Pelaku Pelecehan verbal tidak disadari oleh banyak orang dan tanpa disadari bisa jadi kita salah satu pelaku. Pelecehan verbal merupakan tindakan tidak pantas yang dilakukan dengan menggunakan kata-kata atau bahasa yang menyinggung, mengancam, atau merendahkan orang lain. Dengan kata lain, pelecehan verbal salah satu bentuk dari minim empati. minim empati memang sering sekali kita jumpai, salah satunya melalui ulasan saya mengenai Adab Melayat, Hindari Beberapa Pertanyaan sebagai Rasa Empati. Jadi, bentuk pelecehan tidak melulu mengenai sentuhan fisik, ya!
Bentuk-bentuk pelecehan verbal dapat berupa ejekan, cemoohan, penghinaan, atau kata-kata kasar yang dapat menyebabkan kerugian emosional bagi orang yang menjadi sasarannya. Pelecehan verbal bisa terjadi dalam berbagai situasi, termasuk di tempat kerja, di sekolah, atau dalam lingkungan sosial. Apalagi kehidupan sosial media kini menjadi kehidupan kedua kebanyakan orang, tentunya banyak terjadi pelecehan verbal di sana.
Beberapa contoh pelecehan verbal yang umum diantaranya, penghinaan terhadap agama, etnis, atau orientasi seksual seseorang, memanggil orang dengan sebutan yang merendahkan atau menghina, mengancam atau memberikan pernyataan yang mengintimidasi, memberikan komentar seksual yang tidak diinginkan atau tidak pantas, menyebarkan rumor atau gosip yang tidak benar dan merugikan orang lain.
"Lebay banget! Begitu saja baper! Kurang jauh mainnya!"---ciri-ciri pelaku pelecehan verbal.
Pelecehan verbal seringkali dianggap sebagai bentuk kekerasan psikologis dan dapat menyebabkan dampak yang serius bagi korban, termasuk stres, depresi, dan gangguan emosional lainnya. Oleh karena itu, penting untuk selalu menghormati orang lain dan menghindari tindakan yang dapat merugikan atau menyakiti orang lain secara verbal.
Pelecehan Verbal Tidak Patut Dinormalisasikan
Pelecehan verbal tidak patut dinormalisasi karena dapat menyebabkan dampak negatif yang signifikan pada kesehatan mental dan fisik seseorang. Pelecehan verbal merendahkan dan menyakiti perasaan orang lain, dan dapat memengaruhi harga diri dan kualitas hidup korban.
Dalam beberapa kasus, pelecehan verbal juga dapat menyebabkan gangguan mental seperti depresi, gangguan kecemasan, dan gangguan stres pasca-trauma. Selain itu, pelecehan verbal dapat memicu konflik dan ketidakharmonisan dalam hubungan sosial, baik dalam lingkungan kerja, keluarga, maupun teman-teman.
Menganggap pelecehan verbal sebagai sesuatu yang biasa atau tidak serius dapat memperburuk situasi dan membuat korban merasa terisolasi atau tidak dihargai. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk memperlakukan orang lain dengan sopan dan hormat, serta menghindari perilaku yang dapat merugikan atau merendahkan orang lain.
Pelecehan verbal harus dianggap sebagai masalah serius dan harus dihindari di lingkungan apa pun. Dengan meningkatkan kesadaran dan pendidikan tentang pelecehan verbal, kita dapat membantu mencegah terulangnya perilaku tersebut dan menciptakan lingkungan yang lebih baik untuk semua orang.
Menyikapi Pelecehan Verbal
Terkadang, pelecehan verbal yang terjadi mungkin tidak disadari oleh banyak orang. Tapi pelecehan verbal juga tidak bisa dinormalisasi, salah satu solusinya kita harus lebih peka terhadap pelecehan verbal dan menyikapi pelecehan verbal tersebut dengan tepat. Mengapa harus dengan tepat? Pelecehan verbal tidak bisa diatasi dengan cacian atau makian, khawatirnya justru kita sama saja buruknya seperti pelaku. Berikut beberapa upaya menyikapi pelecehan verbal;