Tidak dapat dipungkiri bahwa anak  menjadi tanggung jawab bagi setiap orang tua di muka bumi ini.  Pendidikan anak  merupakan aspek paling penting dalam aktualisasi tanggung jawab itu.
Pendidikan di rumah dan di sekolah sama pentingnya untuk anak. Sebagai orang-tua, tentu kita ingin anak memiliki kebiasaan-kebiasaan  yang baik. Oleh karena itulah pendidikan dirumah memiliki urgensi dalam penanaman kebiasaan –kebiasan yang baik  secara tepat pada anak-anak.Pendidikan  sekolah akan membantu seorang anak bukan hanya mengerti teori dari mata pelajaran yang diajarkan, namun yang terpenting yaitu cara belajar yang terstruktur dan baik. Dengan pendidikan yang baik, maka masa depan seorang anak akan lebih terencana dan terjamin.
Namun,  model  pendidikan  anak  yang pas dalam era digital sekarang ini belum ada yang tepat. Anak sebagai generasi digital cara kerja pikiran dan emosinya sangat berbeda dari anak-anak masa lalu. Mereka serba ingin tahu, dinamis dan tidak mudah disuruh taat aturan, apalagi aturan-aturan yang tidak lagi lagi populer. Dalam  kemajuan teknologi, penggunaan Internet semakin luas di kalangan masyarakat.
Banyak keluarga dan sekolah  telah menggunakan jasa langganan Internet, sehingga di dalam rumah dan sekolah anak  dapat mengakses Internet dengan mudah. Begitu juga dengan kehadiran telepon seluler yang memungkinkan seseorang dapat mengakses Internet kapan saja dan dari mana saja. Internet dapat memberikan manfaat positif, tetapi juga dapat berdampak negatif. Seorang anak yang menggunakan Internet sering kali menjadi sasaran empuk dari orang-orang yang berniat jahat maupun pornografi.
Dalam era teknologi ini  pengaruh televisi sangat dominan bagi anak. Televisi telah menjadi sihir elektronik yang menggeser sihir tulisan dan bacaan. Televisi telah mengubah cara berpikir, belajar dan cara anak mengungkapkan diri. Televisi merefleksikan dunia dengan cepat dan menggeser minat anak dari belajar menuju kegiatan hiburan. Bagaimana model yang tepat untuk pendidikan anak sekarang ini? Apa yang dapat dilakukan orang-tua  dan sekolah untuk mendidik  anak agar pendidikan  tersebut berhasil ?.Tokoh pendidikan skotlandia AS Neil berpendapat bahwa pendidikan itu harus bersifat bebas.  Kebebasan anak didik  dan pengurangan otoritas guru adalah model pendidikan modern yang diharapkan.
Perlu menerapkan kehidupan yang bebas bagi anak-anak.Menurut tokoh ini, perlu dirancang sekolah yang memungkinkan anak- anak menjadi dirinya sendiri. Untuk membuat anak- anak menjadikan dirinya sendiri, kita harus mengenyampingkan sikap-sikap pemaksaan terhadap anak dan sikap-sikap  yang sangat disiplin.  Anak- anak tidak boleh dipaksa untuk belajar,  anak- anak harus mengikuti pelajaran secara sukarela.
Memaksa – maksa anak akan melahirkan generasi muda yang sakit.Anak-anak  akan bahagia bila dia bebas. Bila  anak- anak mendapat tekanan eksternal akan timbul rasa permusuhan dalam dirinya. Bila perasaan permusuhan itu tidak diungkapkan tapi dipendam, maka perasaan itu tetap tersimpan dalam dirinya dan membuat anak-anak  membenci diri sendiri.
Ketika  mereka telah  besar perasaan itu akan terungkap dalam perilaku anti sosial dan dapat melahirkan anak-anak  bermasalah.Pendidikan konvensional mengatakan bahwa intelek lebih penting dari emosi. Akibatnya anak memang banyak pengetahuan, tetapi kurang memiliki kepuasan diri. Pandangan  baru pendidikan menyebutkan  bahwa emosi perlu dibiarkan bebas, dan intelek akan mengikuti.AS. Neil juga  mengemukakan sistem pendidikan tanpa hukuman.
Hukuman akan menimbulkan rasa kebencian. Anak- anak sesungguhnya tidak membutuhkan hukuman karena anak- anak pada dasarnya terlahir baik.Maka itu pendidikan yang bersifat permissive yaitu serba boleh akan mengembangkan kepribadian anak. Untuk menjadikan anak hebat, tidak perlu diajari moral, baik dan buruk, tapi beri kebebasan untuk mengetahui yang baik dan yang buruk itu. Susan Isaacs tokoh pendidikan dari Inggeris  berpendapat lain  tentang pendidikan anak.
Baginya perkembangan intelektual anak berhubungan erat  dengan perkembangan emosi. Menurut Isaacs, pendidikan itu merupakan sublimasi naluri, dimana super ego mengekang libido anak dan mengubahnya menjadikan aktivitas belajar sehingga mengembangkan intellektual dan skill. Menurut Susan Isaacs, pendidikan merupakan usaha pengalihan naluri primitive agar mempelajari aktivitas – aktivitas yang dapat diterima oleh norma-norma masyarakat.
Bila anak terlalu bebas, maka kebebasan itu akan menjadikan kebebasan yang mengkhawatirkan, karena kebebasan itu muncul dari desakan agresivitas. Begitu juga dengan toleransi. Bila anak terlalu banyak diberi toleransi akan membuat anak merasa bersalah.
Tokoh pendidikan lain yang  angkat bicara tentang pendidikan anak adalah Stephen Thorton.  Menurut pakar  ini,  pendidikan yang perlu diberikan pada anak sekarang ini adalah pendidikan progressive,  agar dapat melahirkan  generasi  muda yang peka,berpikiran jernih dan percaya diri. Menurutnya, pendidikan progresive  ini  berpusat pada masyarakat bukan berpusat pada mata pelajaran dari kurikulum klasik. Sehubungan dengan itu, menurut tokoh pendidikan ini, sekolah harus dirancang berdasarkan budaya masyarakat. Pendidikan membutuhkan loyalitas,integritas,kesadaran penuh dan kemampuan yang mumpuni, agar dapat menciptakan anak didik yang berkualitas.
Menyimak beberapa pandangan  tentang pendidikan anak seperti diuraikan di atas, maka muncul kebingungan, model mana yang dapat digunakan? Masih relevankah  mendidik anak dengan cara berpikir kemaren, sementara realitas semua berubah?.Bagaimana mengembangkan kepribadian anak agar menjadi anak yang sukses ?. Untuk menjadikan anak berkualitas pandangan Neil  agaknya lebih cocok untuk zaman sekarang. Anak diberi kebebasan untuk menjadi dirinya sendiri, pandidikan tanpa hukuman, pendidikan permissive, apa saja boleh dan  tidak perlu  terus menerus disuntik moral.
Bagaimana mendidik anak ? TERSERAH PADA ANDA.
pendidik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H