Mohon tunggu...
Marcko Ferdian
Marcko Ferdian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pencinta Monokrom dan Choir

Love what you have || Kompasianer pemula

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Silent Forest, Hutan Tanpa Kicau Burung

5 Juni 2022   02:04 Diperbarui: 18 Juni 2022   20:51 1524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Ardin Mokodompit (28), mantan pemburu satwa liar yang berbalik arah menjadi pemandu wisata di desa penyangga kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Gorontalo. (Foto: KOMPAS.COM/ROSYID A AZHAR)

Itu adalah rumah bagi burung hantu yang sengaja dilatih sebagai musuh alami tikus. Keberadaan burung hantu yang dilatih cukup efektif menekan populasi tikus.

Di hutan juga demikian. Beberapa jenis burung berperan sebagai musuh alami untuk menekan populasi serangga. Tikus dan serangga sering merusak budidaya tanaman yang sengaja dibudidayakan di perkebunan dekat kawasan hutan.

Keberadaan serangga yang merugikan dapat dikendalikan dengan adanya spesies Zosterops palpebrosus atau burung kacamata yang mampu mendeteksi keberadaan serangga dan larva serangga yang tersebunyi di dalam pepohonan yang melapuk atau yang bersebunyi di balik kulit kayu tanaman.

Infograsif populasi burung di Indonesia/by Burung Indonesia/Sumber:www.mongabay.co.id
Infograsif populasi burung di Indonesia/by Burung Indonesia/Sumber:www.mongabay.co.id

Mengingat peran dan tugasnya untuk menjaga ekologi, ada kekhawatiran jika aktivitas perburuan terus dilakukan tanpa terkendali, satu saat proses revegatasi hutan secara alami akan sulit dilakukan, sementara undang-undang perlindungan satwa punya keterbatasan pada satwa tertentu.

Dengan demikian untuk memitigasi permasalahan tersebut, diperlukan pendekatan multidisiplin ilmu seperti konservasi dan antropologi serta ilmu-ilmu yang terkait agar memberi pehamanan kepada masyarakat tentang "budaya" perlombaan kicauan burung dan dampaknya bagi keberlanjutan kelestarian alam.

Referensi :

[1],[2],[3]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun