Mohon tunggu...
Marcko Ferdian
Marcko Ferdian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pencinta Monokrom dan Choir

Love what you have || Kompasianer pemula

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar Artikel Utama

Hak Pejalan Kaki yang Dirampas: Potret Trotoar Jalan Kaliurang Sleman, Yogyakarta

15 Juli 2022   10:30 Diperbarui: 19 Juli 2022   00:31 2070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pejalan kaki merasa nyaman berjalan di trotoar tanpa ada kendaraan yang parkir sembarangan di kawasan Malioboro, Yogyakarta, Sabtu (26/12/2020). Foto: Kompas/Nino Citra Anugrahanto

Kamis kemarin dalam perjalanan menuju shelter bis transjogja dari kampus, saya harus melewati trotoar jakal (jalan kaliurang). Jalanan ini memiliki trotoar yang dilengkapi juga dengan panduan untuk difabel.

Sayangnya Jakal yang masuk dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Sleman sangat tidak bersahabat.

Pejalan kaki yang harusnya berjalan di trotoar malah kesusahan karena banyak spot yang dijadikan parkiran mobil.

Selain itu dengan banyaknya penjual makanan yang membuka tendanya persis di trotoar menambah buruknya layanan fasilitas umum yang dikhususkan bagi pejalan kaki ini.

Gambar sebagai ilustrasi/larangan parkir di trotoar/By Muhammad Abdiwan/Sumber: kipbrispdr.org
Gambar sebagai ilustrasi/larangan parkir di trotoar/By Muhammad Abdiwan/Sumber: kipbrispdr.org

Tanggungjawab siapa ?

Lucunya negeri ini ada pada enforcement, penegakan aturan atau hukum. Akibatnya banyak hal yang memang salah, tapi seolah-olah menjadi lumrah ketika dilanggar.

Menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, trotoar itu merupakan fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan.

Keberadaan trotoar tersebut menjadi tanggungjawab pemerintah setempat, dalam hal ini Pemkab Sleman, DIY.

Karena menjadi tanggungjawab Pemda, maka keberadaan trotoar bukan hanya sebatas disediakan dan dirawat tanpa memperhatikan penegakan aturan tentang fungsinya.

Penegakan aturan tentang fungsi trotoar ini yang lalai diperhatikan pemerintah, khusus Pemda sehingga masyarakat apalagi juru parkir baik yang resmi dengan rompi oranye dengan tulisan juru parkir atau jukir tak resmi dengan mudah mengarahkan pengemudi untuk memakirkan kendaraannya di trotoar.

Tentu kesalahan itu tidak semata diarahkan kepada jukir, banyak juga pengendara yang memarkirkan kendaraan di trotoar dan ketika ditegur malah ngelunjak.

Setidaknya untuk menertibkan parkiran yang menghalangi hak pejalan kaki, penegakan aturan yang dibuat harus dilakukan pemda sebagai penanggungjawab.

Warung tenda yang berdiri di atas trotoar/ Sumber: images.genpi.co
Warung tenda yang berdiri di atas trotoar/ Sumber: images.genpi.co

Membiasakan yang Benar, Bukan Membenarkan yang Biasa

Jakal merupakan salah satu jalan utama yang nantinya berujung pada jalan lingkar Utara Jogja, atau Ringroad Utara.

Sepanjang jalan ini banyak usaha dari kios kecil sampai gerai-gerai makanan besar ditemui, sayangnya banyak yang tidak dilengkapi dengan fasilitas parkir yang memadai.

Karena merupakan jalan utama, jadi lalu-lalang kendaraan di situ sangat ramai. Ketika sore dan malam hari tiba, banyak warung-warung makanan yang membuka tenda di atas trotoar.

Hal tersebut diperparah dengan kendaraan pengunjung warung yang parkir di jalan sehingga ketika pejalan kaki lewat, mereka mau tak mau mengambil jalan raya untuk melanjutkan perjalanan.

Gimana mau lewat trotar, wong ditutupi tenda, belum lagi untuk melipir di depan tenda malah terhalang motor dan mobil yang parkir. Sehingga pejalan kakipun yang dirampas haknya harus ekstra hati-hati saat berjalan atau menyeberang.

Ilustrasi mobil yang parkir di trotoar/Sumber: harianjogja.com
Ilustrasi mobil yang parkir di trotoar/Sumber: harianjogja.com

Mengapa bisa terjadi demikian? sederhananya, cuma karena membenarkan yang biasa bukan membiasakan yang benar.

Membenarkan "parkir distu saja mas/mbak, gak apa-apa kok" atau "ada jukir, nanti kalau salah ya salahin jukirnya lah" akhirnya terbiasa dilakukan padahal salah.

Lantas apa yang harus dilakukan?

Pasal 28 ayat 2 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disebutkan setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan.

Ancamannya pidana dan denda sampai Rp. 24 juta tapi ancaman tersebut kelihatannya tak berlaku di Jakal deh, buktinya sampai sekarang masih saja seperti itu, akibatnya hak pejalan kaki dirmpas, seolah-olah tak dipedulikan.

Jika mengaku hukum sebagai panglima, jadikan dia panglima jangan berakhir di meterai atau kesepakatan saja, karena tidak mendidik masyarakat dan membiasakan pola yang akan terus berlanjut. 

Salah satu kota yang bisa dicontohi adalah Kota Surabaya, bagaimana trotoar jalanan utama bersih dari parkiran kendaraan. Jika melanggar, kendaraan diderek dan didenda Rp.500.000/hari jika kekendaraannya tidak diambil di pos penampungan kendaraan yang diderek.

Harapannya sih, Pemda Sleman bisa memperhatikan permasalahan ini, sehingga bisa ditertibkan dan dikembalikan hak pejalan kaki. Karena jika terjadi kecelakaan terhadap pejalan kaki, Pemda tidak menanggung biaya rumah sakit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun