Seperti petikan yang mengawali tulisan ini, milenial hadir dengan memanfaatkan teknologi sebagai "senjata utama" untuk memproduksi dan memasarkan produknya secara langsung tanpa melalui perantara.Â
Dengan hadirnya teknologi digital, secara tidak langsung akan membentuk market place, dan platform baru dengan masyarakat yang sama sekali berbeda. Seiring dengan hadirnya generasi baru, lama-kelamaan gerakan ini berubah menjadi kekuatan besar dalam membangun sebuah peradaban baru (Muthiarsih, 2019).
Peradaban baru ini pun merangsek masuk dan memengaruhi cara pandang dalam dunia pertanian. Penggunaan metode konvensional yang membutuhkan banyak input baik dari waktu, tenaga, saprodi pertanian (pupuk, benih, dan obat-obatan) mulai dipertimbangkan ulang agar lebih efisien dan efektif.Â
Perubahan ini memang mengubah banyak hal sehingga cara-cara konvensional akan terlindas dan diganti dengan cara baru yang modern dan up to date.
Pemanfaatan teknologi modern dalam dunia pertanian menimbulkan permasalahan baru dalam hal penguasaan teknologi. Saat ini jumlah petani milenial sekitar 8 persen dari total 33, 4 juta orang yang berprofesi sebagai petani. Hal ini berarti jumlah petani milenial sekitar 2,7 juta orang.Â
Tetapi dari jumlah tersebut belum dapat dipastikan berapa banyak yang menguasai teknologi pertanian modern dengan baik.Â
Hal tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, kondisi wilayah, dan jangkauan jaringan interet yang belum menyentuh semua wilayah Indonesia sehingga dalam hal penguasaan teknologi kemungkinan terdapat gap antara petani milenial yang mampu "riding the disruption wave" dan yang tidak mampu melawan kerasnya arus disruption wave tersebut.
Efek Pandemi dan Pergeseran Pola Permintaan Konsumen
Saat pandemi melanda dunia, hampir semua bisnis mengalami gangguan. Dunia pariwisata betul-betul berhenti, ekonomi melambat dan perputaran uang menjadi sulit.Â
Akan tetapi memasuki tahun 2021 ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan sekalipun terjadi kontraksi. Dari sisi lapangan usaha, hanya sektor pertanian yang mengalami pertumbuhan positif sebesar 2,15% (yoy), dimana ekspor komoditas pertanian mengalami peningkatan 16,2 % (yoy), menurut data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Sehingga dengan kata lain pertanian masih tangguh selama pandemi.