Keterbukaan Informasi dan Kesiapan Menerima Konsekuensinya
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini menjawab masalah akses akan tetapi menimbulkan masalah lain seperti ujaran kebencian, hoax, fake news, misinformasi dan propaganda.
Untuk menghadapinya kita memerlukan :
Pertama, sikap skeptis. Tapiheru (2022) menyebutkan bahwa di era baru berinformasi diperlukan sikap skeptik menanggapi beragam informasi.
Sikap ini diperlukan untuk melatih publik melakukan pengujian kembali terhadap informasi yang diterima, selain itu sikap ini juga dapat diterapkan terhadap produsen berita agar memastikan informasi yang mereka sampaikan dapat dipertanggungjawabkan.
Kedua, kurikulum pendidikan. Karena generasi Z dan Alfa tumbuh dan berkembang di tengah perkembangan dan kemajuan teknologi, mereka menjadi generasi yang rentan terhadap minsinformasi, hoax, fake news dan propaganda. Generasi ini lebih banyak menghabiskan waktunya di depan televisi, gawai, cakap mengakses kecangihan teknologi sehingga mereka sangat bergantung pada informasi yang beredar secara online untuk pengetahuan dan kemampuan mereka melihat realitas. Sementara, masih banyak orangtua yang sebaliknya tidak memiliki kemampuan yang sama dengan mereka dalam mengikuti perkembangan aktifitas online anak-anak.
Berangkat dari situ, maka dunia pendidikan berkewajiban membekali generasi ini dengan ketrampilan tentang bagaimana secara bijak mengakses dan menanggapi informasi yang beredar melalui kurikulum pendidikan yang menitikberatkan literasi media dan informasi.
Ketiga, pelatihan bagi guru dan pengajar di lembaga-lembaga pendidikan tentang literasi media dan informasi. Pelatihan ini setidaknya mengingatkan mereka pentingnya bidang ini terhadap perkembangan siswa. Mungkin terdengar dan terlihat sepele tetapi semakin penting tenaga pengajar melihat tentang masalah ini, semakin menumbuhkan kesadaran akan tanggungjawab terhadap perkembangan peserta didik atau siswa mereka di lembaga-lembaga pendidikan.
Keempat, sikap awareness. Masih berkaitan dengan point kedua dan ketiga, kesadaran dibutuhkan oleh orangtua, guru dan pengajar tentang bagaimana perkembangan anak-anak di rumah, dan lembaga atau institusi pendidikan dalam hal menyerap dan menanggapi informasi yang beredar.
Bambu yang muda kalaupun bengkok, masih bisa diluruskan, susahnya jika bambu tersebut sudah tua. Anak-anak juga rentan terpapar propaganda, misinformasi, dan hoax yang diterima. Idealis dan "mencari jati diri" menyebabkan mereka berpeluang terjebak dalam kelompok-kelompok ektrimis yang dengan mudah bisa melukai orang lain lewat tindakan yang dilakukan
Maksudnya adalah, anak-anak punya kemampuan berinformasi tetapi kemampuan bersikap bijak terhadap informasi belum cukup stabil. Banyak contoh memperlihatkan bagaimana propaganda-propaganda ekstrim yang mudah mencuci otak sehingga bagi mereka, apa yang diperoleh adalah satu kebenaran mutlak. Kalau sudah di tahap ini, sudah sulit untuk menolong mereka.