Sebagai manusia, kita semua pantas untuk mendapat perlakuan yang setara dan adil tanpa memandang hal apapun, termasuk jenis kelamin yakni laki – laki dan perempuan.
Begitu pula di Indonesia, sebagaimana layaknya negara hukum, sudah tersedia peraturan – peraturan yang menjamin keadilan dan kesetaraan bagi warga negara baik di tingkat UUD sampai PP. Namun, nyatanya masih banyak juga peraturan yang pelaksanaannya belum maksimal dan khususnya merugikan perempuan. Hal ini belum termasuk pasal – pasal yang tergolong bias gender atau diskriminatif terhadap perempuan.
Dunia internasional sesungguhnya sudah mengangkat permasalahan hak perempuan sejak lama, utamanya dalam konvensi CEDAW (Convention on Elimination of All Forms of Discrimation Againts Women) yang diadakan oleh PBB pada tahun 1979. CEDAW menyimpulkan terdapat 5 hak – hak utama perempuan seperti: hak ketenagakerjaan, hak kesehatan, hak akademik, hak perkawinan, dan hak politik.
Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia adalah salah satu negara yang menandatangani hasil konvensi tersebut dan meratifikasi hasilnya dalam UU Nomor 7/1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap Wanita. Namun, perjuangan mewujudkan kesetaraan gender di Indonesia masih panjang karena disebabkan berbagai hambatan, salah satunya budaya patriarkis yang masih melekat di tengah masyarakat Indonesia. Mari kita ulas mengenai hak – hak perempuan di Indonesia.
Upah Murah Perempuan
Berdasarkan rilis UN Women, International Labour Organization (ILO), dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), pekerja wanita di Indonesia mendapatkan upah 23% lebih rendah dari pekerja pria. Kesenjangan ini lebih tinggi dari rerata internasional sebesar 16%. Pada penelitian yang dirilis oleh Kementerian PPPA pada tahun 2020, kesenjangan upah ini terjadi di semua jenjang pendidikan yang ditamatkan.
Kesenjangan tertinggi ada di jenjang pendidikan terendah, yakni tidak atau belum tamat SD dengan rasio sebesar 52,97%, kemudian diikuti oleh pekerja lulusan SD dengan rasio 62,9%. Selanjutnya, rasio upah perempuan dengan laki-laki yang tidak atau belum pernah sekolah sebesar 63,45%. Kesenjangan upah antargender juga terjadi di antara lulusan pendidikan tinggi dimana pekerja wanita hanya menerima 66,7% dari upah yang didapatkan laki-laki.
Peraturan Perkawinan yang Patriarkis
Indonesia memiliki undang – undang yang mengatur mengenai perkawinan yakni Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perubahannya hanya mengenai 2 pasal yang salah satunya adalah terkait perlindungan anak, pada UU 1/74 dikatakan bahwa batas usia menikah perempuan adalah 16 tahun dan laki – laki 18 tahun, hal ini bertentangan dengan UU Perlindungan anak yang mengatur tentang seseorang dianggap sebagai anak hingga usia 18 tahun, sehingga pada UU 16/2019 diubah menjadi 19 tahun baik bagi perempuan maupun laki – laki.
Sejujurnya ada beberapa pasal lain yang bias gender, seperti pasal 3 yang berbunyi
“Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh fihak-fihak yang bersangkutan.”
pasal 4 mengenai poligami, pasal 31 ayat 3 yang berbunyi
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!