Dia kembali menjawab "Kenapa?" Tapi kali ini dengan nada jutek, galak dan suara keras.
Saya pun kaget. Saya tak tahu dia siapa. Saya lantas bilang ke dia mau ke layanan E-FIN karena saya disuruh ke lantai 6 oleh petugas di bawah.
Dia lantas bertanya dengan nada jutek, galak, dan tak bersahabat, apakah saya membawa kelengkapan SPT dari kantor? Saya pun mengiyakan.
Lantas dia bilang ke saya, "Antre pak. Yang lain juga antre," katanya kembali dengan nada jutek, galak dan tak bersahabat.
Ternyata dia adalah si petugas pajak yang betugas mengajari soal penggunaan pajak online. Sontak saja pikiran saya sebelumnya soal PNS tak 'jutek' seperti dulu langsung buyar dari kepala saya.
Saya juga tak tahu perempuan berjilbab itu adalah si petugas pajak yang bertugas mengajari soal layanan pajak online. Sebab, saya tak melihat id card yg biasa digunakan para pegawai pajak. Jadi saya pikir dia adalah orang yang sama dengan saya hendak mendapat penyuluhan soal penggunaan pajak online.
Jujur saya kesal mendengar perkataan jutek n bernada mengomeli dari pegawai pajak itu. Saya hampir membentaknya balik. Tapi urung saya lakukan. Kenapa? Saya merasa tak elok karena di situ ada 3 orang tua.
Setelah sekitar 10 menit menunggu, saya memutuskan untuk pergi. Bukan karena tak mau antre, tapi karena saya sudah tak punya moed yang enak di situ.
Di sela-sela kesibukan yang saya miliki, saya masih berupaya menaati seruan pemerintah untuk melaporkan SPT. Saya juga berupaya menyukseskan penggunaan pajak online oleh pemerintah dengan mendaftarkan diri di EFIN.
Tapi petugas pajak perempuan yang berkata penuh dengan kejutekan, suara keras dan tak bersahabat itu membuat saya tak berselera lagi.
Padahal dia harusnya bersyukur jika WNI sadar soal pajak. Karena dia sebagai PNS dibayar dari hasil pajak. Saya karyawan swasta. Saya tak dibayar dari hasil pajak.