayah, untung saja Ayah cepat masuk kedalam mobil, sehingga hanya pintu mobil yang kena sasaran, dan mobil itu melaju dengan kencang keluar rumah.

Buru-buru ku matikan tape recorder, dan ku berlari ke lantai bawah menghampiri Ibu yang sedang menangis.

Ibu langsung memeluk diriku, dan ku bawa menuju kamarnya yang sudah seperti kapal pecah karena ombak yang menghantam. Sedikit ku rapikan alas kasur, dan ku baringkan Ibu. 

Ada rasa dendam di hati atas perlakuan Ayah ke Ibu, andai Aku punya cukup keberanian ingin sekali Aku membalas sakit hati Ibu. Tapi suatu hari nanti pasti akan ku balas rasa sakit Ibu, jika Ayah tak juga berubah

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun