Mohon tunggu...
Marcko Ferdian
Marcko Ferdian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pencinta Monokrom dan Choir

Love what you have || Kompasianer pemula

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Abrasi, Cerita Lama yang Tak Selesai

19 Juni 2022   04:05 Diperbarui: 20 Juni 2022   16:05 2078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi abrasi di Pantai Krakal, Tanjungsari, Gunungkidul.| Dok SAR Satlinmas Wilayah II Gunungkidul via Kompas.com

Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) kemarin dilanda bencana sampai-sampai jembatan penghubung di daerah terdampak ambruk dan membuat Kabupaten Minsel menetapkan status tanggap darurat akibat peristiwa abrasi Pantai Amurang (link berita).

Abrasi memang merupakan peristiwa hilangnya pasir atau lempung yang tersapu ombak. Peristiwa ini dapat disebabkan oleh alam maupun manusia.

Secara alami abrasi terjadi karena proses yang dalam bahasa kampus disebut hidro-oeanografi dari laut tapi secara awam, abrasi ini disebabkan oleh sapuan ombak atau hempasan gelombang di pantai.

Selain oleh hempasan gelombang, abrasi juga dapat terjadi karena angin, perubahan pola arus laut dan peristiwa pasang-surut air laut.

Gambaran erosi pantai/abrasi/Sumber:www.beacherosionsolution.com
Gambaran erosi pantai/abrasi/Sumber:www.beacherosionsolution.com

Abrasi tidak serta-merta disebabkan alam, sebab jika ditelisik lebih dalam peristiwa alami berjalan agak lambat namun setelah dipengaruhi oleh aktivitas antropogenik, prosesnya dipercepat tanpa diberi kesempatan untuk alam memulihkan dirinya.

Hal tersebut didukung oleh survey yang menemukan bahwa proses abrasi ini disebabkan oleh beberapa faktor antropogenik diantaranya berkurangnya suplai sedimen akibat penambangan pasir, penambangan pasir di daerah pesisir, penebangan mangrove atau bakau dan eksploitasi terumbu karang (Diposaptono., 2011).

Lantas bagaimana faktor antropogenik tersebut berperan dalam abrasi?

Ilustrasi reklamasi yang menghalangi suplai sedimen dari angkutan sedimen sejajar/By Claudia Carmela Giarrusso/Sumber:www.researchgate.net
Ilustrasi reklamasi yang menghalangi suplai sedimen dari angkutan sedimen sejajar/By Claudia Carmela Giarrusso/Sumber:www.researchgate.net

Reklamasi Penyebab Terhalangnya Angkutan Sedimen

Dalam bukunya, Disposaptono (2011) menyebutkan bahwa abrasi disebabkan oleh keseimbangan transportasi sejajar pantai yang terganggu serta hilangnya peredam energi gelombang.

Umumnya, ditemui bahwa di daerah pesisir yang akan dilakukan pengeringan, pembuatan struktur reklamasi yang mengarah ke laut menyebabkan angkutan sedimen sejajar pantai terhenti karena terhalang bangunan terebut saat terbawa ombak ke daratan.

Jadi, saat gelombang dari laut menuju daratan akan terbentuk aru sejajar pantai yang membawa sedimen dari laut.

Saat arus sejajar yang membawa sedimen terhalang bangunan reklamasi yang konstruksinya mengarah ke laut, maka sedimen tadi terperangkap oleh bangunan reklamasi terebut.

Jika hal itu terjadi, daerah dekat wilayah reklamasi akan terbentuk sedimentasi, sementara daerah pantai yang harusnya menjadi tempat sedimentasi mengalami abrasi.

Ilustrasi Seawall yang menyebabkan standing wave/By Gholamreza Shiravani/Sumber: www.researchgate.net
Ilustrasi Seawall yang menyebabkan standing wave/By Gholamreza Shiravani/Sumber: www.researchgate.net

Seawall Penyebab Standing Wave yang Merusak 

Pernah melihat bangunan tembok laut? Itu merupakan tembok yang digunakan untuk mencegah limpasan laut dan banjir masuk ke balik tembok yang didirikan.

Nah, saat tembok ini didirikan di pantai, ombak yang datang dari laut dipantulkan kembali oleh tembok tersebut, namun gelombang yang dipantulkan malah bergabung dengan gelombang yang datang.

Penyatuan gelombang yang dipantulkan tembok dan gelombang datang dari laut ini malah berefek standing wave sehingga terjadi arus pusaran di kedua sisi tembok.

Efek tersebut sangat merusak apabila terdapat pantai yang tidak terlindungi tembok karena daya hisapnya yang kuat. Akibatnya pantai-pantai yang tak terlindung tererosi gelombang.

Ilustrasi cekungan akibat penambangan pasir di laut/Sumber:kkp.go.id
Ilustrasi cekungan akibat penambangan pasir di laut/Sumber:kkp.go.id

Ekploitasi Karang dan Pasir Pantai Berlebihan

Eksploitasi karang dan pasir ini umumnya terjadi di daerah pesisir. Karang sering dijadikan fondasi rumah, sementara pasir yang ditambang, menjadi campuran semen.

Eksploitasi yang tidak teregulasi dengan baik justru menjadi penyebab abrasi pantai.

Saat pasir dan karang diambil, gelombang yang datang tak bisa diredam energinya sehingga intensitas abrasi cenderung lebih besar terjadi.

Penambangan pasir dilakukan dengan cara pasir digali langsung, galian ini menyisakan bekas cekungan yang mana ketika gelombang pasang datang yang membawa sedimen, sedimen terebut terperangkap dalam cekungan tadi.

Karena jumlah cekungan yang banyak, otomatis selain terperangkap sedimen, arus balik dari pantai ikut membawa pasir dari pantai dan terperangkap dalam cekungan tadi.

Semakin banyak pasir terperangkap, sementara pembaruan dari laut yang terbawa gelombang juga ikut terperangkap, maka abrasi di pantai tak bisa dicegah.

Jika aktivitas penambangan ini berlanjut tanpa diatur, jangan heran jika ke depan, dampaknya akan terus berulang.

Ilustrasi mangrove sebagai peredam energi gelombang/Sumber:climatechampions.unfccc.int
Ilustrasi mangrove sebagai peredam energi gelombang/Sumber:climatechampions.unfccc.int

Gundulnya Hutan Mangrove

Sudah banyak tulisan yang membahas petingnya mangrove di pantai. Ibarat kata mangrove adalah ikat pinggang dari pantai yang perannya sangat besar.

Bayangkan saja kalau celana yang dilengkapi ikat pinggang, namun karena tidak dipakai ikat-nya, gampang terlucuti. Seperti itu kira-kira gambaran dari fungsi mangrove di pantai.

Akar mangrove memantapkan cengkramannya terhadap kondisi pantai yang berlumpur. Sehingga jika hilang, gelombang laut dengan mudahnya mengikis lumpur dan pasir yang lemah dan terbawa ke laut atau ke tempat lain kemudian tersedimentasi di tempat lain.

Terkikisnya pasir akibat gelombang ini lama-kelamaan menyebabkan abrasi yang merusak, bisa-bisa rumah-rumah penduduk hanyut saat gelombang besar dan hujan deras.

Ilustrasi Coastal Defense/By Arthur Webb/Sumber:www.researchgate.net
Ilustrasi Coastal Defense/By Arthur Webb/Sumber:www.researchgate.net

Abrasi Seperti Cerita Lama yang Tak Selesai

Perubahan iklim memang mendatangkan dampak yang luar biasa. Banyak pola alam yang berubah, sulit diprediksi.

Perubahan tersebut menjadikan manusia harus mampu beradaptasi dan terbiasa dengan kondisi tersebut.

Dampak yang baru terasa adalah abrasi yang terjadi beberapa hari yang lalu. Menghadapi peristiwa-peristiwa serupa, banyak teknologi yang diterapkan semisal pendirian tembok laut atau seawall.

Akan tetapi pendirian tembok itu tidak menyelesaikan masalah secara menyeluruh, malah menyebabkan arus yang menarik apa saja termasuk pasir, lumpur dan tanah di sekitar wilayah yang terlindungi dan memindahkannya ke tempat lain.

Dalam tulisannya, Dr. Subandono Diposaptono menjelaskan tentang sebuah konsep yang disebut sediment cell atau sel sedimen.

Konsep tersebut menjelaskan penanganan abrasi bukan hanya pada tempat kejadiannya saja tetapi termasuk juga tempat lain yang berpotensi akan mengalami hal yang sama dalam satu kesatuan sel sedimen.

Penanganan masalah abrasi selain memperhatikan penerapan konsep tersebut, terdapat cara-cara konvensional yang telah lama dilakukan, semisal peremajaan pantai, peremajaan terumbu karang, juga penanaman kembali hutan bakau.

Hal penting dalam upaya menanam kembali mangrove adalah saat lahannya telah rusak dan terkikis gelombang, maka penanaman kembali akan terkendala. Untuk itu sebelum betul-betul rusak dan gundul penamanam kembali perlu dilakukan.

Referensi:

[1],[2],[3]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun