Mohon tunggu...
Marcell Christopher Tataming
Marcell Christopher Tataming Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan seorang mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Penerapan Nanoteknologi: Makanan dan Minuman

5 Mei 2024   19:33 Diperbarui: 5 Mei 2024   19:36 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Perdagangan yang semakin terbuka di Indonesia sebagai bagian dari kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) memperbesar peluang masuknya produk pangan dari luar negeri. Untuk menghadapi hal ini, teknologi pengolahan dalam negeri harus mampu bekerja dengan baik dan memiliki daya saing yang tinggi untuk menguasai pasar domestik. 

Nanoteknologi membuka peluang pengembangan produk baru. Penggunaan nanoteknologi dalam pertanian dan pangan diharapkan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas produk pertanian dan pangan. Hal tersebut sekaligus mendukung pertanian presisi (precision farming) di mana penggunaan input pertanian disesuaikan dengan kebutuhan untuk mengurangi biaya produksi. Langkah ini juga sejalan dengan upaya mencapai swasembada pangan dan mendorong pengembangan produk lokal yang kompetitif.

            Teknologi pascapanen dan pengolahan pangan terus ditingkatkan untuk menghasilkan produk yang lebih kompetitif. Nanoteknologi dapat digunakan untuk memberikan sifat baru atau memperbaiki karakteristik fisik, kimia, dan keamanan pangan, seperti tekstur, rasa, warna, kelarutan, stabilitas, umur simpan, kandungan gizi (fortifikasi mikronutrien), serta penyerapan dan ketersediaan biologis (bioavailabilitas) zat gizi atau senyawa bioaktif (Hoerudin & Harimurti, 2014).

            Nanoteknologi juga banyak digunakan untuk meningkatkan kualitas pangan fungsional. Sebagian besar senyawa bioaktif bersifat lipofilik, artinya larut dalam lemak, tetapi memiliki kelarutan rendah dalam air. Kelarutan yang rendah ini menyebabkan penyerapan dalam sistem pencernaan menjadi terbatas, sehingga ketersediaannya dalam tubuh juga rendah (Joye, et al., 2014). Nanoteknologi dapat mengatasi masalah ini dengan melakukan enkapsulasi senyawa bioaktif menggunakan bahan yang larut dalam air dan mengatur pelepasannya dalam sistem pencernaan (Silva, et al., 2012).

            Riset dan pengembangan aplikasi nanoteknologi di bidang pertanian dan pangan semakin berkembang, terutama di negara-negara maju dan berkembang. Di Indonesia, nanoteknologi masih dalam tahap pengembangan, dan aplikasinya masih belum banyak dilakukan. Indonesia memiliki potensi kekayaan alam pertanian dan pangan yang melimpah. Meskipun demikian belum banyak nilai tambah sehingga belum dapat menjadi penentu daya saing bangsa. Namun nanoteknologi dapat menjadi jawaban untuk meningkatkan nilai pada produk dari Indonesia.

Metode Teknologi Nano

            Metode teknologi nano dalam produk pangan dapat dipersiapkan melalui dua metode berbeda, yaitu metode energi tinggi dan metode energi rendah. Metode energi tinggi melibatkan penggunaan perangkat mekanis seperti homogenisasi tekanan tinggi, microfluidizer, dan sonikator, yang dapat menghasilkan energi untuk menghancurkan molekul komponen pangan menjadi material nano (Kentish, et al., 2008; Sekhon, 2010). 

Metode energi tinggi biasanya digunakan untuk membuat material nano dalam bentuk emulsi (nanoemulsi) yang dapat diterapkan pada pangan untuk meningkatkan sifat emulsi konvensional. Sementara itu, metode energi rendah didasarkan pada pembentukan partikel nano secara spontan. Dalam sistem emulsi yang melibatkan air dan minyak di bawah kondisi lingkungan tertentu, menggunakan metode seperti emulsifikasi spontan (Yang, et al., 2012).

            Dalam industri pangan, nanoemulsi umumnya dibuat dengan metode energi tinggi seperti microfluidization, homogenisasi tekanan tinggi, dan sonikasi. Metode ini menghasilkan gaya mekanis yang menyebabkan fase minyak terpisah menjadi droplet-droplet kecil yang terdispersi dalam fase air (Kentish, et al., 2008). 

Microfluidizer bekerja dengan membagi aliran emulsi menjadi dua jalur . Kemudian dialirkan melalui saluran-saluran halus yang terpisah sebelum kedua aliran ini dihadapkan satu sama lain dalam ruang interaksi, menghasilkan nanoemulsi.

            Metode energi rendah mungkin memiliki keunggulan dibandingkan pendekatan energi tinggi untuk aplikasi tertentu dalam industri makanan dan minuman. Hal tersebut terjadi karena lebih efektif dalam memproduksi droplet yang sangat halus. Produksi hanya membutuhkan peralatan yang lebih sederhana dan biaya energi lebih rendah, serta lebih mudah untuk diterapkan. Di sisi lain, metode energi rendah memiliki kelemahan. Salah satu keterbatasan pada jenis minyak dan pengemulsi yang dapat digunakan untuk membentuk nanoemulsi yang stabil.

Aplikasi Nanoteknologi

            Penggunaan nanoteknologi dalam bidang pangan telah dicoba untuk meningkatkan kualitas dan konsistensi makanan, serta meningkatkan penyerapan dan bioavailabilitas zat gizi (Chaudry, et al., 2008). Salah satu contoh aplikasi nanoteknologi adalah teknologi emulsifikasi dengan droplet nanoemulsi. Nanoemulsi berkontribusi pada beberpa aspek antara lain :

  • Meningkatkan dispersibilitas senyawa bioaktif dalam larutan.
  • Mengurangi kecenderungan pemisahan antara fase air dan lemak.
  • Melindungi senyawa bioaktif dari interaksi dengan komponen pangan lainnya.
  • Menjaga sifat fungsional senyawa bioaktif
  • Meningkatkan stabilitas selama proses pengolahan dan penyimpanan.
  • Meminimalkan dampak pada sifat organoleptik pangan.
  • Meningkatkan penyerapan dan bioavailabilitas senyawa bioaktif (Donsi et al., 2011).

            Pengembangan produk pangan menggunakan nanoteknologi juga dapat meningkatkan sifat fungsional bahan pangan. Aplikasi nanoteknologi dilakukan melalui pengembangan media pembawa (carrier) menjadi ukuran nano. Media pembawa berukuran nano dapat meningkatkan tingkat penyerapan, sehingga memiliki potensi untuk membawa zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral yang dapat didistribusikan ke seluruh tubuh (Morris, 2007). Aplikasi nanoteknologi dalam proses pengolahan pangan dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori :

  • Bahan pangan berukuran nano yang digunakan sebagai media pembawa zat gizi mikro dalam bentuk nano, yang membantu mempercepat penyerapan zat gizi
  • Senyawa bioaktif berukuran nano yang dienkapsulasi, yang dapat mencegah off-flavor, mengurangi degradasi fisik dan kimia, serta meningkatkan bioavailabilitas
  • Aditif pangan berukuran nano yang berfungsi sebagai antimikroba dan komponen aktif dalam kemasan cerdas.

           Sebagai penutup, nanoteknologi memiliki potensi besar untuk mengubah cara kita memproduksi, mengolah, dan mengonsumsi makanan dan minuman. Teknologi ini bisa menjadi solusi untuk berbagai tantangan dalam industri pangan, seperti memperpanjang umur simpan produk, mengurangi limbah, dan meningkatkan nilai gizi. 

Nanoteknologi juga bisa meningkatkan keamanan pangan dan memberikan pengalaman yang lebih memuaskan bagi konsumen. Namun, kita harus terus mengawasi aspek keamanannya dan mengikuti aturan yang berlaku untuk memastikan teknologi ini tidak membawa risiko yang tidak diinginkan. Dengan penggunaan yang cerdas dan bertanggung jawab, nanoteknologi dapat menjadi kunci untuk mengatasi tantangan pangan di masa depan dan memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun