Meski sekian banyak daftar negara kunjungan yang mungkin ada di meja sang Perdana Menteri Fumio Kishida, namun Indonesia merupakan negara pertama yang dipilih beliaudalam lawatan kali ini (link berita). Padahal bisa saja Malaysia dulu, atau Australia dulu kan ? terus mengapa Indonesia yang jadi destinasi pertama ?
Semuanya Berawal di Tahun 1954
Sejarah kerjasama Indonesia-Jepang pasca kemerdekaan terjadi di tahun 1954 saat untuk pertama kali menerima 15 orang peserta pelatihan dari Indonesia. Mulai saat itu Jepang secara konsisten memberi bantuan kepada Indonesia dan bekerja sama dengan Indonesia sampai saat ini.
Bantuan berupa kerjasama ekonomi dan transfer of knowledge ini bagi sebagian pihak dilihat sebagai bentuk tanggungjawab moral Jepang kepada semua bekas wilayah jajahannya.
Jepang wajib mengeluarkan kebijakan pampasan perang yaitu sebuah kebijakan yang mewajibkan semua negara penjajah untuk membantu dan memperbaiki negara-negara bekas jajahannya.
Jepang di tahun 1952 menandatangani perjanjian dengan 49 negara dimana dalam perjanjian tersebut mengatur pembayaran pampasan kepada Indonesia, Burma atau Myanmar, Filipina dan Thailand. Pembayaran ini diberikan dalam bentuk investasi, jasa, dan material.
Selain Indonesia, Jepang telah memberikan bantuan kepada 190 negara melalui ODA atau Official Development Assistance yang merupakan bantuan ekonomi untuk negara-negara berkembang. Dari 190 negara penerima, Indonesia merupakan negara penerima bantuan terbesar dengan proporsi sekitar 11,3% dimulai dari tahun 1960-2015.
Sebagai gambaran, sampai tahun 2016 saja, jika diakumulasi bantuan yang diberikan Jepang ke Indonesia senilai lebih dari 5,5 triliun yen atau 668 triliun rupiah. Jumlah yang besar bukan?
Selain kerjasama keuangan, kerjasama di bidang teknik terbilang cukup baik. Kerjasama ini termasuk pengembangan sumberdaya manusia dan pengenalan teknologi baru serta informasi.
Jaminan Indonesia Untuk Investasi Jepang
Dibanding negara ASEAN lainnya, Indonesia memiliki daya tarik tersendiri bagi Jepang untuk berinvestasi.
Tentu dong sebagai negara pemberi bantuan, yang diharapkan adalah keuntungan bersama bagi Jepang dan Indonesia. Jepang juga gak mau rugi kalau tidak ada imbal-balik bukan ?
Pertanyaannya kok bisa Jepang nekat betul ambil resiko investasi ke Indonesia saat ekonomi global masih bergejolak ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, hal mendasar yang perlu kita lihat adalah keadaan ekonomi Indonesia. Sebab jika kondisi ekonomi satu negara kurang baik, investor akan berpikir ulang jika ingin menanam modal mereka.
Kondisi ekonomi tentu ditunjang oleh kestabilan politik dan keamanan serta regulasi investasi.
Merujuk pernyataan Gubernur BI, ada tiga alasan mengapa Jepang melirik Indonesia.
Pertama, kondisi Indonesia yang stabil disaat datangnya berbagai tantangan perekonomian global, yang tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang tetap positif dan stabilitas sistem keuangan terjaga.
Kedua, komitmen pemerintah untuk mempercepat reformasi struktural termasuk industri, fiskal, infrastruktur, ekonomi dan keuangan digital. Dan ketiga, kebijakan bauran dari bank sentral dalam hal ini Bank Indonesia.
Paling tidak ketiga faktor ini mampu meyakinkan Jepang berinvestasi dalam proyek-proyek pembangunan Indonesia.
"Hampers" Lebaran Untuk Indonesia dari Jepang
Dalam lawatannya ke Indonesia kemarin, Perdana Menteri Jepang membawa serta buah tangan sebagai kado untuk Indonesia.
"Hampers" yang dibawa PM Jepang ini berupa kerjasama di bidang perdagangan dan investasi.
Beberapa diantaranya adalah kerjasama untuk mengintensifkan perjanjian IJEPA, investasi industri otomotif, kelanjutan pembangunan infrastruktur berupa pelabuhan, penyelesaian MRT, sentra kelautan dan perikanan, pertanian, lingkungan hidup, energi dan tenaga kerja.
Jika ditarik ke belakang, pada periode tahun 1960-2016 jumlah bantuan akumulatif pengeluaran ODA untuk Indonesia dari berbagai organisasi pemberi bantuan, Jepang menduduki peringkat pertama, dengan beragam klasifikasi bidang dan jumlah aktual investasinya. Akan tetapi di tahun 2021 Jepang ada di posisi ke empat setelah Singapura, Hongkong, Belanda.
Hanya saja posisi tersebut bukanlah menjadi patokan pasti sebab masalah investasi dapat berubah sewaktu-waktu. Misalnya ketika Soft Bank ingin terlibat dalam IKN namun belakangan keinginan tersebut tidak dibatalkan.
Tapi sekali lagi investasi merupakan rencana jangka panjang. Jadi, ke depan mungkin saja mereka tertarik untuk berinvestasi dalam megaproject tersebut.
Referensi :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H