Mohon tunggu...
Mardety Mardinsyah
Mardety Mardinsyah Mohon Tunggu... Freelancer - Pendidik yang tak pernah berhenti menunaikan tugas untuk mendidik bangsa

Antara Kursi dan Kapital, antara Modal dan Moral ? haruskah memilih (Tenaga Ahli Anggota DPR RI)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Tengah Pandemi Covid 19, Korban KDRT Meningkat

6 Mei 2020   16:12 Diperbarui: 6 Mei 2020   16:05 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ditengah Pandemi Covid 19, Korban KDRT  Meningkat

Diana  bersimpuh didepan kedua orang tuanya. Mukanya bersimbah air mata.  "Bapak, aku pulang",  katanya  dengan tangis. " Suamiku kejam, hampir tiap hari aku dicaci maki ". Dengan isak tangis Diana  menyampaikan pada orang tuanya apa yang telah dialaminya dalam Rumah tangga.

Diana  menikah tiga belas tahun  lalu, dengan  seorang laki-laki berbadan besar yang lucu dan senang membuat semua orang tertawa. Segala sesuatu yang terjadi di antara mereka tampak hebat. 

Namun, semua keadaan itu berbalik saat usia hubungan mereka menginjak usia 5 bulan. Suami Diana, Martin  sering marah secara tiba-tiba. Martin suka berkata kasar, dan sering memanggil Diana  dengan berbagai sebutan  buruk, seperti perempuan bodoh, jelek, dan tidak berguna.  Yang sangat  menyakitkan Diana, suaminya itu sering menuduh Diana  selingkuh dengan laki-laki lain.

Karena dituduh selingkuh, Diana memutus kontak dengan semua teman-teman laki-lakinya. Namun Martin tetap saja curiga. Dia sering mengecek Diana, bertanya di mana berada,  sedang bersama siapa, dan berapa banyak uang yang sudah dihabiskan. Bila Diana diam saja, malas untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan konyol itu, kemarahan Martin meledak. Bila  kemarahannya sudah  mereda, dia akan meminta maaf.  Martin  bilang, kalau dia melakukan itu semua karena dia mencintai Diana.

Mereka memiliki tiga  orang anak.  Diana selalu memasang ekspresi wajah  tegar di depan anak-anaknya. Tapi setiap kali Martin marah marah dihadapan anak-anak, Diana mengalami  perasaan depresi yang dalam, sehingga tak bisa mengerjakan apapun.  Martin memanfaatkan depresi Diana  dan mengatakan pada orang-orang di lingkungan mereka  bahwa dia terpaksa harus mengambil alih segalanya.  

Diana tidak dapat mengerjakan apa-apa. Martin  mengambil alih pekerjaan memasak karena menurutnya Diana adalah orang yang tidak berguna di dapur. Ketika Diana  menyuarakan keprihatinannya, Martin membentaknya dan mengatakan bahwa Diana ibu yang gagal, gagal berperan sebagai seorang ibu.  

Martin tak pernah memukulnya secara fisik, maka Diana berpikir bahwa apa yang dilakukan suaminya bukan termasuk kategori  tindak kekerasan. Ketika dia  mengakses internet, menemukan berbagai informasi  tentang kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT), dia merasa terpukul. Diana baru menyadari bahwa  selama ini dia  adalah  korban KDRT.  " Betapa bodohnya aku, tidak menyadari apa yang sebenarnya sedang kualami",  kata  Diana membatin.

Kita patut gembira bahwa perempuan sudah banyak yang berminat  mengakses teknologi komunikasi internet, seperti Diana.  Perempuan mulai aktif  mengisi konten di FB, Twitter, Instagram dan lainnya. Maka itu, perlu ditolak anggapan bahwa perempuan tidak secakap laki-laki dalam menggunakan teknologi komunikasi internet. Dan perlu dibuang pandangan sosial yang menanamkan sugesti bahwa perempuan makhluk gaptek ( gagap teknologi). Dewasa ini, teknologi internet telah menjadi kebutuhan dasar manusia, apalagi ditengah pandemi Covid 19.

Berbicara tentang KDRT di tengah pandemi covid 19, dari berbagai sumber  dapat kita ketahui bahwa  lock down sebagai anti penyebaran virus corona telah memicu lonjakan KDRT di berbagai negara. Hidup susah selama pandemi corona menjadikan perempuan rentan terhadap kekerasan gender. 

Berita tentang wabah corona yang diterima terus terusan memicu hormon stres sehingga banyak orang mengalami stres, stres memicu KDRT.  Dari sumber di internet juga diberitakan bahwa di Wuhan China setelah selesai pandemic  covid 19 terdapat beberapa  pasangan suami isteri memutus tali perkawinan.

KDRT telah terjadi sejak dulu, tapi tidak terungkap karena adanya fenomena gunung es , dimana kasus yang terungkap hanyalah puncak gunung es saja, sementara banyak kasus KDRT  tertutup. Ternyata ditengah pandemi corona, adanya kebijakan karantina, " dirumah saja" juga melahirkan dampak di rumah tangga. 

Angka  KDRT meningkat. Ketika keluarga diminta berdiam diri di rumah, KDRT retan terjadi.  Tekanan sosial dan ekonomi akibat menyebabkan meningkatnya kekerasan dalam rumah tangga. Ketidakmampuan berkomunikasi efektif dalam keluarga untuk  menyampaikan pikiran dan emosi secara sehat, sering memicu konflik.

Kekerasan verbal adalah  bentuk KDRT yang perlu diwaspadai. Seperti Diana yang diceritakan di atas, banyak isteri tidak memahami bahwa KDRT tidak hanya berbentuk fisik tapi juga dalam bentuk verbal atau ucapan. Kata-kata dapat menimbulkan rasa sakit, bahkan bagi beberapa orang tekanan batin itu terasa lebih berat dari pukulan fisik. 

Dalam kekerasan verbal, anggota tubuh memang tidak rusak, tapi tekanan psikologis dapat membuat orang sakit secara fisik. Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa reaksi otak ketika  mendapat kekerasan verbal sama dengan reaksi otak ketika mendapat kekerasan fisik. Jadi istilah "sakit hati" bukanlah  metafora  belaka.

Dalam UU. NO. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga disebutkan bahwa :
"Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang  terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga".

Ditengah pandemi covid 19 ini, mari kita belajar bagaimana membuat diri tenang sehingga mampu  mengekspresikan pikiran dan emosi dengan sehat .  Keluarga merupakan  institusi terkecil dari suatu masyarakat yang memiliki struktur  dan sistem tersendiri. Keluarga, satu-satunya lembaga sosial yang diberi tanggungjawab untuk merubah suatu organisme biologis, menjadi manusia. Kedudukan utama keluarga adalah fungsi pengantar  untuk membentuk masyarakat yang lebih besar. Membangun keluarga bahagia, komunikasi lah kuncinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun