Permen LHK No P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi memasukan Polyplectron schleiermacheri ke dalam koleksi perlindungan oleh negara.
Satwa Polyplectron schleiermacheri tergolong Endangered dalam statusnya di alam. Satwa jenis burung ini dikenal karena keindahan bulu ekor yang ketika terbentang, motif dan warnanya sungguh mempesona.
Sayangnya satwa yang menjadi logo Kalteng ini nasibnya tak seindah bentangan bulunya.Â
Kuau-kerdil Kalimantan (Polyplectron schleiermacheri), Si Merak yang Langka
Melihat morfologi satwa ini, kuau-kerdil merupakan jenis burung merak endemik Kalimantan yang sudah sulit ditemui.
Keberadaan merak Kalimantan ini hanya diketahui pada tempat-tempat tertentu, dan terpencar di hutan dataran rendah sampai ketinggian 1.100m.
Satwa yang dulu statusnya critical endangered ini (IUCN) sering bertengger di pepohonan hutan primer dan juga "melantai" di lantai hutan pada siang hari. Utuk pertama kali, jenis satwa ini diamati seabad yang lalu, di tahun 1870-an.
Dikutip dari Biodiversitas Burung-Burung Terancam di Indonesia, ciri satwa ini memiliki bintik metalik seperti mata pada sayap dan ekor.
Baik jantan maupun betina punya ciri tersebut hanya saja dibedakan dari warna bintik yaitu hijau pada jantan dan biru pada betina.
Meskipun bulunya yang indah, satwa langka ini dilarang untuk dipelihara atau diperjualbelikan. Sayangnya semakin dilarang semakin tertantang untuk diperjual-belikan. Mengapa ?
Ancaman Kepunahan
Sepertinya sudah sering, jika ancaman kepunahan ini dialamatkan kepada aktivitas manusia.
Perambahan hutan, eksplorasi tambang, migas, kebakaran hutan dan perburuan liar adalah faktor-faktor yang menjadi soal penurunan populasi satwa-satwa eksotis dan terancam ini.
Ya, memang betul karena manusia. Jika dihaluskan bahasanya kira-kira bunyinya begini "kepunahan satwa langka diakibatkan oleh aktivitas antropogenik". Tetapi polesan bahasa yang halus itu menunjukkan bahwa air yang tenang menghanyutkan !
Kehalusan bahasa tidak salah jika dipakai dalam suasana yang tepat. Tetapi kehalusan bahasa seolah-olah ingin menutupi sifat bar-bar manusia terhadap ciptaan atau makhluk hidup yang lain.
Dalam beberapa catatan tentang nasib satwa lindung, dalam kurun waktu empat tahun belakangan, nasib satwa-satwa lindung memprihatinkan.
Sudah terusir dari habitatnya, kelaparan karena kehilangan tempat makan, diburu, dan parahnya terkadang mereka harus berhadapan dengan manusia sehingga nasib satwa-satwa tersebut mengenaskan.
Pernah dengar kasus harimau sumatera yang dibantai dan digantung dengan usus terburai di tahun 2018 ? Ketika BKSDA mengharapkan tidak dibunuh, dan nanti dievakuasi setelah dibius oleh petugas balai, namun warga memilih untuk menembak mati harimau itu dan kemudian digantung dengan usus terburai.
Hal yang sama dialami kuau kerdil kalimantan ini. Sekalipun tidak dibantai, tetapi karena keindahan bulunya, mereka diburu dan dijual. Hanya karena keindahan bulunya, bisa bernasib buruk.
Hewan dikategorikan langka, karena ada syarat salah satunya memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Cukup sulit menemukan harga kuau kerdil di sumber lainnya, namun sebagai gambaran yang mungkin mirip, kita contohkan satwa yang sekelas dengan kuau, kelas aves, yaitu burung rangkong gading.
Mengutip situs www.dw.com, paruh rangkong gading dihargai 1000 Dolar Amerika di pasar gelap. Jumlah yang cukup besar jika dirupiahkan hanya untuk 1 paruh saja. Tahun 2015 yang lalu ada penangkapan serta penyitaan sekitar 1100 paruh burung rangkong.
Semisal memakai kurs Rupiah Indonesia sekarang, bisa dibayangkan keuntungan dari para pemburu satwa lindung ini bukan ?
Di alam, ada proses yang dinamakan seleksi alam. Kuau kerdil sudah tentu bereproduksi, tetapi ketika di alam, jumlah produksi telur dan presentase hidup anakan kuau belum dapat dipastikan 100% berhasil bertahan.
Aktivitas perburuan satwa endemik ini, ditambah kemampuan reproduksi yang rendah memperparah eksitensinya di alam.
Sebagai penutup, di Indonesia memiliki 1.598 spesies burung, dimana dari jumlah tersebut sekitar 23-an persen merupkan spesies endemik yang hanya ada di Indonesia, sedangkan sisanya merupakan burung migrasi yang melakukan migrasi setiap tahun.
Diperkirakan takson aves (taksonomi untuk burung) terdapat 22 jenis berpotensi punah, 104 jenis terancam punah termasuk kuau kerdil kalimantan, dan 152 jenis tergolong mendekati punah (Mardiastuti, 2011).
Jangan sampai keindahan kipasan ekor dan bulu Kuau Kerdil Kalimantan yang indah nan eksotis itu hanya dinikmati lewat gambar di buku, tanpa melihat kehadirannya secara nyata karena benar-benar punah.
Referensi :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H